ipbprinting - Memajukan UKM Indonesia

arrow
kpunbvrw

[url=http://propranolol.cfd/]propranolol over the counter uk[/url]

twqwiojd

[url=https://propranolol.cyou/]propranolol 10mg[/url]

95y016

levitra tab 20mg [url=https://lomitaotate.com]vardenafil 20 mg[/url] generic levitra vardenafil levitra original 20mg levitra 10mg sale levitra cost

FUTURE MINDSET DAN PELOPOR INOVASI

Saat sambutan Dies Natalis IPB ke 58, Presiden Joko Widodo meminta IPB untuk menjadi pelopor inovasi. Beliau sadar betul bahwa kemajuan sebuah bangsa hanya terwujud ketika ada kemajuan inovasi. Hasil studi juga membuktikan bahwa Global Innovation Index (GII) berkorelasi positif dengan PDB/Kapita suatu negara: semakin tinggi PDB/kapita suatu negara maka semakin tinggi nilai GII nya. Karena itu sangatlah mudah menebak apakah suatu negara akan maju pesat ekonominya atau tidak. Lihat saja perkembangan inovasi di dalamnya. 

Ketika iklim inovasi kondusif, dan aneka inovasi bermunculan secara konsisten, maka sudah dapat diduga ada harapan bahwa bangsa tersebut akan menjadi bangsa besar. Sebaliknya kita juga bisa menduga sebuah bangsa yang iklim inovasinya tidak kondusif dan tidak ada lompatan-lompatan inovasi, maka sulit masuk akal untuk mengatakan bahwa bangsa tersebut akan cepat maju. Dengan demikian inovasi bisa menjadi indikator paling mudah tentang prospek sebuah bangsa di masa depan.

Pada saat Pidato Dies Natalis IPB tersebut, saya kembali menggarisbawahi permintaan menjadi pelopor inovasi. Namun, saya berangkat dari pemahaman terhadap tiga disrupsi yang kita alami dalam waktu bersamaan, yaitu perubahan iklim, revolusi industri 4.0, dan pandemi covid-19. Disrupsi ini telah membuat kegamangan global. Ini adalah hal yang sama sekali baru dan belum pernah terjadi sebelumnya. Tidak ada pengalaman untuk menghadapi ketiga disrupsi ini. Semua bangsa sedang belajar.

Karena itu tidak berlebihan bila dikatakan bahwa ketiga disrupsi ini membuat kita berada dalam satu garis start bersama semua negara. Karena berada dalam satu garis start, maka siapa yang cepat berlari  akan memenangkan pertarungan.

 Persoalannya apakah kita bisa cepat berlari mengalahkan kecepatan negara lain yang juga pasti akan berlari? Apakah kondisi fisik kita seprima fisik negara-negara maju? Apakah pengalaman masa lalu akan menentukan kecepatan kita berlari hari ini dan masa depan?  

Kita mungkin berpandangan bahwa meski masa depan yang kita hadapi sama sekali baru, namun harus diakui bahwa pengalaman masa lalu tetap berpengaruh. Seperti, negara maju didominasi petani 3.0, dan negara berkembang didominasi petani 1.0. Maka jarak menuju 4.0 lebih dekat dari 3.0 daripada 1.0. Artinya lebih mudah bagi petani negara maju untuk menjadi 4.0 dari pada petani negara berkembang.

Namun perhitungan matematika sederhana tersebut kadang tidak berlaku di era disrupsi ini. Buktinya, Nokia yang sudah sangat mapan dan punya bekal masa lalu yang kuat ternyata dalam waktu yang cepat kalah sama Apple dan Smartphone berbasis android lainnya yang sama sekali tidak punya masa lalu. Disrupsi ini mengajarkan kita bahwa yang menentukan adalah kecepatan belajar (learning agility) dan bertindak dalam merespon perubahan. Bila petani 3.0 memiliki kecepatan belajar yang lebih rendah dari petani 2.0 maka petani 2.0 bisa menyalip dan sampai lebih cepat sebagai petani 4.0. Tak selamanya yang besar itu akan bertahan, dan tak selamanya yang kecil itu selalu marjinal. Sekali lagi, semua tergantung dari kecepatan belajar dalam merespon perubahan.

Kecepatan belajar ini adalah soal mindset. Studi McKinsey menunjukkan bahwa faktor utama prestasi akademik siswa di 72 negara ternyata bukan faktor guru, orang tua, sekolah, melainkan mindset siswa itu sendiri. Mindset siswa yang diiringi motivasi kuat serta kepercayaan diri yang tangguh akan berpengaruh pada kecepatan belajar.

 Orang yang memiliki kecepatan belajar umumnya optimis, kreatif, dan penuh imajinasi. Karena itu, kecepatan belajar ini merupakan modal penting bagi seorang pelopor inovasi. Mengapa ? 

Karena tugas pelopor inovasi adalah menciptakan hal baru (future practice) yang memerlukan sikap keingintahuan yang tinggi, sehingga belajar, berpikir, mencoba, dan berimajinasi adalah hal yang selalu dilakukan. Inovasi baru hanya bisa ditemukan dengan landasan optimisme dan keberanian melangkah. Mengapa perlu keberanian? 

Tentu karena inovasi adalah langkah perubahan, dan setiap perubahan membawa implikasi. Seseorang bisa menjadi pelopor inovasi kalau percaya diri dan siap dengan resiko atas hasil inovasinya.

Setiap orang bisa menjadi pepolor inovasi, karena setiap orang dianugerahi modal dasar yang sama: jiwa raga dan waktu. Karena perbedaan sebenarnya hanya soal kemampuan mengelola jiwa raga melalui proses belajar, dan kecepatan merebut waktu melalui kecepatan belajar. Namun kemampuan tersebut sangat tergantung pada kemauan (willpower), dan kekuatan kemauan umumnya ditentukan oleh mindset. Karena itu, mindset menjadi kunci. Mindset yang bagaimana yang menjadi kunci? Yakni mindset masa depan 
 (future mindset). 

Mindset masa depan adalah kerangka pandang, keinginan dan dorongan diri untuk menjadi bagian dari masa depan dengan mempersiapkan diri termasuk berinovasi yang berorientasi pada future practice. Seperti kata Peter Fisk dalam tulisannya berjudul Winning with a Future Mindset, orang yang memiliki future mindset terus mencoba memahami bahwa perubahan dunia telah berjadi begitu cepat sehingga sadar perlunya visi baru. Mereka juga selalu menginspirasi orang lain dengan optimisme dan lebih fokus pada peluang, bukan resiko. Mereka adalah future hacker, atau peretas masa depan, yang terus berkelana menemukan masa depan yang lalu diterjemahkan ke dalam langkah-langkah dari mulai ide, percobaan, dan pemanfaatan sumberdaya yang ada. 

Mindset masa depan umumnya dimiliki seorang inovator atau ideas connector, kata Peter. Merujuk pada kata-kata mutiara Da Vinci bahwa inovasi adalah tentang membuat hubungan-hubungan yang tidak biasa, yaitu menghubungkan orang baru, mitra baru, kemampuan baru, dan ide baru. Singkat kata yang punya mindset masa depan umumnya visioner, penuh ide, optimis, berani, kreatif dan inovatif.

Jadi mindset masa depan dan pelopor inovasi adalah seperti dua sisi mata uang. Para pelopor inovasi adalah pemilik mindset masa depan. Mereka tidak takut perubahan, namun justru ingin menjadi trend setter perubahan.  Mereka inilah yang tidak ingin ketinggalan di masa depan, namun justru ingin menjadi bagian dari masa depan, dan bahkan ingin menciptakan masa depan. Karena itu, kita harus mulai melangkah untuk itu, meretas masa depan.

Bogor, 4 September 2021 
(dimuat di Media Indonesia,  6 September 2021)
https://m.mediaindonesia.com/opini/430799/future-mindset-dan-pelopor-inovasi

PAK MATTJIK: HIDUP HARUS BERUBAH!

"Pak Rektor, semua aman-aman saja kan?"

Itulah kalimat yang selalu Prof Dr Ahmad Ansori Mattjik (Pak Mattjik) sampaikan manakala beliau masuk ke ruang kerja saya di gedung rektorat IPB. Dalam kesibukannya, beliau selalu menyempatkan diri untuk mampir, meski hanya sekedar menyapa. "Pak Mattjik, saya butuh masukan dan bimbingan Bapak", itu pula kalimat yang selalu saya sampaikan. Silaturahmi spontan 5-10 menit itu, sungguh telah mampu menciptakan energi yang besar buat saya.

Sampai pada satu waktu, saat saya sedang berpikir keras tentang urgensi melakukan perubahan kurikulum IPB untuk merespons era disrupsi dan revolusi industri 4.0. beliau hadir mengetuk pintu silaturahmi. Seolah tak ingin kehilangan kesempatan istimewa tersebut, saya pun menyampaikan bahwa nampaknya IPB perlu mengevaluasi kurikulum mayor-minor dengan mencoba menawarkan perubahan kurikulum baru sesuai dengan tantangan hari ini dan masa depan. Sebagai arsitek kurikulum mayor-minor, rasanya sangat tepat jika saya meminta pendapat beliau tentang rencana perubahan tersebut. Diskusipun mengalir hangat, ibarat komunikasi anak dan bapaknya. "Saya sangat setuju adanya terobosan baru untuk menyesuaikan dengan keadaan. Kebijakan mayor-minor cocok di masa lalu, namun perlu disesuaikan dengan kondisi sekarang. Saya kira memang harus berubah. Jangan takut. Kita harus fokus melihat ke depan. Hidup harus berubah", jawab beliau atas lontaran pertanyaan saya. 

Beliau juga mengingatkan bahwa beban kuliah di IPB itu berat sekali. Dulu Pak Andi Hakim Nasution membuat kebijakan sarjana 4 tahun adalah pemadatan kurikulum lama S1 yang sebenarnya levelnya sudah setara magister. Kurikulum 4 tahun itu pun belum mengurangi muatan kuliah yang sebenarnya masih setara S2. Inilah yang sering membuat mahasiswa IPB ketika kuliah S2 di IPB mengatakan bahwa kuliah S1 lebih berat dari S2. Sehingga, beliau mendukung adanya kurikulum 2020 IPB. Jawaban beliau sungguh melegakan sekaligus semakin meneguhkan tekad akan pentingnya perubahan kurikulum yang harus segera dilakukan.

Hidup Harus Berubah!

Rupanya moto ini tidak saja disampaikan kepada saya, melainkan juga untuk beliau sendiri saat menjadi Rektor IPB 2002-2007. Banyak sekali terobosan baru yang beliau lakukan: restrukturisasi departemen, kurikulum mayor-minor, pembangunan botani square, perintisan IPB sebagai BHMN, pendirian Fakultas Ekologi Manusia, dan masih banyak lagi. Termasuk pengubahan Dharma wanita menjadi Agrianita dan pembangunan Agriananda, taman kanak-kanak untuk putra-putri dosen dan tenaga kependidikan. Karena itu capaian IPB hari ini tidak terlepas dari hasil sentuhan beliau pada masanya.

Di mata saya, beliau adalah sosok pribadi yang humble, terbuka atas ide-ide baru dan berorientasi pada masa depan. “Perubahan adalah keniscayaan”, tegas beliau, sehingga kita harus berani untuk selalu membuat terobosan-terobosan baru. Beliau sangat mengapresiasi terobosan penerimaan mahasiswa melalui jalur ketua OSIS. Beliau juga melontarkan ide akan pentingnya segera membuka sains data di FMIPA sebagai tantangan kebutuhan masa depan. Spirit yang terus coba beliau bangun makin meyakinkan bahwa meski usianya sudah 75 tahun, sebenarnya beliau masih tergolong muda karena ciri orang muda adalah orientasinya ke masa depan, bukan masa lalu.

Itulah Pak Mattjik. Pemimpin yang visioner, open mind, tegas,  hands-on, orientasi pada future practice, dan selalu pasang badan untuk melindungi anak buahnya. Ia juga mati-matian mempertahankan idenya dengan segala risiko yang ada. Berdebat dengan beliau harus logis, rasional, obyektif. Kini beliau telah pergi meninggalkan kita dengan berbagai peninggalan yang amat berharga: ilmu, spirit, keteladanan, dan segudang legacy yang menyejarah dan memberikan impact pada perubahan. Semoga ilmu dan karya-karyanya menjadi amal soleh, yang membuat pahala terus mengalir.

Dalam karya-karyanya tersimpan pesan kuat: Hidup Harus berubah!

 Sentul, 20 Mei 2021

(Arif Satria)

Kejernihan

Minal Aidin Wal Faizin. Atas nama pribadi, keluarga, dan IPB saya memohon maaf lahir dan batin. Semoga kita semua tergolong orang yang kembali kepada fitrah, yakni yang memiliki kejernihan multidimensi.

Pertama, adalah kejernihan personal, berupa kejernihan hati, pikiran, dan spiritual. Kejernihan hati tercermin dari keikhlasan kita memberi maaf kepada orang yang menzalimi kita, menolong orang yang tidak pernah menolong kita, dan menjalin silaturahmi dengan orang yang telah memutus silaturahmi. Inilah ciri kebesaran umat Nabi Muhammad SAW, yang hidup tanpa dendam dan prasangka. Kejernihan pikiran tercermin dari keterbukaan pikiran menerima ilmu pengetahuan dari siapa pun, yang menganggap setiap sudut semesta alam adalah sekolah dan setiap orang adalah guru. Ia adalah pembelajar sejati terhadap setiap fenomena alam dan sosial. Inilah sosok Ulul Albab sebagaimana QS Ali Imran:190.

Era Pandemi Covid-19 adalah momentum untuk melakukan refleksi dan mencoba menjadikan rumah dan halaman rumah adalah sekolah, dan setiap orang di sekeliling kita adalah guru. Inilah hakekat merdeka belajar. Disinilah pendidikan induktif berkembang, dan ilmu pengetahuan akan semakin tumbuh. Seiring dengan pendidikan induktif ini, maka kita sadar bahwa ilmu kita hanyalah seperti setetes air dari lautan samudera. Kesadaran inilah membuat kita terus belajar dan belajar. Mental pembelajar sejati inilah yang sangat diperlukan di era disrupsi. Hanya kaum pembelajar yang akan bisa adaptif terhadap perubahan. Namun konteks hari ini memerlukan tidak sekedar pembelajar melainkan pembelajar yang cepat, tangguh, dan tangkas.

Dengan menyadari bahwa posisi kita sebagai khalifah di muka bumi yang memiliki tugas membawa rahmat bagi seluruh alam, maka tugas sebagai pembelajar bukanlah sekedar mendapatkan ilmu, namun proaktif mengamalkan ilmu untuk perubahan yang lebih baik. Inilah pembelajar transformatif, yang ingin terdepan dalam menciptakan perubahan. Karena itu orientasi pada future practice melekat pada pembelajar transformatif itu. Orientasi pada future practice merupakan cerminan kita meniru sifat Allah dalam asmaul husna, yaitu Al Badii’, yang berarti maha pencipta. Bila kita meniru sifat Al Badii’ berarti kita punya tugas untuk selalu berinovasi. Inovasi inilah taruhan kemajuan bangsa.

Kejernihan spiritual adalah penguatan kesadaran akan kemahabesaran Allah SWT. Menghadapi virus corona saja, manusia sedunia semakin tampak rentan. Hanya karena satu makhluk hidup kecil ini membuat hidup sedunia terguncang. Artinya ilmu kita belum seberapa, dan mestinya membuat kita semakin rendah hati dan mengakui bahwa Allah Maha Berilmu. Inilah ciri Ulul Albab, yakni menyelaraskan pikir dan zikir. Bagi ulul albab, semakin kencang daya pikir maka akan semakin kencang pula daya zikirnya. Ini karena kencangnya daya pikir semakin menyadarkan makin luasnya ruang ketidaktahuan kita.

Kedua, adalah kejernihan sosial, yang dicirikan dari agregasi kejernihan personal. Ketika orang-orang baik dengan kejernihan personal berkumpul maka insya Allah kejernihan sosial akan tercipta. Kejernihan sosial direfleksikan dengan relasi-relasi sosial yang penuh nilai kemanusiaan dan rasa saling percaya. Tentu kita bersyukur bahwa Indonesia menempati posisi 10 dalam Indeks Kedermawanan Global (Global Giving Index) 2020.  Ini menunjukkan bahwa orang-orang Indonesia memiliki kepedulian sesama. Agregasi kejernihan personal membuahkan perilaku dermawan secara kolektif.

Wujud konkrit lainnya adalah kuatnya modal sosial, dengan komponen utama rasa saling percaya (trust) dan silaturahmi (network) yang berujung pada terciptanya high trust society, seperti kata Fukuyama. Dua komponen ini hanya terbangun oleh agregasi kejernihan personal, baik hati, pikiran, dan spiritual. Umumnya negara-negara maju memiliki modal sosial tinggi. Artinya, modal sosial adalah modal untuk kemajuan. Dalam suasana masyarakat yang penuh rasa saling percaya maka kolaborasi dan kreativitas akan semakin tumbuh berkembang, dan ini bisa mendorong tumbuhnya inovasi. Momentum pandemi ini mesti menjadi momentum untuk berinovasi agar keluar dari krisis.

Ketiga, adalah kejernihan institusional, yang tercermin dari kuatnya pedoman berperilaku untuk  memperkuat kejernihan personal dan sosial. Institusi adalah pengatur perilaku di semua bidang baik pendidikan, ekonomi, keluarga, politik, dan bidang lainnya. Bagi kampus maka wujud pengaturannya melalui good university governance. Bagi kampus, kejernihan institusional sangat penting untuk menjamin bahwa orang-orang di dalamnya memiliki kejernihan hati, pikiran, dan spiritual. Contohnya adalah bagaimana kampus mampu melembagakan aktivitas pembelajaran dan inovasi sehingga menghasilkan kaum pembelajar dan inovator tangguh. Juga, bagaimana kampus menciptakan ruang-ruang berbagi inspirasi. Namun pada saat yang sama terlembagakan pula upaya menumbuhkan budi luhur dan integritas.

Tentu kampus tidak hanya sampai pada menjaga kejernihan personal di atas, melainkan juga mendorong orang-orang di dalamnya mampu mentransformasikan kejernihan personalnya ke dalam kehidupan sosial sehingga tercipta tatanan sosial yang baik. Dan, tatanan sosial yang baik terus mengontrol perilaku orang agar tetap jernih. Jadi ada hubungan timbal balik antara kejernihan personal, sosial, dan institusional. Ketiga dimensi kejernihan tersebut bersifat interaktif dan dinamis. Pandemi Covid-19 ini telah merombak tatanan kehidupan dan bahkan menjadi titik masuk bagi konstruksi peradaban baru. Karena itu Idul Fitri 1442 H harus dimaknai bukan sekedar pencapaian kejernihan interpersonal melalui bermaafan dan silaturahmi virtual, tetapi merupakan pencapaian kejernihan multi dimensi. Karena pencapaian kejernihan multidimensi inilah merupakan jembatan emas menuju titik peradaban baru.

Bogor, 18 Mei 2021

Arif Satria

Kekuatan Kemauan

Kata pepatah orang bisa maju karena “3 K”, yaitu kemauan, kemampuan, dan kesempatan. Dari tiga “K” tersebut yang jamak disebut orang sebagai faktor tersulit adalah kesempatan, karena kesempatan seolah diluar kontrol kita. Sementara semua orang bisa dengan mudah memiliki kemauan dan kemampuan. Namun saya berpikir sebaliknya, bahwa yang paling menentukan adalah kekuatan kemauan (willpower). Berangkat dari kemauan yang kuat maka kemampuan dan kesempatan bisa diraih. Mengapa?

 

Derajat atau tingkat kemauan diukur dari sejauhmana seseorang memiliki growth mindset ataukah fixed mindset. Growth mindset adalah keyakinan bahwa kualitas dasar kita bisa kita tumbuh kembangkan melalui usaha, strategi, dan bantuan orang lain (Dweck, 2016). Orang tidaklah bersifat statis dan fixed, baik dari sisi potensi, bakat, kecerdasan, dan kompetensi. Sebaliknya orang bisa berubah dan perubahan tersebut sangat ditentukan mindset-nya. Jadi orang yang memiliki growth mindset pasti memiliki kemauan yang tinggi.

 

Dulu ada anekdot, bahwa saat wawancara mencari kerja di Amerika pertanyaan yang sangat menentukan adalah Anda kuliah dimana. Di Korea Selatan, pertanyaan utamanya adalah Anda anak siapa. Tempat dimana kuliah dan faktor keturunan dianggap sangat penting. Anekdot ini pun sudah dibantah oleh riset Thomas Stanley bahwa yang menentukan sukses bukanlah tempat kuliah di sekolah favorit karena faktor ini hanya berada di urutan ke 23.  Bahkan Stanley tidak menyebut keturunan sebagai faktor penting.

 

Studi terakhir Mc Kinsey terbaru di 72 negara juga menunjukkan bahwa faktor utama prestasi akademik seorang siswa bukan ditentukan oleh sekolahnya, orang tuanya, atau gurunya. Ternyata faktor terpenting adalah mindset siswa itu sendiri yang memperkuat motivasi dan kepercayaan diri. Guru dan orang tua tentu memiliki pengaruh bila mereka terus memberi inspirasi. Status guru pintar dan orang tua hebat tidak serta merta membuat seorang siswa otomatis akan ikut hebat. Seperti kata pepatah: guru rata-rata hanya bisa menyampaikan, guru yang baik bisa menjelaskan, namun guru yang hebat bisa menginspirasi. Menginspirasi adalah proses untuk membuat orang  lain tergerak untuk berpikir dan berbuat sesuatu yang penting.

 

Jadi, faktor kualitas pribadi sendiri yang menentukan kesuksesan, yang dimulai dari mindset. Ingat, bahwa banyak para alumni IPB yang sukses dari keluarga biasa-biasa saja. Namun mereka memiliki prestasi di SMA nya dikarenakan mindset dan karakternya yang sudah sangat kuat sejak dulu untuk menuju kemajuan.  Ini sejalan dengan riset Stanley yang mengatakan bahwa diantara 10 besar faktor sukses antara lain kejujuran, kedisiplinan, kemampuan mengelola hubungan sosial, kerja keras, mencintai pekerjaan dan kepemimpinan. Semua adalah faktor internal. Tentu mereka semakin kuat karena juga mendapat sentuhan pendidikan di IPB yang membuat mereka  memiliki karakteristik sebagaimana ditulis Stanley tersebut.

 

Namun, faktor IPB atau kampus lain hanya berada di urutan ke-23. Artinya tidak serta merta orang kuliah di sekolah favorit akan otomatis sukses. Semua tergantung dari pribadi masing-masing sejauhmana kekuatan mindsetnya. Nah, tugas kampus adalah bagaimana terus menciptakan ekosistem dimana mahasiswa akan semakin kuat mindsetnya untuk maju dan sukses, yang dalam bahasa Dweck (2016) memiliki growth mindset, atau berjiwa proaktif ala Stephen Covey, dan memiliki kebutuhan berperestasi ala David Mc Cleland, serta berciri pembelajar gesit (agile learner) ala IPB. Orang yang memiliki kemauan tinggi umumnya berciri memiliki growth mindset, sikap proaktif, dan kebutuhan berprestasi tersebut.

 

Inilah mengapa semua mahasiswa baru IPB wajib mengikuti pelatihan 7 habist of highly effective people agar mereka memiliki dasar menjadi lebih proaktif. Karena orang sukses adalah orang yang proaktif yang kekuatan pribadinya memiliki daya pengaruh keluar, dan bukan terus membiarkan pihak luar memberikan pengaruh dominan ke dalam. Kekuatan kemauan (willpower) akan sejalan dengan mindset. Kekuatan ini sangat dahsyat karena akan mampu mengubah kemampuan. Selama ini orang menganggap bahwa kemampuan identik dengan berbakat. Karena itu Seleksi masuk tim sepakbola nasional atau olah raga apapun biasanya didasarkan kepada kekuatan bakat semata. Mengapa kita tidak mencoba menciptakan seleksi-seleksi yang berbasis pada bakat dan mindset sekaligus?

 

Orang yang memiliki kemauan tinggi dilandasi growth mindset akan terus belajar dan belajar, berlatih dan berlatih, serta mempersiapkan strategi dengan amat matang. Prof Johannes Surya pernah bercerita bahwa ada seorang siswa dari Papua yang semula IQ nya di bawah 100, namun berkat strategi dan pembelajaran yang tepat dan penuh motivasi ternyata siswa tersebut bisa mengalahkan para juara olimpiade. IQ atau bakat kecerdasan tidaklah fixed.

 

Jadi dalam rumus matematika, kemampuan adalah fungsi dari kemauan. Saya punya pengalaman pribadi bahwa saya tidaklah berbakat menulis baik karangan puisi, maupun opini. Sejak SD, SMP, SMA, hingga mahasiswa selama 13 tahun tulisan saya selalu ditolak majalah anak-anak, remaja dan koran. Saya punya mimpi yang sangat kuat bahwa saya bisa menulis dan dimuat di majalah. Meski saya tidak berbakat saya terus berusaha latihan menulis dan menulis. Orang tua punya peran besar untuk terus memotivasi dan menginspirasi. Kemauan yang tinggi diikuti ketahanan semangat, ketekunan dan kesabaran akhirnya membuahkan hasil setelah berjuang selama 13 tahun.

 

Begitu dimuat di koran, kemauan untuk meningkatkan kualitas tulisan makin tinggi. Kemampuan terus diasah agar bisa dimuat di koran dan majalah nasional, bahkan akhirnya jurnal internasional hingga menulis buku internasional diterbitkan penerbit bergengsi di Eropa. Ini bukan karena bakat tapi karena kemauan tinggi yang diikuti usaha dan strategi. Bagaimana dengan kesempatan? Mestinya kesempatan juga merupakan fungsi kemauan. Ada tiga tipe orang melihat kesempatan.

 

Pertama, penunggu kesempatan. Orang fixed mindset selalui berpikir bahwa kesempatan datang dari luar dan tugas kita adalah sabar menunggu. Tipe ini akan terus menghadapi ketidakpastian. Kedua, adalah pencari kesempatan. Tipe ini lebih baik dari yang pertama karena ia selalu berusaha mencari kesempatan sehingga hidup akan penuh harapan disini kesempatan masih berada di luar pribadinya. Ketiga, adalah pencipta kesempatan, yang berarti ia tidak lagi tergantung orang lain mendapat kesempatan. Tipe ketiga ini hidupnya akan penuh kemenangan karena kesempatan selalu ada di ganggamannya. Bagaimana ciri orang tipe ketiga ini?

 

Orang yang berorientasi menciptakan kesempatan selalu dilandasi kemauan yang kuat, percaya diri, kreatif, penuh imajinasi, dan bisa berstrategi. Sebagai contoh, tahun 2010 Universitas Indonesia (UI) menciptakan UI Green Metric. Selama ini dalam perangkingan dunia, kita selalu mengacu pada QS dan THE, dua lembaga perangkingan dunia yang dikenal. UI mencoba menciptakan kesempatan baru dengan menjadikan dirinya sebagai lembaga perangkingan dunia dalam isu sustainability. Ini benar-benar langkah yang sangat dahsyat yang membuat semakin banyak perguruan tinggi di Indonesia masuk 100 besar dunia.

 

Prof Andi Hakiem Nasoetion Rektor IPB periode 1980an, tidak mau menunggu saja siswa-siswa berprestasi mendaftar melalui jalur tes, tetapi justru menjemput mereka melalui jalur undangan. Prof Andi adalah pencipta kesempatan. Banyak sekali contoh-contoh lain yang sifatnya individual. Banyak orang berminat menjadi artis terkenal dengan cara menunggu undangan manggung di televisi. Tapi kini banyak yang memanfaatkan youtube untuk tampil sebagai penyanyi, pemain film, pelawak, maupun host talkshow. Mereka tidak lagi tergantung kepada undangan pihak lain untuk mendapatkan kesempatan tersebut. Mereka ini bisa menciptakan kesempatan baru untuk kesuksesan dirinya. Jadi, menciptakan kesempatan sangat bergantung pada kemauan.

 

Oleh karena itu tugas kita adalah bagaimana meningkatkan jumlah anak-anak muda menjadi orang yang punya kekuatan kemauan. Disinilah penting menumbuhkan mimpi-mimpi tentang masa depan. Apa yang selalu ditanyakan guru-guru tentang cita-cita kita sewaktu kita kecil adalah awal membangun mimpi.

 

 

Tentu kita berharap mimpi anak-anak sekarang jauh lebih dahsyat. Kalau mimpi mereka dahsyat maka akan mendorong kemauan, dan kalau kemauan semakin menguat maka akan banyak kesempatan tercipta. Jadi, kemajuan  Indonesia adalah soal kekuatan kemauan.  Semoga 2021 adalah tekad baru untuk semakin maju.

 

Arif Satria

(Tulisan pernah dimuat di Kumparan.com Januari 2021)

Excellent Innovation

Saya mengucapkan selamat tahun baru 2021 kepada seluruh Civitas Akademika IPB. Semoga pengalaman 2020 menjadi bahan pembelajaran penting untuk penyempurnaan 2021, dan kita semua sehat walafiat penuh keberkahan dan kesuksesan.

 

Tema IPB 2021 adalah excellent innovation. Menurut UU 11/2019 Inovasi adalah hasil pemikiran, penelitian, pengembangan, pengkajian, dan/atau penerapan, yang mengandung unsur kebaruan dan telah diterapkan serta memberikan kemanfaatan ekonomi dan/atau sosial. Tema inovasi ini semakin relevan seiring dengan fakta bahwa dalam Indeks Inovasi Global 2020,  Indonesia berada  di urutan ke 85. Bahkan di Asia Tenggara pun, kita masih jauh di bawah Singapore, Malaysia, Vietnam, Thailand, Philipina, dan Brunei. Bagi yang memiliki fixed mindset, ini adalah fakta yang menunjukkan batas kemampuan kita. Namun bagi pemilik growth mindset ini adalah peluang untuk melakukan lompatan dengan excellent innovation.

 

BJ Habibie telah memberi contoh dengan pesawat N-250 yang terhebat di kelasnya di tahun 1995 an. Habibie berani melompat dengan bermimpi, berstrategi, dan langsung eksekusi. Kata Honda, sebagian orang bermimpi untuk lari dari kenyataan, tapi sebagian bermimpi untuk mengubah kenyataan. Namun sayang mimpinya belum 100% terwujud karena idenya tentang N-2130 bermesin jet dengan kapasitas 80-130 penumpang terhenti akibat situasi ekonomi-politik pasca krisis moneter 1997.

 

Brazil memulai industri dirgantara tahun 1969 dengan pabrik pesawat Embraer,  singkatan dari Empresa Brasileria de Aeronotica, yang mulai memasarkan produk pesawat militer, dan pesawat kecil berpenumpang untuk pasar penerbangan regional. Tahun 1989 Embraer ERJ-145 sudah tampil di Paris Airshow, dan 1999 muncul Embraer-170/190 dengan kapasitas 70-118 penumpang.  Pesawat domestik United Airlines sebagian menggunakan Embraer, seperti yang saya naiki dari Los Angeles ke Seattle minggu lalu.

 

Indonesia dan Brazil punya start yang sama dalam industri dirgantara. Namun, kini Brazil pendatang baru dalam industri dirgantara untuk kelas penerbangan regional. Kisah Brazil ini sekaligus bukti bahwa pendatang baru tak selamanya di belakang. Pendatang baru bisa langsung berada di garda terdepan bila ia hadir dengan excellent innovation.

 

Ada 5 catatan tentang bagaimana excellent innovation kita wujudkan  sebagai penegasan tulisan saya sebelumnya tentang lompatan menjadi bangsa besar.

 

Pertama, excellent innovation berasal dari kekuatan mindset. Saya sedang membaca buku berjudul Mindset: The New Psychology of Success karya Carol S. Dweck (2016), yang mulai memperkenalkan konsep growth mindset dan fixed mindset. Ketika mendapat nilai jelek, maka mahasiswa fixed mindset mengatakan karena IQ-nya rendah dan penuh keterbatasan. Namun yang growth mindset mengatakan bahwa kalau belajar lebih keras lagi maka akan mendapat nilai maksimal.

 

Alfred Binet adalah penemu test IQ juga menegaskan bahwa pendidikan dan latihan yang tepat bisa membawa perubahan mendasar dalam kecerdasan. Binet protes ketika ada orang mengatakan bahwa kecerdasan adalah fixed. Growth mindset membawa optimisme bahwa lompatan inovasi bisa terjadi karena yakin bahwa kemampuan bisa diasah dan pilihan-pilihan strategi selalu ada.

 

Kedua, excellent innovation dilakukan oleh pembelajar yang tangguh. Cirinya adalah selalu ingin tahu, kemauan tinggi, berprinsip belajar sepanjang hayat, kerja keras, dan konsisten mengembangkan diri untuk perubahan. Seorang atlet dengan growth mindset selalu menemukan kesuksesan dalam perbaikan diri dan pembelajaran, bukan sekedar kemenangan. Produk akhir proses belajar adalah perubahan.

 

Seorang futurolog Alvin Toffler mengingatkan, "The illiterate of the 21st Century will not be those who cannot read or write, but those who cannot learn, unlearn and relearn “. Dari Toffler tertangkap bahwa kebodohan itu adalah ketidakmampuan belajar sehingga tidak akan bisa beradaptasi terhadap perubahan.

 

Karena orientasi pembelajar adalah perubahan, maka menjadi pembelajar adalah kunci kemajuan sehingga Benjamin Barber, ahli ilmu politik, mengatakan, "Saya tidak membagi dunia dengan yang lemah dan kuat, atau yang sukses dan gagal, tapi saya membagi dunia dengan yang pembelajar dan yang bukan pembelajar ". Disinilah relevansi K-2020 yang sudah kita tetapkan menjadi kurikulum baru IPB untuk menghasilkan lulusan yang agile learner.

 

Ketiga, excellent innovation terjadi karena kuatnya future practice. Kekuatan future practice adalah kreativitas dan imajinasi sehingga menemukan  sesuatu yang diluar bayangan orang lain dan memiliki nilai manfaat yang tinggi. Tentu saatnya berbasis teknologi 4.0. IPB memiliki inovasi-inovasi yang dahsyat, baik di bidang pangan, energi, kesehatan, lingkungan, biosains dan biomaterial yang masuk dalam kerangka Agro-Maritim 4.0.

 

Muhtaza, anak SMA di Sumsel, menemukan Kulkas tanpa listrik. Mahasiswa IPB menemukan centong ajaib yang bisa mendeteksi jumlah kalori dalam makanan di centong tersebut. Ada juga sarung tangan cerdas berbasis fluorosensi untuk deteksi kematangan jambu, dan alat menghitung benih udang berbasis deep learning, dan masih banyak lagi inovasi mahasiswa. Kini future food sudah menjadi kenyataan. Gula tidak lagi berbasis tebu, tapi berbasis limbah sawit. Beras tidak lagi berbasis padi, tapi berbasis sagu, singkong, dan jagung. Future protein bukan lagi dari daging, tapi serangga. Orientasi future practice tidak hanya pada inovasi produk, tapi juga inovasi sosial, dan inovasi layanan. Riset IPB ke depan harus mencerminkan semangat disrupsi ini.

 

Keempat, excellent innovation terwujud melalui kolaborasi. Masalah kian kompleks dan tidak bisa diselesaikan secara monodisiplin. Pendekatan transdisiplin memerlukan kolaborasi antar inovator. Karena itu kita mendorong kerjasama lintas bidang, lintas departemen, lintas fakultas, dan lintas universitas. Skripsi pun sudah saatnya kolaboratif lintas bidang.

 

"Talent wins games, but teamwork and intelligence win championships", kata Michael Jordan. Henry Ford juga menegaskan, "Coming together is a beginning, staying together is progress, and working together is success." Kunci kolaborasi adalah trust, dan kunci trust adalah integritas. Jadi, integritas adalah fondasi lompatan inovasi.

 

Kelima, excellent innovation didasari motivasi kuat untuk terus memberikan solusi. Artinya, ingin selalu memberi manfaat untuk perubahan. Aktif bersentuhan dengan realitas membawa kita makin memahami kompleksitas masalah. Kata Mochtar Riady, kita tak cukup tahu pohon tapi harus tahu hutan. Artinya kita harus pahami ekosistem dan kemudian kita perkuat complex poblem solving.  Namun semua itu harus didasari kepedulian dan rasa tanggung jawab sosial. Artinya excellent innovation adalah juga tentang hati.

 

IPB adalah kampus inovasi. Juga tahun 2020 adalah kampus terbaik di Indonesia. Orang fixed mindset melihat kesuksesan adalah sekedar merebut superioritas, dan melihat kita lebih hebat dari yang lain. Mereka tidak melihat usaha sebagai faktor penting. Tapi orang growth mindset melihat kesuksesan adalah," when you work your hardest to become your best ", kata Carol.

 

Staying on top adalah mimpi kita. Kemampuan bisa membuat kita menuju puncak, tapi karakterlah yang akan mampu menjaga kita tetap di puncak, kata John Wooden, pelatih basket top Amerika. " Be more concerned with your character than with your reputation. Your character is what you really are while your reputation is merely what others think you are ", tegas Wooden. Semoga kita selalu staying on top dengan moto inspiring innovation with integrity. Amin Ya Rabbal Alamin.

 

Pullman, 1 Januari 2021

Lompatan Menjadi Bangsa Besar

Charles Darwin pernah mengatakan bahwa yang bisa bertahan bukan semata yang terkuat dan terpintar, namun yang responsif terhadap perubahan. Kini kita hidup di alam perubahan yang begitu cepat, diiringi dengan ketidakpastian dan kompleksitas yang amat tinggi. Lihat saja tahun 2020, di saat kita baru mulai menyadari arus besar Revolusi Industri 4.0, tiba-tiba pandemi Covid-19 datang secara tak terduga. Pandemi Covid-19 telah menjadi sumber ketidakpastian baru: kapan kerja akan kembali normal dan kapan sekolah buka secara luring sebagaimana biasanya? Ketidakpastian ini telah berdampak secara ekonomi, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Ketidakpastian pada akhirnya telah menjadi ketidakpastian global. Artinya, semua negara berada dalam situasi yang sama, sehingga siapa yang paling responsif maka dialah yang akan bertahan. Bagaimana agar Indonesia tergolong tidak saja bertahan pada 2021, tetapi juga menjadikan 2021 sebagai momentum kebangkitan baru?

 

KEKUATAN INOVASI

 

Pandemi Covid-19 telah membawa dunia pada sebuah krisis besar. Namun demikian, pada umumnya setiap krisis ternyata menghasilkan lompatan-lompatan inovasi baru. Saat Krisis Perang Dunia kedua telah ditemukan komputer yang pertama kali, disertai mesin jet pesawat, obat penisilin, dan radar. Pertanyaannya, lompatan inovasi apa lagi yang akan muncul pada saat krisis Covid-19 sehingga menjadi tonggak baru perubahan dunia?

 

Dalam Indeks Inovasi Global 2020, Indonesia berada  di urutan ke 85. Di Asia tenggara, posisi Indonesia di bawah Singapore, Malaysia, Vietnam, Thailand, Philipina, dan Brunei. Artinya di Asia Tenggara saja Indonesia jauh tertinggal. Apakah mungkin tahun 2021 Indonesia akan menyodok ke posisi 3 besar di Asia Tenggara? Apakah Indonesia akan berhasil melakukan lompatan-lompatan inovasi sehingga Indonesia benar-benar menjadi negara yang berpengaruh di dunia?

 

Ada sejumlah syarat lompatan-lompatan inovasi itu berhasil dilakukan. Pertama, lompatan inovasi mensyaratkan kekuatan “future practice” atau “next practice”. Ini akan menjadi kekuatan disrupsi, sebagaimana Rhenald Kasali sering ungkap. Bila kita secara kompak memiliki orientasi baru untuk terus menghasilkan “future practice” maka kita lah yang akan menjadi penentu kecenderungan perubahan. Jack Ma telah hadir dengan Alibaba-nya dan menjadi penentu kecenderungan global. Padahal 10 tahun lalu Jack bukan siapa-siapa. Mark Zuckerberg dengan Facebook-nya telah membuat dunia semakin berjejaring. Lalu Steve Chan, Chad hurly, dan Jaweed Karim menerobos batas kelaziman bisnis media dengan Youtube nya. Kini semua orang bisa menjadi artis, penyanyi, pelawak, presenter, dan tokoh hanya melalui Youtube. Bisnis media tak lagi perlu konten. Inilah yang mendisrupsi media televisi. CNN, NHK, dan BBC tak lagi bersaing, tapi mereka sama-sama menghadapi saingan baru yang sama sekali bukan media televisi, yaitu Youtube. Mereka lah contoh yang sukses menjalankan “future practice”, yang tentu selalu diiringi dengan kreativitas tinggi.

 

Masalah saat ini  adalah bahwa pada umumnya masyarakat masih berorientasi pada “best practice”, bukan “future practice”. Artinya kita masih asyik meniru orang lain. Saat berbuat, kita selalu mencari rujukan dulu dan tidak berani melangkah manakala rujukan tidak ada. Kuatnya orientasi pada “best practice” hanya akan menjadikan kita sebagai pengikut selamanya. Akibatnya, kalaupun kita maju maka kemajuan kita akan selamanya di bawah bayang-bayang orang lain yang menjadi rujukan.

 

Kedua, “future practice” hanya hadir di kalangan orang-orang yang memiliki “Growth Mindset”, dan bukan fixed mindset. Istilah “growth mindset” dipopuperkan oleh Carol S.Dweck (2007). Orang yang memiliki “growth mindset” selalu sadar bahwa dunia telah berkembang dan berubah sehingga tidak ada kata lain selain harus ikut berubah. Baginya tidak ada istilah gagal. Kegagalan akan dijadikannya bahan pembelajaran berikutnya untuk tumbuh berkembang. Sebaliknya orang yang memiliki fixed mindset selalu menganggap kegagalan adalah batas kemampuannya. Orang dengan “Growth Mindset” yakin bahwa dirinya mampu mengubah dirinya sendiri, dan selalu ingin mencoba dengan hal-hal baru. Sebaliknya orang dengan “fixed mindset”, akan fokus pada keterbatasannya, dan kemampuan setiap orang dianggapnya fixed. Orang dengan “growth mindset” hidup penuh pikiran positif dan optimisme. Sebaliknya orang dengan “fixed mindset” hidup penuh dengan pikiran negatif dan pesimisme.

 

Ketiga, “Growth mindset” umumnya dimiliki oleh orang yang tergolong “agile learner”, pembelajar yang lincah, cepat, dan tangkas. Hari ini yang diperlukan bukan sekedar pembelajar, tapi pembelajar yang cepat, lincah, dan tangkas. Orang yang bertahan dan mampu merespon perubahan adalah orang-orang yang selalu cepat belajar sehingga mudah beradaptasi dengan lingkungan baru manapun. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada tahun 2030. Namun dengan berbekal sebagai “agile learner” maka kita akan cepat beradaptasi.

 

Keempat, tiga kata kunci di atas (future practice, growth mindset, agile learner) dapat dikembangkan melalui peran perguruan tinggi (PT). PT yang berorientasi pada lompatan inovasi harus terlebih dahulu diperkuat para mahasiswa dan dosennya yang bercirikan tiga kata kunci tersebut. Oleh karena itu, untuk menuju titik itu, tidak ada cara lain bagi PT selain melakukan perombakan kurikulum dan menciptakan ekosistem baru yang kondusif bagi tumbuhnya tiga kunci di atas.  Dengan kata lain, lompatan-lompatan inovasi sebagai penentu sejarah baru dunia akan sangat tergantung pada kekuatan PT. PT hebat akan menghasilkan inovasi hebat. Bisa jadi rendahnya kita dalam indeks inovasi global juga menjadi cerminan peran PT yang belum maksimal, atau belum dimaksimalkan.

 

Fakta membuktikan bahwa bangsa hebat ditentukan oleh lompatan inovasi yang hebat. Dan inovasi hebat akan  ditentukan PT yang hebat. Karena itu, untuk menjadi bangsa hebat maka pembenahan dan penguatan PT adalah mutlak.

 

OPTIMISME

 

Apakah kita bisa menjadi bangsa hebat? Bangsa kita masih terus dihantui dengan beban masa lalu sebagai bangsa yang terjajah selama tiga setengah abad. Seolah-olah beban masa lalu akan terus mewarnai sikap keseharian kita yang merasa inferior, minder, dan tidak percaya diri. Padahal Bung Karno dan Angkatan 45 telah memberi contoh bahwa kita bisa bangkit. Proklamasi Kemerdekaan adalah bukti bahwa kita lah penentu nasib masa depan bangsa ini. Kita tidak beri cek kosong kepada siapapun untuk menentukan masa depan bangsa ini. Bahkan pendiri Republik ini telah memberi contoh dan teladan bahwa kita bisa bangkit dan menjadi pemimpin dunia. Konferensi Asia Afrika dan KTT Non Blok adalah bukti inferioritas telah kita pupus, dan kita benar-benar menjadi negara yang berpengaruh di dunia. Pertanyaan berikutnya adalah 100 tahun ulang tahun kemerdekaan pada 2045 nanti, bangsa kita akan menjadi seperti apa?

 

Kata pepatah, mimpi itu gratis. Keberanian untuk bermimpi akan menentukan masa depan kita. Apakah kita berani bermimpi bahwa pada tahun 2045 kita menjadi bangsa nomor 1 di dunia? Sama-sama bermimpi mestinya kita bermimpi maksimal sebagaimana Bung Karno ucapkan,” Bermimpilah setinggi langit. Jika Engkau jatuh, Engkau akan jatuh diantara bintang-bintang”.

 

Bermimpi menjadi nomor satu di dunia bukanlah khayalan. Apa yang membedakan kita dengan bangsa-bangsa maju, seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Korea Selatan? Sebenarnya tidak ada bedanya. Mereka hidup 24 jam dengan dua mata, dua telinga, dua kaki, dan dua tangan. Bahkan secara ekonomi Korea Selatan pernah setara dengan Indonesia pada tahun 1960 an. Bedanya ada pada tiga hal: visi, strategi, dan eksekusi. Karena itulah mimpi besar harus diikuti dengan lompatan visi yang jauh ke depan dan adaptif terhadap perubahan, disertai dengan strategi yang jitu, dan eksekusi yang cepat-tepat. Hari ini ketepatan tidak cukup, tetapi perlu kecepatan.

 

Pandemi Covid-19 membuat semua negara seolah sama kondisinya. Pada titik start yang sama ini, kemudian tergantung pada siapa yang lebih cepat lagi untuk berlari. Kecepatan kita berlari sangat tergantung dari visi, strategi, dan eksekusi. Kita perlu fokus pada tiga kunci ini.

 

Optimisme ini harus terus kita bangun. Optimisme adalah energi positif untuk membawa kita keluar dari krisis dan energi menemukan masa depan. Saatnya kita sudahi energi negatif yang masih subur pada tubuh bangsa ini. Kekompakan dan kebersamaan adalah modal penting untuk kemajuan. Tak terbayangkan bila itu semua diperkuat dengan spirit “growth mindset” dan orientasi “future practice”, maka kita akan kaya inovasi, dan ini akan menjadi sumber inspirasi untuk terus berinovasi lagi. Inovasi yang berkelanjutan ini adalah modal penting menjadi negara hebat.

 

Apa yang akan terjadi pada tahun 2045? Kita benar-benar tidak tahu. Namun Abraham Lincoln mengingatkan kita bahwa cara terbaik untuk memprediksi masa depan adalah dengan menciptakannya. Selama 25 tahun mendatang kita harus benar-benar berbenah. Indonesia 2045 akan sangat tergantung dari apa yang kita ciptakan hari ini. Karena itulah harus ada tonggak inovasi baru pada 2021.  Indonesia 2021 adalah penentu Indonesia 2045.

 

Los Angeles, 21 Desember 2020

5 Pesan Rektor IPB

Ada 5 pesan dan harapan saya pada alumni IPB pada Forum Silaturahmi Alumni (FSA) IPB, 19 September 2020.

 

Pertama, Alumni IPB harus kompak, solid, saling membesarkan, dan jangan ada konflik yang tidak perlu di media sosial. Ingat pepatah Jawa “kalah wirang menang orang kondang” yang artinya kalah malu dan menang tidak dapat apa-apa.

 

Kedua, Alumni IPB harus percaya diri dan bangga pada almamater. Kita harus bangga dengan karya almamater kita. Banggalah dengan apa yang kita miliki dan kita capai. Nampaknya bagi mereka yang inferior, seolah kita ditakdirkan sebagai follower dan tertinggal selamanya. Tidak ada keberanian untuk menjadi yang terdepan. Inilah ciri-ciri mental inferior yang harus kita pupus.

 

Ketiga, Alumni IPB harus menjadi pelopor pembangunan Agro-Maritim 4.0. Pandemi Covid-19 adalah momentum untuk menunjukkan pada dunia bahwa sector agro-maritim adalah solusi. Sektor ini yang masih tumbuh positif, dan karenanya harus kita wujudkan kemandirian pangan. Jaringan alumni IPB merupakan asset bangsa untuk menunjukkan hal tersebut.

 

Keempat, Alumni IPB harus menjadi sumber terbaik inovasi dan inspirasi. Dunia terus berubah. Inovasi kita juga harus tumbuh dan berubah. Mari terus berinovasi dengan daya manfaat yang lebih besar lagi. Kuncinya adalah kreativitas, future mindset, kolaborasi, dan berani bermimpi. Mimpi besar akan menghasilkan inovasi besar. Tebarlah selalu inspirasi. Jadikan pertemuan dan silaturahmi sebagai arisan inspirasi. Inspirasi akan membuat kita optimis dan percaya diri.

 

Kelima, Alumni IPB harus menjadi bagian dari masa depan. Kata Abraham Lincoln, “the Best way to predict the future is to create it”. Menciptakan masa depan hari ini hanya bisa terjadi kalau kita punya inspirasi dan inovasi. Keduanya berasal dari sebuah mimpi. Mimpi tidak lah muncul saat kita tidur, tapi saat kita sadar. Untuk menjadi bagian dari masa depan kita harus fokus pada future practice dan bukan semata best practice. Fokus pada future practice akan menjadikan kita leader dan penentu perubahan. Sebaliknya fokus pada best practice hanya menjadikan sebagai follower semata.

 

Mengapa kita selalu menjadi follower dari bangsa lain? Karena kita tidak pernah berpikir tentang future practice. Karena kita tidak percaya diri dan tidak optimis untuk menemukan masa depan kita sendiri. Ingat bangsa maju berisi orang-orang yang hidup 24 jam, punya 2 mata, 2 telinga, 2 tangan, dan 2 kaki persis seperti kita. Apa bedanya dengan kita? Bedanya pada Visi, Strategi, dan Eksekusi yang adaptif terhadap perubahan. Era sekarang memerlukan agility, kecepatan, dan kreativitas. Kita butuh mindset baru dan cara baru untuk bergerak akurat dan cepat. Masa depan sulit dilihat dengan kacamata masa lalu.

 

Oleh karena itu Himpunan Alumni IPB dan IPB harus bersama-sama memperkuat para mahasiswa dan alumni IPB untuk memiliki 3 future skills tersebut: Visi, Strategi, dan Eksekusi, dengan penuh optimis dan percaya diri. Kita perkuat skill leadership, technopreneurship, dan sociopreneurship dalam integrasi kurikulum akademik dan kemahasiswaan. Kita akan hadirkan calon-calon pemimpin bangsa dari kampus terbaik ini. Yakni calon pemimpin yang optimis menjadikan bangsa ini selalu terdepan. Salam Satu Hati Satu IPB.

 

19 September 2020

Iman dan Imun: Tiga Pembelajaran Penyintas Covid-19

'Terpilih' menjadi bagian dari penyintas (survivor) covid-19 tentu bukanlah hal yang saya harapkan. Namun saya bersyukur, karena barangkali begitulah caraNya agar saya punya kesempatan belajar hal baru, termasuk introspeksi diri. Paling tidak ada tiga catatan pembelajaran yang dapat saya bagikan sebagai penyintas Covid-19.

 

Pertama, ketahanan spiritual. Ibnu Sina mengatakan, “kepanikan adalah separoh penyakit, ketenangan adalah separo obat, dan kesabaran adalah langkah awal kesembuhan”. Karena itu, pertanyaannya : apa yang menjadi sumber ketenangan?

 

Mengingat Allah adalah sumber ketenangan hati (QS Arra’d: 28) dan dalam QS Al-Baqarah 152 Allah juga berfirman, “Karena itu ingatlah kepadaku, niscaya aku akan ingat kepadamu”. Mengingat Allah berarti semakin mendekatkan diri: dzikir, sholawat, tadarus Al-Quran, mendengarkan ayat-suci Al Quran, beribadah dan doa secara total. Ingat, Al Quran adalah juga sumber syifa atau “obat” dalam arti luas, sebagaimana firmanNYA, “Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi syifa’ dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”(QS. Al Isra’: 82).

 

Mendekatkan diri adalah membangun keikhlasan dan membangun prasangka baik, termasuk melihat cobaanNYA ini sebagai momentum perbaikan diri. Yakni, momentum menjadi pribadi yang berkualitas yang sabar, rendah hati, peduli, dan menjadi hamba yang lebih baik.

 

Kekuatan iman mendatangkan kemampuan mengambil hikmah setiap cobaan. Ingat janji Allah bahwa bersama kesulitan pasti ada kemudahan (QS 94:5-6). Kekuatan iman akan mendatangkan prasangka baik. Prasangka baik kepada Allah adalah sumber ketenangan, dan ketenangan adalah sumber peningkatan imun, dan imun adalah pertahanan terbaik menghadapi penyakit. Karena itu, berprasangka baiklah kepada Allah karena Allah akan berkehendak sesuai prasangka hambanya.

 

Kedua, ketahanan interpersonal. Saya menyatakan secara terbuka bahwa saya positif terkenan Covid-19, untuk memudahkan tracing dan meminimumkan risiko menularnya ke orang lain. Setelah informasi meluas, doa terus bergema. Yang pokok adalah doa orang tua dan keluarga yang memiliki ketulusan khusus. Begitu pula peran para sahabat dalam: (a) mengirimkan doa dan semangat, (b) mengirimkan tips pengobatan, dan bahkan banyak yang (c) membantu obat-obatan.

 

Komunikasi interpersonal yang baik menjadi sumber kebahagiaan. Sebaliknya, komunikasi interpersonal yang buruk akan menjadi energi negatif yang menguras emosi yang bisa menurunkan imun. Cinta tulus tak bersyarat para sahabat melalui doa dan atensi adalah energi positif yang menciptakan ketenangan, semangat baru, dan optimisme kesembuhan yang bisa memperkuat imun.

 

Ketiga, ketahanan fisik, yang bisa muncul dari ketahanan spiritual dan interpersonal di atas. Namun demikian ketahanan fisik juga harus diperkuat dengan tindakan medis. Rumah sakit (RS) memiliki standar obat-obatan anti Covid-19 berupa paket multi vitamin C-D-E & zinc, obat-obatan termasuk antibiotik, makanan bergizi dan obat kumur, yang sebagian besar ditujukan peningkatan imun. RS melakukan pemantauan rutin suhu, tekanan darah dan saturasi.

 

Siapapun yang dinyatakan positif sebaiknya dibawa ke rumah sakit untuk diagnosis: paru-paru, darah, dan sekaligus deteksi kemungkinan ada penyakit sampingan yang akan berpengaruh untuk strategi pengobatan Covid-19.

 

Selain itu, saya mengkonsumsi obat-obatan herbal berbagai merk, propolis, permen Cajuput kayu putih inovasi IPB, madu, jahe merah, dan setiap saat menghirup aroma minyak kayu putih baik dengan euca roll on, maupun menghirup uap air panas yang ditetesi kayu putih. Saya juga mengkonsumsi air Zam Zam. Banyak juga yang mengirimkan ramuan herbal lainnya tak bermerk, yang sebagian saya konsumsi ketika sudah mengetahui kandungannya. Semua konsumsi obat herbal perlu kita konsultasikan ke dokter.

 

Jadi, kunci menghadapi Covid-19 adalah imun, dan peningkatan imun bisa terjadi karena penguatan ketahanan spiritual, interpersonal, dan fisik.

 

Tulisan ini tidak berpretensi sebagai analisis faktor kesembuhan. Tulisan ini adalah sekedar cerita dan refleksi apa yang saya lakukan dan alami selama 6 hari perawatan di RS ini, yang Alhamdulillah kemudian dinyatakan sembuh setelah uji swabnya negatif. Mari kita terus saling mendoakan semoga sehat selalu sehat walafiat. Semoga bermanfaat.

 

Sentul, 26 September 2020

Usia, Syukur, dan Foot Print

Semua hari itu penting. Namun hari ini terasa lebih penting karena menjadi momentum untuk semakin mengetahui bahwa usia bertambah yang berarti kesempatan hidup makin berkurang. Karena itu tak ada jalan lain selain membuat hidup harus makin berarti.

 

Apa itu hidup berarti? Hidup berarti adalah  meningkatnya satuan output dan impact per satuan waktu dalam hidup kita. Impact pada siapa? Tentu pada sesama dan alam semesta. Hidup berarti adalah hidup yang bermanfaat untuk orang lain karena kata Nabi: khoirunnaas anfa'ahum linnaas, yang artinya sebaik2 manusia adalah yang bermanfaat buat sesama. Lagu Anugerah  yang kuciptakan beberapa tahun lalu mengisahkan tentang hal tersebut, tentang  renungan pertambahan usia.

 

Agar hidup berarti, maka sisa hidup harus disyukuri dengan memperbanyak foot print atau jejak-jejak kaki yang memiliki impact lebih besar dimana pun kita berada dan dalam posisi apapun. Semakin banyak bersyukur maka nikmat akan bertambah (QS Ibrahim 7).

 

 

 

Mengapa nikmat bertambah, karena mestinya  semakin bersyukur berarti kita semakin mendayagunakan anugerah iman, akal, fisik, dan anugerah kemerdekaan untuk mengemban misi rahmatan lil alamin, membawa rahmat bagi seluruh alam. Bersyukur adalah kerja menghasilkan karya untuk kelebihbaikan.

 

Bersyukur adalah ikhtiar

 

produktif. Semakin produktif dengan ide dan karya yang menginspirasi orang lain akan meningkatkan multiplier effect dari produktivitas kita. Inilah asal muasal kemajuan. Kemajuan akan tercipta mana kala semua orang membuat foot print yang menyejarah dan menginspirasi, yang berdampak pada munculnya  foot print-foot print baru yang terus menggelinding ibarat bola salju yang makin membesar dan membesar. Akhirnya kita pun merasakan nikmat dari hasil foot print-foot print orang lain yang terus menggelinding dan membesar tersebut. Disinilah, kita makin menyadari bahwa semakin banyak memberi maka akan semakin banyak menerima. Bagi kita, semakin banyak mengamalkan ilmu maka akan bertambah ilmu kita. Tentu premis ini mensyaratkan mentalitas pembelajar bagi orang berilmu. Orang berilmu tidak statis tapi dinamis karena terus belajar dan belajar mencari ilmu.

 

Kemajuan itu takdir, dan takdir kemajuan terjadi karena sebuah proses dari kerja akal kita yang merupakan anugerah Allah SWT. Allah SWT itu Maha Berkehendak dan apapun bisa terjadi kalau Allah mengatakan Kun Fayakun. Namun Allah pada saat yang sama juga menghargai proses, itulah yang disebut Sunatullah. Man jadda wajada, barangsiapa bersungguh-sungguh maka akan mendapatkan kemajuan. Kemajuan adalah hasil sebuah proses kerja akal budi dan nurani kita.

 

Proses kerja adalah kontekstual. Ada dimensi ruang dan waktu yang harus diperhitungkan. Karena konteks zaman dulu berbeda dengan sekarang. Karena itu kekuatan syukur kita juga sangat tergantung pada pemahaman kita tentang konteks zaman baru ini. Pemahaman yang baik tentang konteks kekinian mestinya  membuat proses kerja sebagai tindakan syukur kita lebih memberikan impact yang makin berarti. Disinilah kita akan punya andil pada kemajuan. Kita akan punya andil pada perubahan. Kita akan punya andil pada munculnya sejarah baru dan peradaban baru. Inilah mimpi kita bersama. Yaitu, menjadi rahmat bagi seluruh alam, yang dalam bahasa kekinian artinya menjadi trend setter perubahan.

 

Sekali lagi, pertambahan usia harus kita maknai sebagai pertambahan produktivitas dan impact dari tindakan syukur kita. Semoga dengan pertambahan usia, maka hidup kita makin berarti. Dan semua hasil dari tindakan syukur kita yang berarti  ini akan menjadi bekal penting ketika suatu saat kita harus berjumpa kehadirat Allah Swt sebagai bentuk pertanggungjawaban atas atas nikmat dan anugerah dunia yang luar biasa ini.

 

Renungan kecil ini kita tutup dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :

“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu),” (HR. At-Tirmidzi dari jalan Ibnu Mas’ud z. Lihat Ash-Shahihah, no. 946).

 

Goettingen, 17 September 2019

kpunbvrw

[url=http://propranolol.cfd/]propranolol over the counter uk[/url]

twqwiojd

[url=https://propranolol.cyou/]propranolol 10mg[/url]

95y016

levitra tab 20mg [url=https://lomitaotate.com]vardenafil 20 mg[/url] generic levitra vardenafil levitra original 20mg levitra 10mg sale levitra cost

FUTURE MINDSET DAN PELOPOR INOVASI

Saat sambutan Dies Natalis IPB ke 58, Presiden Joko Widodo meminta IPB untuk menjadi pelopor inovasi. Beliau sadar betul bahwa kemajuan sebuah bangsa hanya terwujud ketika ada kemajuan inovasi. Hasil studi juga membuktikan bahwa Global Innovation Index (GII) berkorelasi positif dengan PDB/Kapita suatu negara: semakin tinggi PDB/kapita suatu negara maka semakin tinggi nilai GII nya. Karena itu sangatlah mudah menebak apakah suatu negara akan maju pesat ekonominya atau tidak. Lihat saja perkembangan inovasi di dalamnya. 

Ketika iklim inovasi kondusif, dan aneka inovasi bermunculan secara konsisten, maka sudah dapat diduga ada harapan bahwa bangsa tersebut akan menjadi bangsa besar. Sebaliknya kita juga bisa menduga sebuah bangsa yang iklim inovasinya tidak kondusif dan tidak ada lompatan-lompatan inovasi, maka sulit masuk akal untuk mengatakan bahwa bangsa tersebut akan cepat maju. Dengan demikian inovasi bisa menjadi indikator paling mudah tentang prospek sebuah bangsa di masa depan.

Pada saat Pidato Dies Natalis IPB tersebut, saya kembali menggarisbawahi permintaan menjadi pelopor inovasi. Namun, saya berangkat dari pemahaman terhadap tiga disrupsi yang kita alami dalam waktu bersamaan, yaitu perubahan iklim, revolusi industri 4.0, dan pandemi covid-19. Disrupsi ini telah membuat kegamangan global. Ini adalah hal yang sama sekali baru dan belum pernah terjadi sebelumnya. Tidak ada pengalaman untuk menghadapi ketiga disrupsi ini. Semua bangsa sedang belajar.

Karena itu tidak berlebihan bila dikatakan bahwa ketiga disrupsi ini membuat kita berada dalam satu garis start bersama semua negara. Karena berada dalam satu garis start, maka siapa yang cepat berlari  akan memenangkan pertarungan.

 Persoalannya apakah kita bisa cepat berlari mengalahkan kecepatan negara lain yang juga pasti akan berlari? Apakah kondisi fisik kita seprima fisik negara-negara maju? Apakah pengalaman masa lalu akan menentukan kecepatan kita berlari hari ini dan masa depan?  

Kita mungkin berpandangan bahwa meski masa depan yang kita hadapi sama sekali baru, namun harus diakui bahwa pengalaman masa lalu tetap berpengaruh. Seperti, negara maju didominasi petani 3.0, dan negara berkembang didominasi petani 1.0. Maka jarak menuju 4.0 lebih dekat dari 3.0 daripada 1.0. Artinya lebih mudah bagi petani negara maju untuk menjadi 4.0 dari pada petani negara berkembang.

Namun perhitungan matematika sederhana tersebut kadang tidak berlaku di era disrupsi ini. Buktinya, Nokia yang sudah sangat mapan dan punya bekal masa lalu yang kuat ternyata dalam waktu yang cepat kalah sama Apple dan Smartphone berbasis android lainnya yang sama sekali tidak punya masa lalu. Disrupsi ini mengajarkan kita bahwa yang menentukan adalah kecepatan belajar (learning agility) dan bertindak dalam merespon perubahan. Bila petani 3.0 memiliki kecepatan belajar yang lebih rendah dari petani 2.0 maka petani 2.0 bisa menyalip dan sampai lebih cepat sebagai petani 4.0. Tak selamanya yang besar itu akan bertahan, dan tak selamanya yang kecil itu selalu marjinal. Sekali lagi, semua tergantung dari kecepatan belajar dalam merespon perubahan.

Kecepatan belajar ini adalah soal mindset. Studi McKinsey menunjukkan bahwa faktor utama prestasi akademik siswa di 72 negara ternyata bukan faktor guru, orang tua, sekolah, melainkan mindset siswa itu sendiri. Mindset siswa yang diiringi motivasi kuat serta kepercayaan diri yang tangguh akan berpengaruh pada kecepatan belajar.

 Orang yang memiliki kecepatan belajar umumnya optimis, kreatif, dan penuh imajinasi. Karena itu, kecepatan belajar ini merupakan modal penting bagi seorang pelopor inovasi. Mengapa ? 

Karena tugas pelopor inovasi adalah menciptakan hal baru (future practice) yang memerlukan sikap keingintahuan yang tinggi, sehingga belajar, berpikir, mencoba, dan berimajinasi adalah hal yang selalu dilakukan. Inovasi baru hanya bisa ditemukan dengan landasan optimisme dan keberanian melangkah. Mengapa perlu keberanian? 

Tentu karena inovasi adalah langkah perubahan, dan setiap perubahan membawa implikasi. Seseorang bisa menjadi pelopor inovasi kalau percaya diri dan siap dengan resiko atas hasil inovasinya.

Setiap orang bisa menjadi pepolor inovasi, karena setiap orang dianugerahi modal dasar yang sama: jiwa raga dan waktu. Karena perbedaan sebenarnya hanya soal kemampuan mengelola jiwa raga melalui proses belajar, dan kecepatan merebut waktu melalui kecepatan belajar. Namun kemampuan tersebut sangat tergantung pada kemauan (willpower), dan kekuatan kemauan umumnya ditentukan oleh mindset. Karena itu, mindset menjadi kunci. Mindset yang bagaimana yang menjadi kunci? Yakni mindset masa depan 
 (future mindset). 

Mindset masa depan adalah kerangka pandang, keinginan dan dorongan diri untuk menjadi bagian dari masa depan dengan mempersiapkan diri termasuk berinovasi yang berorientasi pada future practice. Seperti kata Peter Fisk dalam tulisannya berjudul Winning with a Future Mindset, orang yang memiliki future mindset terus mencoba memahami bahwa perubahan dunia telah berjadi begitu cepat sehingga sadar perlunya visi baru. Mereka juga selalu menginspirasi orang lain dengan optimisme dan lebih fokus pada peluang, bukan resiko. Mereka adalah future hacker, atau peretas masa depan, yang terus berkelana menemukan masa depan yang lalu diterjemahkan ke dalam langkah-langkah dari mulai ide, percobaan, dan pemanfaatan sumberdaya yang ada. 

Mindset masa depan umumnya dimiliki seorang inovator atau ideas connector, kata Peter. Merujuk pada kata-kata mutiara Da Vinci bahwa inovasi adalah tentang membuat hubungan-hubungan yang tidak biasa, yaitu menghubungkan orang baru, mitra baru, kemampuan baru, dan ide baru. Singkat kata yang punya mindset masa depan umumnya visioner, penuh ide, optimis, berani, kreatif dan inovatif.

Jadi mindset masa depan dan pelopor inovasi adalah seperti dua sisi mata uang. Para pelopor inovasi adalah pemilik mindset masa depan. Mereka tidak takut perubahan, namun justru ingin menjadi trend setter perubahan.  Mereka inilah yang tidak ingin ketinggalan di masa depan, namun justru ingin menjadi bagian dari masa depan, dan bahkan ingin menciptakan masa depan. Karena itu, kita harus mulai melangkah untuk itu, meretas masa depan.

Bogor, 4 September 2021 
(dimuat di Media Indonesia,  6 September 2021)
https://m.mediaindonesia.com/opini/430799/future-mindset-dan-pelopor-inovasi

PAK MATTJIK: HIDUP HARUS BERUBAH!

"Pak Rektor, semua aman-aman saja kan?"

Itulah kalimat yang selalu Prof Dr Ahmad Ansori Mattjik (Pak Mattjik) sampaikan manakala beliau masuk ke ruang kerja saya di gedung rektorat IPB. Dalam kesibukannya, beliau selalu menyempatkan diri untuk mampir, meski hanya sekedar menyapa. "Pak Mattjik, saya butuh masukan dan bimbingan Bapak", itu pula kalimat yang selalu saya sampaikan. Silaturahmi spontan 5-10 menit itu, sungguh telah mampu menciptakan energi yang besar buat saya.

Sampai pada satu waktu, saat saya sedang berpikir keras tentang urgensi melakukan perubahan kurikulum IPB untuk merespons era disrupsi dan revolusi industri 4.0. beliau hadir mengetuk pintu silaturahmi. Seolah tak ingin kehilangan kesempatan istimewa tersebut, saya pun menyampaikan bahwa nampaknya IPB perlu mengevaluasi kurikulum mayor-minor dengan mencoba menawarkan perubahan kurikulum baru sesuai dengan tantangan hari ini dan masa depan. Sebagai arsitek kurikulum mayor-minor, rasanya sangat tepat jika saya meminta pendapat beliau tentang rencana perubahan tersebut. Diskusipun mengalir hangat, ibarat komunikasi anak dan bapaknya. "Saya sangat setuju adanya terobosan baru untuk menyesuaikan dengan keadaan. Kebijakan mayor-minor cocok di masa lalu, namun perlu disesuaikan dengan kondisi sekarang. Saya kira memang harus berubah. Jangan takut. Kita harus fokus melihat ke depan. Hidup harus berubah", jawab beliau atas lontaran pertanyaan saya. 

Beliau juga mengingatkan bahwa beban kuliah di IPB itu berat sekali. Dulu Pak Andi Hakim Nasution membuat kebijakan sarjana 4 tahun adalah pemadatan kurikulum lama S1 yang sebenarnya levelnya sudah setara magister. Kurikulum 4 tahun itu pun belum mengurangi muatan kuliah yang sebenarnya masih setara S2. Inilah yang sering membuat mahasiswa IPB ketika kuliah S2 di IPB mengatakan bahwa kuliah S1 lebih berat dari S2. Sehingga, beliau mendukung adanya kurikulum 2020 IPB. Jawaban beliau sungguh melegakan sekaligus semakin meneguhkan tekad akan pentingnya perubahan kurikulum yang harus segera dilakukan.

Hidup Harus Berubah!

Rupanya moto ini tidak saja disampaikan kepada saya, melainkan juga untuk beliau sendiri saat menjadi Rektor IPB 2002-2007. Banyak sekali terobosan baru yang beliau lakukan: restrukturisasi departemen, kurikulum mayor-minor, pembangunan botani square, perintisan IPB sebagai BHMN, pendirian Fakultas Ekologi Manusia, dan masih banyak lagi. Termasuk pengubahan Dharma wanita menjadi Agrianita dan pembangunan Agriananda, taman kanak-kanak untuk putra-putri dosen dan tenaga kependidikan. Karena itu capaian IPB hari ini tidak terlepas dari hasil sentuhan beliau pada masanya.

Di mata saya, beliau adalah sosok pribadi yang humble, terbuka atas ide-ide baru dan berorientasi pada masa depan. “Perubahan adalah keniscayaan”, tegas beliau, sehingga kita harus berani untuk selalu membuat terobosan-terobosan baru. Beliau sangat mengapresiasi terobosan penerimaan mahasiswa melalui jalur ketua OSIS. Beliau juga melontarkan ide akan pentingnya segera membuka sains data di FMIPA sebagai tantangan kebutuhan masa depan. Spirit yang terus coba beliau bangun makin meyakinkan bahwa meski usianya sudah 75 tahun, sebenarnya beliau masih tergolong muda karena ciri orang muda adalah orientasinya ke masa depan, bukan masa lalu.

Itulah Pak Mattjik. Pemimpin yang visioner, open mind, tegas,  hands-on, orientasi pada future practice, dan selalu pasang badan untuk melindungi anak buahnya. Ia juga mati-matian mempertahankan idenya dengan segala risiko yang ada. Berdebat dengan beliau harus logis, rasional, obyektif. Kini beliau telah pergi meninggalkan kita dengan berbagai peninggalan yang amat berharga: ilmu, spirit, keteladanan, dan segudang legacy yang menyejarah dan memberikan impact pada perubahan. Semoga ilmu dan karya-karyanya menjadi amal soleh, yang membuat pahala terus mengalir.

Dalam karya-karyanya tersimpan pesan kuat: Hidup Harus berubah!

 Sentul, 20 Mei 2021

(Arif Satria)

Kejernihan

Minal Aidin Wal Faizin. Atas nama pribadi, keluarga, dan IPB saya memohon maaf lahir dan batin. Semoga kita semua tergolong orang yang kembali kepada fitrah, yakni yang memiliki kejernihan multidimensi.

Pertama, adalah kejernihan personal, berupa kejernihan hati, pikiran, dan spiritual. Kejernihan hati tercermin dari keikhlasan kita memberi maaf kepada orang yang menzalimi kita, menolong orang yang tidak pernah menolong kita, dan menjalin silaturahmi dengan orang yang telah memutus silaturahmi. Inilah ciri kebesaran umat Nabi Muhammad SAW, yang hidup tanpa dendam dan prasangka. Kejernihan pikiran tercermin dari keterbukaan pikiran menerima ilmu pengetahuan dari siapa pun, yang menganggap setiap sudut semesta alam adalah sekolah dan setiap orang adalah guru. Ia adalah pembelajar sejati terhadap setiap fenomena alam dan sosial. Inilah sosok Ulul Albab sebagaimana QS Ali Imran:190.

Era Pandemi Covid-19 adalah momentum untuk melakukan refleksi dan mencoba menjadikan rumah dan halaman rumah adalah sekolah, dan setiap orang di sekeliling kita adalah guru. Inilah hakekat merdeka belajar. Disinilah pendidikan induktif berkembang, dan ilmu pengetahuan akan semakin tumbuh. Seiring dengan pendidikan induktif ini, maka kita sadar bahwa ilmu kita hanyalah seperti setetes air dari lautan samudera. Kesadaran inilah membuat kita terus belajar dan belajar. Mental pembelajar sejati inilah yang sangat diperlukan di era disrupsi. Hanya kaum pembelajar yang akan bisa adaptif terhadap perubahan. Namun konteks hari ini memerlukan tidak sekedar pembelajar melainkan pembelajar yang cepat, tangguh, dan tangkas.

Dengan menyadari bahwa posisi kita sebagai khalifah di muka bumi yang memiliki tugas membawa rahmat bagi seluruh alam, maka tugas sebagai pembelajar bukanlah sekedar mendapatkan ilmu, namun proaktif mengamalkan ilmu untuk perubahan yang lebih baik. Inilah pembelajar transformatif, yang ingin terdepan dalam menciptakan perubahan. Karena itu orientasi pada future practice melekat pada pembelajar transformatif itu. Orientasi pada future practice merupakan cerminan kita meniru sifat Allah dalam asmaul husna, yaitu Al Badii’, yang berarti maha pencipta. Bila kita meniru sifat Al Badii’ berarti kita punya tugas untuk selalu berinovasi. Inovasi inilah taruhan kemajuan bangsa.

Kejernihan spiritual adalah penguatan kesadaran akan kemahabesaran Allah SWT. Menghadapi virus corona saja, manusia sedunia semakin tampak rentan. Hanya karena satu makhluk hidup kecil ini membuat hidup sedunia terguncang. Artinya ilmu kita belum seberapa, dan mestinya membuat kita semakin rendah hati dan mengakui bahwa Allah Maha Berilmu. Inilah ciri Ulul Albab, yakni menyelaraskan pikir dan zikir. Bagi ulul albab, semakin kencang daya pikir maka akan semakin kencang pula daya zikirnya. Ini karena kencangnya daya pikir semakin menyadarkan makin luasnya ruang ketidaktahuan kita.

Kedua, adalah kejernihan sosial, yang dicirikan dari agregasi kejernihan personal. Ketika orang-orang baik dengan kejernihan personal berkumpul maka insya Allah kejernihan sosial akan tercipta. Kejernihan sosial direfleksikan dengan relasi-relasi sosial yang penuh nilai kemanusiaan dan rasa saling percaya. Tentu kita bersyukur bahwa Indonesia menempati posisi 10 dalam Indeks Kedermawanan Global (Global Giving Index) 2020.  Ini menunjukkan bahwa orang-orang Indonesia memiliki kepedulian sesama. Agregasi kejernihan personal membuahkan perilaku dermawan secara kolektif.

Wujud konkrit lainnya adalah kuatnya modal sosial, dengan komponen utama rasa saling percaya (trust) dan silaturahmi (network) yang berujung pada terciptanya high trust society, seperti kata Fukuyama. Dua komponen ini hanya terbangun oleh agregasi kejernihan personal, baik hati, pikiran, dan spiritual. Umumnya negara-negara maju memiliki modal sosial tinggi. Artinya, modal sosial adalah modal untuk kemajuan. Dalam suasana masyarakat yang penuh rasa saling percaya maka kolaborasi dan kreativitas akan semakin tumbuh berkembang, dan ini bisa mendorong tumbuhnya inovasi. Momentum pandemi ini mesti menjadi momentum untuk berinovasi agar keluar dari krisis.

Ketiga, adalah kejernihan institusional, yang tercermin dari kuatnya pedoman berperilaku untuk  memperkuat kejernihan personal dan sosial. Institusi adalah pengatur perilaku di semua bidang baik pendidikan, ekonomi, keluarga, politik, dan bidang lainnya. Bagi kampus maka wujud pengaturannya melalui good university governance. Bagi kampus, kejernihan institusional sangat penting untuk menjamin bahwa orang-orang di dalamnya memiliki kejernihan hati, pikiran, dan spiritual. Contohnya adalah bagaimana kampus mampu melembagakan aktivitas pembelajaran dan inovasi sehingga menghasilkan kaum pembelajar dan inovator tangguh. Juga, bagaimana kampus menciptakan ruang-ruang berbagi inspirasi. Namun pada saat yang sama terlembagakan pula upaya menumbuhkan budi luhur dan integritas.

Tentu kampus tidak hanya sampai pada menjaga kejernihan personal di atas, melainkan juga mendorong orang-orang di dalamnya mampu mentransformasikan kejernihan personalnya ke dalam kehidupan sosial sehingga tercipta tatanan sosial yang baik. Dan, tatanan sosial yang baik terus mengontrol perilaku orang agar tetap jernih. Jadi ada hubungan timbal balik antara kejernihan personal, sosial, dan institusional. Ketiga dimensi kejernihan tersebut bersifat interaktif dan dinamis. Pandemi Covid-19 ini telah merombak tatanan kehidupan dan bahkan menjadi titik masuk bagi konstruksi peradaban baru. Karena itu Idul Fitri 1442 H harus dimaknai bukan sekedar pencapaian kejernihan interpersonal melalui bermaafan dan silaturahmi virtual, tetapi merupakan pencapaian kejernihan multi dimensi. Karena pencapaian kejernihan multidimensi inilah merupakan jembatan emas menuju titik peradaban baru.

Bogor, 18 Mei 2021

Arif Satria

Kekuatan Kemauan

Kata pepatah orang bisa maju karena “3 K”, yaitu kemauan, kemampuan, dan kesempatan. Dari tiga “K” tersebut yang jamak disebut orang sebagai faktor tersulit adalah kesempatan, karena kesempatan seolah diluar kontrol kita. Sementara semua orang bisa dengan mudah memiliki kemauan dan kemampuan. Namun saya berpikir sebaliknya, bahwa yang paling menentukan adalah kekuatan kemauan (willpower). Berangkat dari kemauan yang kuat maka kemampuan dan kesempatan bisa diraih. Mengapa?

 

Derajat atau tingkat kemauan diukur dari sejauhmana seseorang memiliki growth mindset ataukah fixed mindset. Growth mindset adalah keyakinan bahwa kualitas dasar kita bisa kita tumbuh kembangkan melalui usaha, strategi, dan bantuan orang lain (Dweck, 2016). Orang tidaklah bersifat statis dan fixed, baik dari sisi potensi, bakat, kecerdasan, dan kompetensi. Sebaliknya orang bisa berubah dan perubahan tersebut sangat ditentukan mindset-nya. Jadi orang yang memiliki growth mindset pasti memiliki kemauan yang tinggi.

 

Dulu ada anekdot, bahwa saat wawancara mencari kerja di Amerika pertanyaan yang sangat menentukan adalah Anda kuliah dimana. Di Korea Selatan, pertanyaan utamanya adalah Anda anak siapa. Tempat dimana kuliah dan faktor keturunan dianggap sangat penting. Anekdot ini pun sudah dibantah oleh riset Thomas Stanley bahwa yang menentukan sukses bukanlah tempat kuliah di sekolah favorit karena faktor ini hanya berada di urutan ke 23.  Bahkan Stanley tidak menyebut keturunan sebagai faktor penting.

 

Studi terakhir Mc Kinsey terbaru di 72 negara juga menunjukkan bahwa faktor utama prestasi akademik seorang siswa bukan ditentukan oleh sekolahnya, orang tuanya, atau gurunya. Ternyata faktor terpenting adalah mindset siswa itu sendiri yang memperkuat motivasi dan kepercayaan diri. Guru dan orang tua tentu memiliki pengaruh bila mereka terus memberi inspirasi. Status guru pintar dan orang tua hebat tidak serta merta membuat seorang siswa otomatis akan ikut hebat. Seperti kata pepatah: guru rata-rata hanya bisa menyampaikan, guru yang baik bisa menjelaskan, namun guru yang hebat bisa menginspirasi. Menginspirasi adalah proses untuk membuat orang  lain tergerak untuk berpikir dan berbuat sesuatu yang penting.

 

Jadi, faktor kualitas pribadi sendiri yang menentukan kesuksesan, yang dimulai dari mindset. Ingat, bahwa banyak para alumni IPB yang sukses dari keluarga biasa-biasa saja. Namun mereka memiliki prestasi di SMA nya dikarenakan mindset dan karakternya yang sudah sangat kuat sejak dulu untuk menuju kemajuan.  Ini sejalan dengan riset Stanley yang mengatakan bahwa diantara 10 besar faktor sukses antara lain kejujuran, kedisiplinan, kemampuan mengelola hubungan sosial, kerja keras, mencintai pekerjaan dan kepemimpinan. Semua adalah faktor internal. Tentu mereka semakin kuat karena juga mendapat sentuhan pendidikan di IPB yang membuat mereka  memiliki karakteristik sebagaimana ditulis Stanley tersebut.

 

Namun, faktor IPB atau kampus lain hanya berada di urutan ke-23. Artinya tidak serta merta orang kuliah di sekolah favorit akan otomatis sukses. Semua tergantung dari pribadi masing-masing sejauhmana kekuatan mindsetnya. Nah, tugas kampus adalah bagaimana terus menciptakan ekosistem dimana mahasiswa akan semakin kuat mindsetnya untuk maju dan sukses, yang dalam bahasa Dweck (2016) memiliki growth mindset, atau berjiwa proaktif ala Stephen Covey, dan memiliki kebutuhan berperestasi ala David Mc Cleland, serta berciri pembelajar gesit (agile learner) ala IPB. Orang yang memiliki kemauan tinggi umumnya berciri memiliki growth mindset, sikap proaktif, dan kebutuhan berprestasi tersebut.

 

Inilah mengapa semua mahasiswa baru IPB wajib mengikuti pelatihan 7 habist of highly effective people agar mereka memiliki dasar menjadi lebih proaktif. Karena orang sukses adalah orang yang proaktif yang kekuatan pribadinya memiliki daya pengaruh keluar, dan bukan terus membiarkan pihak luar memberikan pengaruh dominan ke dalam. Kekuatan kemauan (willpower) akan sejalan dengan mindset. Kekuatan ini sangat dahsyat karena akan mampu mengubah kemampuan. Selama ini orang menganggap bahwa kemampuan identik dengan berbakat. Karena itu Seleksi masuk tim sepakbola nasional atau olah raga apapun biasanya didasarkan kepada kekuatan bakat semata. Mengapa kita tidak mencoba menciptakan seleksi-seleksi yang berbasis pada bakat dan mindset sekaligus?

 

Orang yang memiliki kemauan tinggi dilandasi growth mindset akan terus belajar dan belajar, berlatih dan berlatih, serta mempersiapkan strategi dengan amat matang. Prof Johannes Surya pernah bercerita bahwa ada seorang siswa dari Papua yang semula IQ nya di bawah 100, namun berkat strategi dan pembelajaran yang tepat dan penuh motivasi ternyata siswa tersebut bisa mengalahkan para juara olimpiade. IQ atau bakat kecerdasan tidaklah fixed.

 

Jadi dalam rumus matematika, kemampuan adalah fungsi dari kemauan. Saya punya pengalaman pribadi bahwa saya tidaklah berbakat menulis baik karangan puisi, maupun opini. Sejak SD, SMP, SMA, hingga mahasiswa selama 13 tahun tulisan saya selalu ditolak majalah anak-anak, remaja dan koran. Saya punya mimpi yang sangat kuat bahwa saya bisa menulis dan dimuat di majalah. Meski saya tidak berbakat saya terus berusaha latihan menulis dan menulis. Orang tua punya peran besar untuk terus memotivasi dan menginspirasi. Kemauan yang tinggi diikuti ketahanan semangat, ketekunan dan kesabaran akhirnya membuahkan hasil setelah berjuang selama 13 tahun.

 

Begitu dimuat di koran, kemauan untuk meningkatkan kualitas tulisan makin tinggi. Kemampuan terus diasah agar bisa dimuat di koran dan majalah nasional, bahkan akhirnya jurnal internasional hingga menulis buku internasional diterbitkan penerbit bergengsi di Eropa. Ini bukan karena bakat tapi karena kemauan tinggi yang diikuti usaha dan strategi. Bagaimana dengan kesempatan? Mestinya kesempatan juga merupakan fungsi kemauan. Ada tiga tipe orang melihat kesempatan.

 

Pertama, penunggu kesempatan. Orang fixed mindset selalui berpikir bahwa kesempatan datang dari luar dan tugas kita adalah sabar menunggu. Tipe ini akan terus menghadapi ketidakpastian. Kedua, adalah pencari kesempatan. Tipe ini lebih baik dari yang pertama karena ia selalu berusaha mencari kesempatan sehingga hidup akan penuh harapan disini kesempatan masih berada di luar pribadinya. Ketiga, adalah pencipta kesempatan, yang berarti ia tidak lagi tergantung orang lain mendapat kesempatan. Tipe ketiga ini hidupnya akan penuh kemenangan karena kesempatan selalu ada di ganggamannya. Bagaimana ciri orang tipe ketiga ini?

 

Orang yang berorientasi menciptakan kesempatan selalu dilandasi kemauan yang kuat, percaya diri, kreatif, penuh imajinasi, dan bisa berstrategi. Sebagai contoh, tahun 2010 Universitas Indonesia (UI) menciptakan UI Green Metric. Selama ini dalam perangkingan dunia, kita selalu mengacu pada QS dan THE, dua lembaga perangkingan dunia yang dikenal. UI mencoba menciptakan kesempatan baru dengan menjadikan dirinya sebagai lembaga perangkingan dunia dalam isu sustainability. Ini benar-benar langkah yang sangat dahsyat yang membuat semakin banyak perguruan tinggi di Indonesia masuk 100 besar dunia.

 

Prof Andi Hakiem Nasoetion Rektor IPB periode 1980an, tidak mau menunggu saja siswa-siswa berprestasi mendaftar melalui jalur tes, tetapi justru menjemput mereka melalui jalur undangan. Prof Andi adalah pencipta kesempatan. Banyak sekali contoh-contoh lain yang sifatnya individual. Banyak orang berminat menjadi artis terkenal dengan cara menunggu undangan manggung di televisi. Tapi kini banyak yang memanfaatkan youtube untuk tampil sebagai penyanyi, pemain film, pelawak, maupun host talkshow. Mereka tidak lagi tergantung kepada undangan pihak lain untuk mendapatkan kesempatan tersebut. Mereka ini bisa menciptakan kesempatan baru untuk kesuksesan dirinya. Jadi, menciptakan kesempatan sangat bergantung pada kemauan.

 

Oleh karena itu tugas kita adalah bagaimana meningkatkan jumlah anak-anak muda menjadi orang yang punya kekuatan kemauan. Disinilah penting menumbuhkan mimpi-mimpi tentang masa depan. Apa yang selalu ditanyakan guru-guru tentang cita-cita kita sewaktu kita kecil adalah awal membangun mimpi.

 

 

Tentu kita berharap mimpi anak-anak sekarang jauh lebih dahsyat. Kalau mimpi mereka dahsyat maka akan mendorong kemauan, dan kalau kemauan semakin menguat maka akan banyak kesempatan tercipta. Jadi, kemajuan  Indonesia adalah soal kekuatan kemauan.  Semoga 2021 adalah tekad baru untuk semakin maju.

 

Arif Satria

(Tulisan pernah dimuat di Kumparan.com Januari 2021)

Excellent Innovation

Saya mengucapkan selamat tahun baru 2021 kepada seluruh Civitas Akademika IPB. Semoga pengalaman 2020 menjadi bahan pembelajaran penting untuk penyempurnaan 2021, dan kita semua sehat walafiat penuh keberkahan dan kesuksesan.

 

Tema IPB 2021 adalah excellent innovation. Menurut UU 11/2019 Inovasi adalah hasil pemikiran, penelitian, pengembangan, pengkajian, dan/atau penerapan, yang mengandung unsur kebaruan dan telah diterapkan serta memberikan kemanfaatan ekonomi dan/atau sosial. Tema inovasi ini semakin relevan seiring dengan fakta bahwa dalam Indeks Inovasi Global 2020,  Indonesia berada  di urutan ke 85. Bahkan di Asia Tenggara pun, kita masih jauh di bawah Singapore, Malaysia, Vietnam, Thailand, Philipina, dan Brunei. Bagi yang memiliki fixed mindset, ini adalah fakta yang menunjukkan batas kemampuan kita. Namun bagi pemilik growth mindset ini adalah peluang untuk melakukan lompatan dengan excellent innovation.

 

BJ Habibie telah memberi contoh dengan pesawat N-250 yang terhebat di kelasnya di tahun 1995 an. Habibie berani melompat dengan bermimpi, berstrategi, dan langsung eksekusi. Kata Honda, sebagian orang bermimpi untuk lari dari kenyataan, tapi sebagian bermimpi untuk mengubah kenyataan. Namun sayang mimpinya belum 100% terwujud karena idenya tentang N-2130 bermesin jet dengan kapasitas 80-130 penumpang terhenti akibat situasi ekonomi-politik pasca krisis moneter 1997.

 

Brazil memulai industri dirgantara tahun 1969 dengan pabrik pesawat Embraer,  singkatan dari Empresa Brasileria de Aeronotica, yang mulai memasarkan produk pesawat militer, dan pesawat kecil berpenumpang untuk pasar penerbangan regional. Tahun 1989 Embraer ERJ-145 sudah tampil di Paris Airshow, dan 1999 muncul Embraer-170/190 dengan kapasitas 70-118 penumpang.  Pesawat domestik United Airlines sebagian menggunakan Embraer, seperti yang saya naiki dari Los Angeles ke Seattle minggu lalu.

 

Indonesia dan Brazil punya start yang sama dalam industri dirgantara. Namun, kini Brazil pendatang baru dalam industri dirgantara untuk kelas penerbangan regional. Kisah Brazil ini sekaligus bukti bahwa pendatang baru tak selamanya di belakang. Pendatang baru bisa langsung berada di garda terdepan bila ia hadir dengan excellent innovation.

 

Ada 5 catatan tentang bagaimana excellent innovation kita wujudkan  sebagai penegasan tulisan saya sebelumnya tentang lompatan menjadi bangsa besar.

 

Pertama, excellent innovation berasal dari kekuatan mindset. Saya sedang membaca buku berjudul Mindset: The New Psychology of Success karya Carol S. Dweck (2016), yang mulai memperkenalkan konsep growth mindset dan fixed mindset. Ketika mendapat nilai jelek, maka mahasiswa fixed mindset mengatakan karena IQ-nya rendah dan penuh keterbatasan. Namun yang growth mindset mengatakan bahwa kalau belajar lebih keras lagi maka akan mendapat nilai maksimal.

 

Alfred Binet adalah penemu test IQ juga menegaskan bahwa pendidikan dan latihan yang tepat bisa membawa perubahan mendasar dalam kecerdasan. Binet protes ketika ada orang mengatakan bahwa kecerdasan adalah fixed. Growth mindset membawa optimisme bahwa lompatan inovasi bisa terjadi karena yakin bahwa kemampuan bisa diasah dan pilihan-pilihan strategi selalu ada.

 

Kedua, excellent innovation dilakukan oleh pembelajar yang tangguh. Cirinya adalah selalu ingin tahu, kemauan tinggi, berprinsip belajar sepanjang hayat, kerja keras, dan konsisten mengembangkan diri untuk perubahan. Seorang atlet dengan growth mindset selalu menemukan kesuksesan dalam perbaikan diri dan pembelajaran, bukan sekedar kemenangan. Produk akhir proses belajar adalah perubahan.

 

Seorang futurolog Alvin Toffler mengingatkan, "The illiterate of the 21st Century will not be those who cannot read or write, but those who cannot learn, unlearn and relearn “. Dari Toffler tertangkap bahwa kebodohan itu adalah ketidakmampuan belajar sehingga tidak akan bisa beradaptasi terhadap perubahan.

 

Karena orientasi pembelajar adalah perubahan, maka menjadi pembelajar adalah kunci kemajuan sehingga Benjamin Barber, ahli ilmu politik, mengatakan, "Saya tidak membagi dunia dengan yang lemah dan kuat, atau yang sukses dan gagal, tapi saya membagi dunia dengan yang pembelajar dan yang bukan pembelajar ". Disinilah relevansi K-2020 yang sudah kita tetapkan menjadi kurikulum baru IPB untuk menghasilkan lulusan yang agile learner.

 

Ketiga, excellent innovation terjadi karena kuatnya future practice. Kekuatan future practice adalah kreativitas dan imajinasi sehingga menemukan  sesuatu yang diluar bayangan orang lain dan memiliki nilai manfaat yang tinggi. Tentu saatnya berbasis teknologi 4.0. IPB memiliki inovasi-inovasi yang dahsyat, baik di bidang pangan, energi, kesehatan, lingkungan, biosains dan biomaterial yang masuk dalam kerangka Agro-Maritim 4.0.

 

Muhtaza, anak SMA di Sumsel, menemukan Kulkas tanpa listrik. Mahasiswa IPB menemukan centong ajaib yang bisa mendeteksi jumlah kalori dalam makanan di centong tersebut. Ada juga sarung tangan cerdas berbasis fluorosensi untuk deteksi kematangan jambu, dan alat menghitung benih udang berbasis deep learning, dan masih banyak lagi inovasi mahasiswa. Kini future food sudah menjadi kenyataan. Gula tidak lagi berbasis tebu, tapi berbasis limbah sawit. Beras tidak lagi berbasis padi, tapi berbasis sagu, singkong, dan jagung. Future protein bukan lagi dari daging, tapi serangga. Orientasi future practice tidak hanya pada inovasi produk, tapi juga inovasi sosial, dan inovasi layanan. Riset IPB ke depan harus mencerminkan semangat disrupsi ini.

 

Keempat, excellent innovation terwujud melalui kolaborasi. Masalah kian kompleks dan tidak bisa diselesaikan secara monodisiplin. Pendekatan transdisiplin memerlukan kolaborasi antar inovator. Karena itu kita mendorong kerjasama lintas bidang, lintas departemen, lintas fakultas, dan lintas universitas. Skripsi pun sudah saatnya kolaboratif lintas bidang.

 

"Talent wins games, but teamwork and intelligence win championships", kata Michael Jordan. Henry Ford juga menegaskan, "Coming together is a beginning, staying together is progress, and working together is success." Kunci kolaborasi adalah trust, dan kunci trust adalah integritas. Jadi, integritas adalah fondasi lompatan inovasi.

 

Kelima, excellent innovation didasari motivasi kuat untuk terus memberikan solusi. Artinya, ingin selalu memberi manfaat untuk perubahan. Aktif bersentuhan dengan realitas membawa kita makin memahami kompleksitas masalah. Kata Mochtar Riady, kita tak cukup tahu pohon tapi harus tahu hutan. Artinya kita harus pahami ekosistem dan kemudian kita perkuat complex poblem solving.  Namun semua itu harus didasari kepedulian dan rasa tanggung jawab sosial. Artinya excellent innovation adalah juga tentang hati.

 

IPB adalah kampus inovasi. Juga tahun 2020 adalah kampus terbaik di Indonesia. Orang fixed mindset melihat kesuksesan adalah sekedar merebut superioritas, dan melihat kita lebih hebat dari yang lain. Mereka tidak melihat usaha sebagai faktor penting. Tapi orang growth mindset melihat kesuksesan adalah," when you work your hardest to become your best ", kata Carol.

 

Staying on top adalah mimpi kita. Kemampuan bisa membuat kita menuju puncak, tapi karakterlah yang akan mampu menjaga kita tetap di puncak, kata John Wooden, pelatih basket top Amerika. " Be more concerned with your character than with your reputation. Your character is what you really are while your reputation is merely what others think you are ", tegas Wooden. Semoga kita selalu staying on top dengan moto inspiring innovation with integrity. Amin Ya Rabbal Alamin.

 

Pullman, 1 Januari 2021

Lompatan Menjadi Bangsa Besar

Charles Darwin pernah mengatakan bahwa yang bisa bertahan bukan semata yang terkuat dan terpintar, namun yang responsif terhadap perubahan. Kini kita hidup di alam perubahan yang begitu cepat, diiringi dengan ketidakpastian dan kompleksitas yang amat tinggi. Lihat saja tahun 2020, di saat kita baru mulai menyadari arus besar Revolusi Industri 4.0, tiba-tiba pandemi Covid-19 datang secara tak terduga. Pandemi Covid-19 telah menjadi sumber ketidakpastian baru: kapan kerja akan kembali normal dan kapan sekolah buka secara luring sebagaimana biasanya? Ketidakpastian ini telah berdampak secara ekonomi, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Ketidakpastian pada akhirnya telah menjadi ketidakpastian global. Artinya, semua negara berada dalam situasi yang sama, sehingga siapa yang paling responsif maka dialah yang akan bertahan. Bagaimana agar Indonesia tergolong tidak saja bertahan pada 2021, tetapi juga menjadikan 2021 sebagai momentum kebangkitan baru?

 

KEKUATAN INOVASI

 

Pandemi Covid-19 telah membawa dunia pada sebuah krisis besar. Namun demikian, pada umumnya setiap krisis ternyata menghasilkan lompatan-lompatan inovasi baru. Saat Krisis Perang Dunia kedua telah ditemukan komputer yang pertama kali, disertai mesin jet pesawat, obat penisilin, dan radar. Pertanyaannya, lompatan inovasi apa lagi yang akan muncul pada saat krisis Covid-19 sehingga menjadi tonggak baru perubahan dunia?

 

Dalam Indeks Inovasi Global 2020, Indonesia berada  di urutan ke 85. Di Asia tenggara, posisi Indonesia di bawah Singapore, Malaysia, Vietnam, Thailand, Philipina, dan Brunei. Artinya di Asia Tenggara saja Indonesia jauh tertinggal. Apakah mungkin tahun 2021 Indonesia akan menyodok ke posisi 3 besar di Asia Tenggara? Apakah Indonesia akan berhasil melakukan lompatan-lompatan inovasi sehingga Indonesia benar-benar menjadi negara yang berpengaruh di dunia?

 

Ada sejumlah syarat lompatan-lompatan inovasi itu berhasil dilakukan. Pertama, lompatan inovasi mensyaratkan kekuatan “future practice” atau “next practice”. Ini akan menjadi kekuatan disrupsi, sebagaimana Rhenald Kasali sering ungkap. Bila kita secara kompak memiliki orientasi baru untuk terus menghasilkan “future practice” maka kita lah yang akan menjadi penentu kecenderungan perubahan. Jack Ma telah hadir dengan Alibaba-nya dan menjadi penentu kecenderungan global. Padahal 10 tahun lalu Jack bukan siapa-siapa. Mark Zuckerberg dengan Facebook-nya telah membuat dunia semakin berjejaring. Lalu Steve Chan, Chad hurly, dan Jaweed Karim menerobos batas kelaziman bisnis media dengan Youtube nya. Kini semua orang bisa menjadi artis, penyanyi, pelawak, presenter, dan tokoh hanya melalui Youtube. Bisnis media tak lagi perlu konten. Inilah yang mendisrupsi media televisi. CNN, NHK, dan BBC tak lagi bersaing, tapi mereka sama-sama menghadapi saingan baru yang sama sekali bukan media televisi, yaitu Youtube. Mereka lah contoh yang sukses menjalankan “future practice”, yang tentu selalu diiringi dengan kreativitas tinggi.

 

Masalah saat ini  adalah bahwa pada umumnya masyarakat masih berorientasi pada “best practice”, bukan “future practice”. Artinya kita masih asyik meniru orang lain. Saat berbuat, kita selalu mencari rujukan dulu dan tidak berani melangkah manakala rujukan tidak ada. Kuatnya orientasi pada “best practice” hanya akan menjadikan kita sebagai pengikut selamanya. Akibatnya, kalaupun kita maju maka kemajuan kita akan selamanya di bawah bayang-bayang orang lain yang menjadi rujukan.

 

Kedua, “future practice” hanya hadir di kalangan orang-orang yang memiliki “Growth Mindset”, dan bukan fixed mindset. Istilah “growth mindset” dipopuperkan oleh Carol S.Dweck (2007). Orang yang memiliki “growth mindset” selalu sadar bahwa dunia telah berkembang dan berubah sehingga tidak ada kata lain selain harus ikut berubah. Baginya tidak ada istilah gagal. Kegagalan akan dijadikannya bahan pembelajaran berikutnya untuk tumbuh berkembang. Sebaliknya orang yang memiliki fixed mindset selalu menganggap kegagalan adalah batas kemampuannya. Orang dengan “Growth Mindset” yakin bahwa dirinya mampu mengubah dirinya sendiri, dan selalu ingin mencoba dengan hal-hal baru. Sebaliknya orang dengan “fixed mindset”, akan fokus pada keterbatasannya, dan kemampuan setiap orang dianggapnya fixed. Orang dengan “growth mindset” hidup penuh pikiran positif dan optimisme. Sebaliknya orang dengan “fixed mindset” hidup penuh dengan pikiran negatif dan pesimisme.

 

Ketiga, “Growth mindset” umumnya dimiliki oleh orang yang tergolong “agile learner”, pembelajar yang lincah, cepat, dan tangkas. Hari ini yang diperlukan bukan sekedar pembelajar, tapi pembelajar yang cepat, lincah, dan tangkas. Orang yang bertahan dan mampu merespon perubahan adalah orang-orang yang selalu cepat belajar sehingga mudah beradaptasi dengan lingkungan baru manapun. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada tahun 2030. Namun dengan berbekal sebagai “agile learner” maka kita akan cepat beradaptasi.

 

Keempat, tiga kata kunci di atas (future practice, growth mindset, agile learner) dapat dikembangkan melalui peran perguruan tinggi (PT). PT yang berorientasi pada lompatan inovasi harus terlebih dahulu diperkuat para mahasiswa dan dosennya yang bercirikan tiga kata kunci tersebut. Oleh karena itu, untuk menuju titik itu, tidak ada cara lain bagi PT selain melakukan perombakan kurikulum dan menciptakan ekosistem baru yang kondusif bagi tumbuhnya tiga kunci di atas.  Dengan kata lain, lompatan-lompatan inovasi sebagai penentu sejarah baru dunia akan sangat tergantung pada kekuatan PT. PT hebat akan menghasilkan inovasi hebat. Bisa jadi rendahnya kita dalam indeks inovasi global juga menjadi cerminan peran PT yang belum maksimal, atau belum dimaksimalkan.

 

Fakta membuktikan bahwa bangsa hebat ditentukan oleh lompatan inovasi yang hebat. Dan inovasi hebat akan  ditentukan PT yang hebat. Karena itu, untuk menjadi bangsa hebat maka pembenahan dan penguatan PT adalah mutlak.

 

OPTIMISME

 

Apakah kita bisa menjadi bangsa hebat? Bangsa kita masih terus dihantui dengan beban masa lalu sebagai bangsa yang terjajah selama tiga setengah abad. Seolah-olah beban masa lalu akan terus mewarnai sikap keseharian kita yang merasa inferior, minder, dan tidak percaya diri. Padahal Bung Karno dan Angkatan 45 telah memberi contoh bahwa kita bisa bangkit. Proklamasi Kemerdekaan adalah bukti bahwa kita lah penentu nasib masa depan bangsa ini. Kita tidak beri cek kosong kepada siapapun untuk menentukan masa depan bangsa ini. Bahkan pendiri Republik ini telah memberi contoh dan teladan bahwa kita bisa bangkit dan menjadi pemimpin dunia. Konferensi Asia Afrika dan KTT Non Blok adalah bukti inferioritas telah kita pupus, dan kita benar-benar menjadi negara yang berpengaruh di dunia. Pertanyaan berikutnya adalah 100 tahun ulang tahun kemerdekaan pada 2045 nanti, bangsa kita akan menjadi seperti apa?

 

Kata pepatah, mimpi itu gratis. Keberanian untuk bermimpi akan menentukan masa depan kita. Apakah kita berani bermimpi bahwa pada tahun 2045 kita menjadi bangsa nomor 1 di dunia? Sama-sama bermimpi mestinya kita bermimpi maksimal sebagaimana Bung Karno ucapkan,” Bermimpilah setinggi langit. Jika Engkau jatuh, Engkau akan jatuh diantara bintang-bintang”.

 

Bermimpi menjadi nomor satu di dunia bukanlah khayalan. Apa yang membedakan kita dengan bangsa-bangsa maju, seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Korea Selatan? Sebenarnya tidak ada bedanya. Mereka hidup 24 jam dengan dua mata, dua telinga, dua kaki, dan dua tangan. Bahkan secara ekonomi Korea Selatan pernah setara dengan Indonesia pada tahun 1960 an. Bedanya ada pada tiga hal: visi, strategi, dan eksekusi. Karena itulah mimpi besar harus diikuti dengan lompatan visi yang jauh ke depan dan adaptif terhadap perubahan, disertai dengan strategi yang jitu, dan eksekusi yang cepat-tepat. Hari ini ketepatan tidak cukup, tetapi perlu kecepatan.

 

Pandemi Covid-19 membuat semua negara seolah sama kondisinya. Pada titik start yang sama ini, kemudian tergantung pada siapa yang lebih cepat lagi untuk berlari. Kecepatan kita berlari sangat tergantung dari visi, strategi, dan eksekusi. Kita perlu fokus pada tiga kunci ini.

 

Optimisme ini harus terus kita bangun. Optimisme adalah energi positif untuk membawa kita keluar dari krisis dan energi menemukan masa depan. Saatnya kita sudahi energi negatif yang masih subur pada tubuh bangsa ini. Kekompakan dan kebersamaan adalah modal penting untuk kemajuan. Tak terbayangkan bila itu semua diperkuat dengan spirit “growth mindset” dan orientasi “future practice”, maka kita akan kaya inovasi, dan ini akan menjadi sumber inspirasi untuk terus berinovasi lagi. Inovasi yang berkelanjutan ini adalah modal penting menjadi negara hebat.

 

Apa yang akan terjadi pada tahun 2045? Kita benar-benar tidak tahu. Namun Abraham Lincoln mengingatkan kita bahwa cara terbaik untuk memprediksi masa depan adalah dengan menciptakannya. Selama 25 tahun mendatang kita harus benar-benar berbenah. Indonesia 2045 akan sangat tergantung dari apa yang kita ciptakan hari ini. Karena itulah harus ada tonggak inovasi baru pada 2021.  Indonesia 2021 adalah penentu Indonesia 2045.

 

Los Angeles, 21 Desember 2020

5 Pesan Rektor IPB

Ada 5 pesan dan harapan saya pada alumni IPB pada Forum Silaturahmi Alumni (FSA) IPB, 19 September 2020.

 

Pertama, Alumni IPB harus kompak, solid, saling membesarkan, dan jangan ada konflik yang tidak perlu di media sosial. Ingat pepatah Jawa “kalah wirang menang orang kondang” yang artinya kalah malu dan menang tidak dapat apa-apa.

 

Kedua, Alumni IPB harus percaya diri dan bangga pada almamater. Kita harus bangga dengan karya almamater kita. Banggalah dengan apa yang kita miliki dan kita capai. Nampaknya bagi mereka yang inferior, seolah kita ditakdirkan sebagai follower dan tertinggal selamanya. Tidak ada keberanian untuk menjadi yang terdepan. Inilah ciri-ciri mental inferior yang harus kita pupus.

 

Ketiga, Alumni IPB harus menjadi pelopor pembangunan Agro-Maritim 4.0. Pandemi Covid-19 adalah momentum untuk menunjukkan pada dunia bahwa sector agro-maritim adalah solusi. Sektor ini yang masih tumbuh positif, dan karenanya harus kita wujudkan kemandirian pangan. Jaringan alumni IPB merupakan asset bangsa untuk menunjukkan hal tersebut.

 

Keempat, Alumni IPB harus menjadi sumber terbaik inovasi dan inspirasi. Dunia terus berubah. Inovasi kita juga harus tumbuh dan berubah. Mari terus berinovasi dengan daya manfaat yang lebih besar lagi. Kuncinya adalah kreativitas, future mindset, kolaborasi, dan berani bermimpi. Mimpi besar akan menghasilkan inovasi besar. Tebarlah selalu inspirasi. Jadikan pertemuan dan silaturahmi sebagai arisan inspirasi. Inspirasi akan membuat kita optimis dan percaya diri.

 

Kelima, Alumni IPB harus menjadi bagian dari masa depan. Kata Abraham Lincoln, “the Best way to predict the future is to create it”. Menciptakan masa depan hari ini hanya bisa terjadi kalau kita punya inspirasi dan inovasi. Keduanya berasal dari sebuah mimpi. Mimpi tidak lah muncul saat kita tidur, tapi saat kita sadar. Untuk menjadi bagian dari masa depan kita harus fokus pada future practice dan bukan semata best practice. Fokus pada future practice akan menjadikan kita leader dan penentu perubahan. Sebaliknya fokus pada best practice hanya menjadikan sebagai follower semata.

 

Mengapa kita selalu menjadi follower dari bangsa lain? Karena kita tidak pernah berpikir tentang future practice. Karena kita tidak percaya diri dan tidak optimis untuk menemukan masa depan kita sendiri. Ingat bangsa maju berisi orang-orang yang hidup 24 jam, punya 2 mata, 2 telinga, 2 tangan, dan 2 kaki persis seperti kita. Apa bedanya dengan kita? Bedanya pada Visi, Strategi, dan Eksekusi yang adaptif terhadap perubahan. Era sekarang memerlukan agility, kecepatan, dan kreativitas. Kita butuh mindset baru dan cara baru untuk bergerak akurat dan cepat. Masa depan sulit dilihat dengan kacamata masa lalu.

 

Oleh karena itu Himpunan Alumni IPB dan IPB harus bersama-sama memperkuat para mahasiswa dan alumni IPB untuk memiliki 3 future skills tersebut: Visi, Strategi, dan Eksekusi, dengan penuh optimis dan percaya diri. Kita perkuat skill leadership, technopreneurship, dan sociopreneurship dalam integrasi kurikulum akademik dan kemahasiswaan. Kita akan hadirkan calon-calon pemimpin bangsa dari kampus terbaik ini. Yakni calon pemimpin yang optimis menjadikan bangsa ini selalu terdepan. Salam Satu Hati Satu IPB.

 

19 September 2020

Iman dan Imun: Tiga Pembelajaran Penyintas Covid-19

'Terpilih' menjadi bagian dari penyintas (survivor) covid-19 tentu bukanlah hal yang saya harapkan. Namun saya bersyukur, karena barangkali begitulah caraNya agar saya punya kesempatan belajar hal baru, termasuk introspeksi diri. Paling tidak ada tiga catatan pembelajaran yang dapat saya bagikan sebagai penyintas Covid-19.

 

Pertama, ketahanan spiritual. Ibnu Sina mengatakan, “kepanikan adalah separoh penyakit, ketenangan adalah separo obat, dan kesabaran adalah langkah awal kesembuhan”. Karena itu, pertanyaannya : apa yang menjadi sumber ketenangan?

 

Mengingat Allah adalah sumber ketenangan hati (QS Arra’d: 28) dan dalam QS Al-Baqarah 152 Allah juga berfirman, “Karena itu ingatlah kepadaku, niscaya aku akan ingat kepadamu”. Mengingat Allah berarti semakin mendekatkan diri: dzikir, sholawat, tadarus Al-Quran, mendengarkan ayat-suci Al Quran, beribadah dan doa secara total. Ingat, Al Quran adalah juga sumber syifa atau “obat” dalam arti luas, sebagaimana firmanNYA, “Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi syifa’ dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”(QS. Al Isra’: 82).

 

Mendekatkan diri adalah membangun keikhlasan dan membangun prasangka baik, termasuk melihat cobaanNYA ini sebagai momentum perbaikan diri. Yakni, momentum menjadi pribadi yang berkualitas yang sabar, rendah hati, peduli, dan menjadi hamba yang lebih baik.

 

Kekuatan iman mendatangkan kemampuan mengambil hikmah setiap cobaan. Ingat janji Allah bahwa bersama kesulitan pasti ada kemudahan (QS 94:5-6). Kekuatan iman akan mendatangkan prasangka baik. Prasangka baik kepada Allah adalah sumber ketenangan, dan ketenangan adalah sumber peningkatan imun, dan imun adalah pertahanan terbaik menghadapi penyakit. Karena itu, berprasangka baiklah kepada Allah karena Allah akan berkehendak sesuai prasangka hambanya.

 

Kedua, ketahanan interpersonal. Saya menyatakan secara terbuka bahwa saya positif terkenan Covid-19, untuk memudahkan tracing dan meminimumkan risiko menularnya ke orang lain. Setelah informasi meluas, doa terus bergema. Yang pokok adalah doa orang tua dan keluarga yang memiliki ketulusan khusus. Begitu pula peran para sahabat dalam: (a) mengirimkan doa dan semangat, (b) mengirimkan tips pengobatan, dan bahkan banyak yang (c) membantu obat-obatan.

 

Komunikasi interpersonal yang baik menjadi sumber kebahagiaan. Sebaliknya, komunikasi interpersonal yang buruk akan menjadi energi negatif yang menguras emosi yang bisa menurunkan imun. Cinta tulus tak bersyarat para sahabat melalui doa dan atensi adalah energi positif yang menciptakan ketenangan, semangat baru, dan optimisme kesembuhan yang bisa memperkuat imun.

 

Ketiga, ketahanan fisik, yang bisa muncul dari ketahanan spiritual dan interpersonal di atas. Namun demikian ketahanan fisik juga harus diperkuat dengan tindakan medis. Rumah sakit (RS) memiliki standar obat-obatan anti Covid-19 berupa paket multi vitamin C-D-E & zinc, obat-obatan termasuk antibiotik, makanan bergizi dan obat kumur, yang sebagian besar ditujukan peningkatan imun. RS melakukan pemantauan rutin suhu, tekanan darah dan saturasi.

 

Siapapun yang dinyatakan positif sebaiknya dibawa ke rumah sakit untuk diagnosis: paru-paru, darah, dan sekaligus deteksi kemungkinan ada penyakit sampingan yang akan berpengaruh untuk strategi pengobatan Covid-19.

 

Selain itu, saya mengkonsumsi obat-obatan herbal berbagai merk, propolis, permen Cajuput kayu putih inovasi IPB, madu, jahe merah, dan setiap saat menghirup aroma minyak kayu putih baik dengan euca roll on, maupun menghirup uap air panas yang ditetesi kayu putih. Saya juga mengkonsumsi air Zam Zam. Banyak juga yang mengirimkan ramuan herbal lainnya tak bermerk, yang sebagian saya konsumsi ketika sudah mengetahui kandungannya. Semua konsumsi obat herbal perlu kita konsultasikan ke dokter.

 

Jadi, kunci menghadapi Covid-19 adalah imun, dan peningkatan imun bisa terjadi karena penguatan ketahanan spiritual, interpersonal, dan fisik.

 

Tulisan ini tidak berpretensi sebagai analisis faktor kesembuhan. Tulisan ini adalah sekedar cerita dan refleksi apa yang saya lakukan dan alami selama 6 hari perawatan di RS ini, yang Alhamdulillah kemudian dinyatakan sembuh setelah uji swabnya negatif. Mari kita terus saling mendoakan semoga sehat selalu sehat walafiat. Semoga bermanfaat.

 

Sentul, 26 September 2020

Usia, Syukur, dan Foot Print

Semua hari itu penting. Namun hari ini terasa lebih penting karena menjadi momentum untuk semakin mengetahui bahwa usia bertambah yang berarti kesempatan hidup makin berkurang. Karena itu tak ada jalan lain selain membuat hidup harus makin berarti.

 

Apa itu hidup berarti? Hidup berarti adalah  meningkatnya satuan output dan impact per satuan waktu dalam hidup kita. Impact pada siapa? Tentu pada sesama dan alam semesta. Hidup berarti adalah hidup yang bermanfaat untuk orang lain karena kata Nabi: khoirunnaas anfa'ahum linnaas, yang artinya sebaik2 manusia adalah yang bermanfaat buat sesama. Lagu Anugerah  yang kuciptakan beberapa tahun lalu mengisahkan tentang hal tersebut, tentang  renungan pertambahan usia.

 

Agar hidup berarti, maka sisa hidup harus disyukuri dengan memperbanyak foot print atau jejak-jejak kaki yang memiliki impact lebih besar dimana pun kita berada dan dalam posisi apapun. Semakin banyak bersyukur maka nikmat akan bertambah (QS Ibrahim 7).

 

 

 

Mengapa nikmat bertambah, karena mestinya  semakin bersyukur berarti kita semakin mendayagunakan anugerah iman, akal, fisik, dan anugerah kemerdekaan untuk mengemban misi rahmatan lil alamin, membawa rahmat bagi seluruh alam. Bersyukur adalah kerja menghasilkan karya untuk kelebihbaikan.

 

Bersyukur adalah ikhtiar

 

produktif. Semakin produktif dengan ide dan karya yang menginspirasi orang lain akan meningkatkan multiplier effect dari produktivitas kita. Inilah asal muasal kemajuan. Kemajuan akan tercipta mana kala semua orang membuat foot print yang menyejarah dan menginspirasi, yang berdampak pada munculnya  foot print-foot print baru yang terus menggelinding ibarat bola salju yang makin membesar dan membesar. Akhirnya kita pun merasakan nikmat dari hasil foot print-foot print orang lain yang terus menggelinding dan membesar tersebut. Disinilah, kita makin menyadari bahwa semakin banyak memberi maka akan semakin banyak menerima. Bagi kita, semakin banyak mengamalkan ilmu maka akan bertambah ilmu kita. Tentu premis ini mensyaratkan mentalitas pembelajar bagi orang berilmu. Orang berilmu tidak statis tapi dinamis karena terus belajar dan belajar mencari ilmu.

 

Kemajuan itu takdir, dan takdir kemajuan terjadi karena sebuah proses dari kerja akal kita yang merupakan anugerah Allah SWT. Allah SWT itu Maha Berkehendak dan apapun bisa terjadi kalau Allah mengatakan Kun Fayakun. Namun Allah pada saat yang sama juga menghargai proses, itulah yang disebut Sunatullah. Man jadda wajada, barangsiapa bersungguh-sungguh maka akan mendapatkan kemajuan. Kemajuan adalah hasil sebuah proses kerja akal budi dan nurani kita.

 

Proses kerja adalah kontekstual. Ada dimensi ruang dan waktu yang harus diperhitungkan. Karena konteks zaman dulu berbeda dengan sekarang. Karena itu kekuatan syukur kita juga sangat tergantung pada pemahaman kita tentang konteks zaman baru ini. Pemahaman yang baik tentang konteks kekinian mestinya  membuat proses kerja sebagai tindakan syukur kita lebih memberikan impact yang makin berarti. Disinilah kita akan punya andil pada kemajuan. Kita akan punya andil pada perubahan. Kita akan punya andil pada munculnya sejarah baru dan peradaban baru. Inilah mimpi kita bersama. Yaitu, menjadi rahmat bagi seluruh alam, yang dalam bahasa kekinian artinya menjadi trend setter perubahan.

 

Sekali lagi, pertambahan usia harus kita maknai sebagai pertambahan produktivitas dan impact dari tindakan syukur kita. Semoga dengan pertambahan usia, maka hidup kita makin berarti. Dan semua hasil dari tindakan syukur kita yang berarti  ini akan menjadi bekal penting ketika suatu saat kita harus berjumpa kehadirat Allah Swt sebagai bentuk pertanggungjawaban atas atas nikmat dan anugerah dunia yang luar biasa ini.

 

Renungan kecil ini kita tutup dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :

“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu),” (HR. At-Tirmidzi dari jalan Ibnu Mas’ud z. Lihat Ash-Shahihah, no. 946).

 

Goettingen, 17 September 2019