Kategori
Upload Desain
Deskripsi
Bertitik tolak dari kritik Edmund Husserl terhadap dunia modern yang menekankan pada dunia yang objektif, serba formalistik, materialistic, dan mekanik sebagai penyebab kehancuran nilai kemanusian di zaman kita. Teknologi berhasil memanjakan kita akan tetapi kehidupan negara lahir dan ditata dari sebuah konstitusi yang tidak berpijak pada lebenswelt (dunia kehidupan) suatu bangsa maka negara tersebut akan jauh dari nilai nilai kemanusiaan. Hanya dua pilihan yaitu: kita akan jauh dari diri kita sendiri atau kita akan berjuang untuk kembali kepada esensi kemanusiaan itu sendiri.
Realitasnya dalam era informasi tidak ada dominasi kekuasaan baik partai politik maupun kroni-kroninya, apalagi personal yang dapat mendominasi negara secara utuh, kekuasaan terbagi dan tersebar di mana-mana. Tidak ada format dialektika yang dapat merajut kehendak sejarah. Kritik terhadap ideologi dan berita hoax banyak membingungkan, namun Pancasila tetap tegak.
Refleksi Pancasila saat ini bukan terbatas apa yang dikatakan Bung Karno sebagai pandangan hidup dan dasar negara, bukan saja alat negara yang dijelaskan Pak Harto ataupun sumber dari segala sumber hukum sebagaimana dikatakan Mr. Soepomo, namun Pancasila adalah dunia kehidupan (lebenswelt). Pancasila adalah local wisdom (kearifan lokal) bangsa Indonesia sekaligus living law (hukum yang hidup dimasyarakat).
Buku ‘Konstelasi Politik Indonesia: Pancasila dalam Analisis Fenomenologi Hermeneutika’ ini melakukan pemetaan ideologi bangsa Indonesia. Interpretasi Pancasila dalam suatu waktu mungkin dapat dimonopoli, dijadikan alat untuk kekuasaan melalui indoktrinasi. Lembaga pendidikan dan kebudayaan diprogram memproduksi nilai-nilai. Dalam kenyataan kekuasaan dapat runtuh dan berganti, namun Pancasila tetap eksis, tak tergantikan. Pancasila selalu menuntun dan menata kekuasaan di bumi pertiwi ini
Konstelasi Politik Indonesia: Pancasila dalam Analisis Fenomenologi Hermeneutika
- Pustaka Obor Indonesia
- Rp. 95.000
Deskripsi
Bertitik tolak dari kritik Edmund Husserl terhadap dunia modern yang menekankan pada dunia yang objektif, serba formalistik, materialistic, dan mekanik sebagai penyebab kehancuran nilai kemanusian di zaman kita. Teknologi berhasil memanjakan kita akan tetapi kehidupan negara lahir dan ditata dari sebuah konstitusi yang tidak berpijak pada lebenswelt (dunia kehidupan) suatu bangsa maka negara tersebut akan jauh dari nilai nilai kemanusiaan. Hanya dua pilihan yaitu: kita akan jauh dari diri kita sendiri atau kita akan berjuang untuk kembali kepada esensi kemanusiaan itu sendiri.
Realitasnya dalam era informasi tidak ada dominasi kekuasaan baik partai politik maupun kroni-kroninya, apalagi personal yang dapat mendominasi negara secara utuh, kekuasaan terbagi dan tersebar di mana-mana. Tidak ada format dialektika yang dapat merajut kehendak sejarah. Kritik terhadap ideologi dan berita hoax banyak membingungkan, namun Pancasila tetap tegak.
Refleksi Pancasila saat ini bukan terbatas apa yang dikatakan Bung Karno sebagai pandangan hidup dan dasar negara, bukan saja alat negara yang dijelaskan Pak Harto ataupun sumber dari segala sumber hukum sebagaimana dikatakan Mr. Soepomo, namun Pancasila adalah dunia kehidupan (lebenswelt). Pancasila adalah local wisdom (kearifan lokal) bangsa Indonesia sekaligus living law (hukum yang hidup dimasyarakat).
Buku ‘Konstelasi Politik Indonesia: Pancasila dalam Analisis Fenomenologi Hermeneutika’ ini melakukan pemetaan ideologi bangsa Indonesia. Interpretasi Pancasila dalam suatu waktu mungkin dapat dimonopoli, dijadikan alat untuk kekuasaan melalui indoktrinasi. Lembaga pendidikan dan kebudayaan diprogram memproduksi nilai-nilai. Dalam kenyataan kekuasaan dapat runtuh dan berganti, namun Pancasila tetap eksis, tak tergantikan. Pancasila selalu menuntun dan menata kekuasaan di bumi pertiwi ini