Saya teringat pesan ringan tentang syukur dalam sebuah kultum Ust Syafii Antonio usai sholat Subuh di Mesjid Andalusia setahun yang lalu. Kita bersyukur ketika mendapat rezeki yang banyak dan jabatan yang baik. Itulah kenikmatan dunia yang secara manusiawi kita inginkan. Harta dan tahta adalah nikmat "tangible", sebuah nikmat material yang nyata. Namun sudahkah kita selalu mensyukuri nikmat-nikmat lain yang "intangible"? Nikmat "intangible" adalah nikmat Allah yang sering kita anggap tidak nyata sehingga sering kita lupakan. Apakah kita selalu bersyukur diberi otak yang sehat sehingga daya ingat, kemampuan berpikir, dan fungsi perintah kepada seluruh organ tubuh berjalan baik? Ketika otak mengalami cedera amat sedikit saja akan bedampak sistemik. Peredaran darah yang lancar adalah anugerah yang luar biasa. Bayangkan kalau sedikit saja tersumbat, apa yang terjadi? Kita diberi nikmat mata untuk penglihatan. Kita diberi nikmat telinga untuk pendengaran. Kita diberi nikmat mulut untuk bicara dan juga menjadi pintu makan minum. Kita diberi hidung untuk penciuman. Itu semua adalah adalah kenikmatan yang tak ternilai harganya, namun seringkali kita menganggap biasa-biasa saja.
Namun ketika kita sehat walafiat seringkali kita lupa bahwa seolah-olah itu semua bukanlah sebuah nikmat. Seolah tubuh yang secara biologis sempurna fungsinya adalah hal yang biasa saja, bukan nikmat yang luar biasa. Kita akan merasakan semua itu menjadi nikmat yang luar biasa itu pada saat kita sakit. Pada saat sakit, Kita baru merasakan bahwa sehat itu adalah anugerah yang tak ternilai harganya. Apakah kita harus menunggu sakit baru dulu untuk merasakan nikmatnya sehat?
Kini Covid-19 menghantui kita semua. Kita semua menjadi paranoid. Kita mati-matian mencari info sana-sini tentang gejala Covid-19. Badan meriang sedikit saja kita panik. Mungkin bencana ini adalah cara Allah Swt mengingatkan kita betapa kesehatan itu adalah kenikmatan "intangible" yang harus selalu kita syukuri. Mungkin ini adalah cara Allah Swt untuk mengingatkan bahwa kesehatan adalah nikmat yang tak ternilai harganya. Diberi sakit ringan mungkin itu adalah peringatan ringan. Diberi pandemi Covid-19 mungkin adalah peringatan besar agar kita semakin mensyukuri kenikmatan yang "intangible" ini. Kita diperingatkan mungkin karena kita selama ini fokus memperhatikan nikmat-nikmat "tangible" saja.
Semoga kita kembali menjadi orang-orang yang bersyukur dan selalui dianugerahi kesehatan. Amin YRA
Bogor, 8 April 2020
Kepada seluruh Civitas akademika IPB, saya terus mendoakan agar kita semua selalu dalam kondisi sehat walafiat, dan kita semua menjadi bagian dari solusi atas masalah Covid-19 yang saat ini melanda dunia. Kita doakan saudara-saudara kita yang sedang kurang sehat segera sehat kembali, semoga krisis Covid-19 segera berlalu dan kita semua dapat mengambil hikmah dari semua ini. Kesehatan adalah modal biologis terpenting yang membuat kita bisa terus berkarya menjadi orang yang bermanfaat.
Saat ini kita memang dalam kondisi darurat sehingga terpaksa harus menjalankan Work From Home (WFH) IPB sejak 17 Maret 2020. WFH adalah suatu kebiasaan baru, dan saya menyampaikan apresiasi serta ucapan terima kasih kepada seluruh pimpinan unit kerja, dosen dan tendik yang terus menjalankan tugas mulia meski dari rumah. Khusus kepada petugas di bidang kesehatan, sistem informasi, keamanan, dan sarana prasarana, laboratorium, dan para tendik di beberapa unit kerja yang sebagian masih bertugas di dalam kampus patut kita apresiasi dan sampaikan terima kasih sebesar-besarnya. Sebagian masih menjalankan tugas di kampus agar keamanan kampus tetap terjaga dan memastikan fasilitas serta fungsi pelayanan berjalan dengan baik. Salah satu isu WFH adalah bagaimana meningkatkan produktivitas dan efektivitas waktu saat ada di rumah secara penuh selama lebih dari 15 hari ini. Karena itu ijinkan saya berbagi pemikiran yang sebenarnya merupakan nasihat untuk diri saya sendiri, atau setidaknya refresh apa yang sebenarnya sudah kita ketahui.
Dalam kaitan mengelola waktu ini saya teringat buku Seven Habits of Highly Effective People karya Stephen R. Covey. Menurut Covey ada empat kuadran kategori kegiatan dilihat dari sisi penting (important) dan gentingnya (urgent) kegiatan tersebut. "Penting" menunjuk pada kesesuaian pencapaian visi hidup atau visi organisasi kita. "Genting" menunjuk pada mendesak tidaknya kegiatan tersebut dilakukan. Kuadran I berisi kegiatan yang genting dan penting. Kuadran II berisi kegiatan yang tidak genting tapi penting. Kuadran III berisi kegiatan yang genting dan tidak penting. Kuadran IV berisi kegiatan tidak genting dan tidak penting. Kira-kira mayoritas kegiatan kita berada di kuadran yang mana?
Tentu yang paling kita hindari adalah Kuadran IV, yaitu kegiatan yang tidak penting dan tidak genting, seperti menggosip, bermain medsos berlama-lama yang tidak perlu, dan aneka kegiatan mubazir lainnya. Kalau mayoritas kegiatan kita dalam zona ini artinya kita tidak produktif sama sekali. Inilah yang sering disebut menyia-nyiakan waktu. Ada dua kemungkinan kita berada di Zona IV ini : (a) tidak punya visi hidup atau (b) punya visi tapi tidak punya kemampuan manajemen pribadi.
Sebaliknya kalau mayoritas waktu kita habiskan untuk kegiatan di Kuadran I yakni penting dan genting maka yang terjadi adalah stres, lelah, dan krisis. Karena kita dituntut melakukan kegiatan penting namun harus dilakukan sesegera mungkin. Seperti, kegiatan membawa pasien ke rumah sakit : penting dan genting sekaligus. Kita sering merasakan di Kuadran I saat mengerjakan sesuatu yang dikejar deadline. Menunda pekerjaan pada Kuadran I tentu akan mendatangkan masalah. Pada situasi di Kuadran I, kita tidak akan sempat berpikir sesuatu yang strategis dan jangka panjang. Sebaliknya kita akan berada dalam tekanan tinggi untuk menuntaskan kegiatan sesegera mungkin dalam irama kegentingan. Istilah "SKS" atau sistem kebut semalam juga sebenarnya menggambarkan situasi Kuadran I ini.
Covey merekomendasikan kita berada dalam Kuadran II yaitu penting tapi tidak genting. Berada dalam zona ini kita fokus pada kegiatan-kegiatan yang strategis dan selaras dengan pencapaian visi hidup atau visi organisasi kita namun tidak dalam tekanan kegentingan yang tinggi. Contohnya, adalah kegiatan ibadah, merumuskan perencanaan, meningkatkan keahlian, menggali peluang-peluang, review, memikirkan strategi, olah raga, membangun relasi dan jejaring, dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Olah raga dilakukan dengan gembira dan relaks akan membuat tubuh kita semakin sehat. Olah raga penting dan kita selalu mengalokasikan waktu cukup secara reguler. Olah raga tidak ada hubungannya dengan deadline. Kesehatan ini menjadi penting untuk menopang tugas-tugas kita.
Bagi kita selaku dosen contoh konkritnya adalah mempersiapkan materi kuliah, menyiapkan proposal riset, menulis artikel publikasi nasional maupun internasional. Kita sekarang melalui WFH punya relatif banyak waktu sehingga kita dapat mengerjakan itu semua dalam posisi tidak terburu-buru. Kini adalah saatnya kita mereview lagi hasil-hasil riset kita dan menuliskannya dalam bentuk artikel yang memperkaya keilmuan atau mencerahkan publik. Saya percaya kita memiliki materi yang cukup untuk ditulis. Saatnya kita mempersiapkan kuliah online sebaik-baiknya sehingga ketercapaian learning outcome terjamin. Saatnya kita menyiapkan proposal riset dengan ide-ide brilian untuk memecahkan masalah masyarakat. Saatnya kita memikirkan arah IPB 4.0 dan jalan mewujudkannya, termasuk mengisi kerangka besar K2020 sebagai upaya penyempurnaan kurikulum yang adaptif terhadap perubahan disruptif. WFH adalah kesempatan memadu aktivitas penting strategis dengan terus memperkuat kehangatan keluarga. Ingat kata Stanley, bahwa dari 100 faktor sukses ternyata yang menjadi urutan ke-4 adalah dukungan dari pasangan hidup. Intinya, WFH adalah kesempatan kita untuk berlatih fokus pada aktivitas-aktivitas Kuadran II.
Menurut Covey, orang yang fokus pada Kuadran II ini adalah ciri orang proaktif. Orang proaktif tidak membiarkan dunia eksternal mengendalikannya sehingga ia merasa dalam tekanan deadline dan irama kegentingan sebagaimana di Kuadran I dan III. Ciri proaktif antara lain memiliki tujuan dan visi hidup, inisiatif bertindak dan bergerak maju, dan fokus pada lingkaran pengaruh diri keluar. Orang proaktif selalu bertanggungjawab atas keputusannya sendiri dan tidak menyalahkan keadaan atau orang lain. "If you 're proactive, you don't have to wait for circumstances or other people to create perspective expanding experiences. You can conciously create your own", kata Covey. Sebaliknya orang reaktif fokus pada lingkaran pengaruh luar terhadap pikiran dan tindakan diri, sehingga ketika menemui masalah orang reaktif sering menyalahkan keadaan dan orang lain.
Istilah proaktif ala Covey mirip dengan aktif ala Erich Fromm. Menurut Erich Fromm, sebaiknya kita menjadi orang aktif dan bukan orang sibuk. Aktif dan sibuk sama-sama menghabiskan waktu. Lalu apa bedanya ? Bedanya, aktif menunjukkan aktivitas yang dilakukan melalui penjiwaan, atau bekerja dengan passion tinggi. Biasanya aktivitas yang selaras dengan visi akan membuat kita lebih menjiwai. Sebaliknya sibuk adalah aktivitas menghabiskan waktu tanpa penjiwaan atau passion. Kesibukan seperti itu akan menimbulkan alienasi diri. Persis seperti orang yang mengerjakan kegiatan tidak penting, yang tidak selaras dengan visi dan tujuan.
Mari terus latihan agar kita mampu mengelola waktu dengan dominasi kegiatan di Kuadran II, sekaligus latihan untuk menjadi pribadi yang proaktif. Latihan adalah proses pembelajaran. Menjadi manusia pembelajar akan terus diisi dengan latihan-latihan, dan orang proaktif akan selalu tertarik berlatih untuk berbenah diri untuk perbaikan lingkaran pengaruh. Orang proaktif sadar betul bahwa ia adalah pemimpin untuk dirinya sendiri sehingga dialah yang paling berwenang mengambil keputusan untuk masa depannya. Kata pakar, orang proaktif tidak pernah memberi cek kosong kepada orang lain untuk menentukan masa depannya.
Bogor, 1 April 2020
Saat ini kita merasakan apa itu ketidakpastian. Covid-19 yang menjadi pandemik global benar-benar membuat penjuru dunia dihantui ketidakpastian. Kecemasan kolektif terus meningkat. Kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi hari ini dan kejutan-kejutan lain di waktu mendatang. Ketidakpastian terjadi ketika kita tidak mampu memprediksi tindakan-tindakan kita. Tugas kita adalah membuat ketidakpastian menjadi kepastian. Kapasitas dan kapabilitas adalah kunci mentransformasi ketidakpastian menjadi kepastian. Ketidakpastian akan berlangsung lama di kala sesuatu itu baru dan kita tidak punya pengetahuan tentangnya.Sebaliknya ketidakpastian segera berlalu di kala kita memilliki pengetahuan dan kemampuan menghadapinya. Ini persis rumus menghadapi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) yang harus diubah menjadi VUCA (Vision, Understanding, Clarity, Agility). Satu kata kunci menghadapi ketidakpastian adalah dengan "Understanding", yang tentu menuntut sejumlah informasi dan pengetahuan sehingga kita bisa memprediksi apa yang akan terjadi.
Covid-19 adalah sumber ketidakpastian. Orang tahu virus ini, namun belum tahu vaksin untuk mengatasinya. Inilah pemicu kecemasan atas ketidakpastian ke depan. Disinilah kita dituntut untuk cepat paham apa dan mengapa terjadi. Kecepatan pemahaman ini akan menentukan kecepatan kita menciptakan kepastian. Karena itu ada beberapa kata kunci yang penting untuk kita kembangkan menghadapi ketidakpastian pasca Covid-19 ini.
Pertama, menjadi pembelajar yang lincah (agile learner). Untuk mendapatkan "understanding", simaklah kata-kata futurolog Alvin Toffler, "the illiterate of the 21st century will not be those cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn". Menghadapi dunia yang volatile seperti ini diperlukan kelincahan tersendiri sebagai pembelajar. Orang bermental pembelajar yang lincah akan cepat tahu apa yang terjadi dan cepat memberi solusi. Pembelajar yang lincah akan memiliki growth mindset dan bukan fixed mindset. Konsep growth mindset menggambarkan cara berpikir yang terus tumbuh berkembang mengikuti perkembangan situasi, termasuk keberanian meninggalkan cara berpikir lama. Karena yang dihadapi adalah situasi baru maka harus disikapi dengan cara berpikir baru. Sebaliknya fixed mindset menggambarkan stagnasi cara berpikir karena tidak ada perubahan cara berpikir ketika menghadapi situasi yang berubah dengan cepat. Jadi, cara berpikir lama dipaksakan untuk melihat sesuatu yang baru yang tentu kurang pas. Ibarat orang sekarang memaksakan disket ke orang lain di kala semua orang sudah menggunakan cloud. Fixed mindset tidak berkembang sementara cakupan dan kedalaman masalah selalu berkembang.
Kita beruntung karena kini para ilmuwan banyak yang telah menjadi pembelajar yang lincah. Dalam waktu 3 bulan, banyak penemuan baru untuk atasi Covid-19. Padahal Covid-19 adalah baru. Pembelajar yang biasa-biasa saja tidak akan mampu secepat ini. Pembelajar yang lincah adalah pembelajar yang selalu respon terhadap perubahan. Menurut Charles Darwin orang seperti itulah yang akan bisa bertahan. Darwin mengatakan, "It is not the strongest species that survive, nor the most intelligent, but the ones who are most responsive to change". Pembelajar yang lincah berpotensi menjadi kelompok inovator yang siap merespon perubahan. Inilah yang saat ini menjadi inti dari perubahan kurikulum IPB 2020 (K2020) yang diharapkan menghasilkan banyak pembelajar yang lincah.
Kedua, mental pembelajar adalah modal untuk membentuk masyarakat pembelajar, yang dicirikan suasana saling menginspirasi. Inspirasi adalah proses menggugah orang lain untuk berpikir dan bertindak. Bayangkan bila kebanyakan orang memiliki ide dan karya yang inspiratif, yang artinya membuat orang lain tergugah melakukan hal yang sama. Bila masyarakat pembelajar terwujud maka bangsa ini akan kaya inovasi, dan inovasi ini modal pemecahan masalah dan pilar penting ekonomi masa depan. Ciri masyarakat pembelajar akan terlihat dari narasi-narasi yang dibangun di media sosial: apakah berisi narasi-narasi inspiratif yang membangun optimisme ataukah berisi narasi-narasi menebar ketakutan dan membangun pesimisme. Tentu masyarakat pembelajar akan cenderung mengisi ruang publik dengan menebar optimisme. Optimisme merupakan energi positif yang mampu mendorong perubahan dari ketidakpastian menuju kepastian.
Dalam situasi pandemik Covid-19 ini semangat untuk saling menyemangati dan menginspirasi sangat diperlukan. Ini merupakan energi sosial yang dahsyat untuk mengatasi Covid-19. Tubuh saja secara biologis sangat tergantung dari mindset dan sugesti. Mindset yang berujung pada pesimisme, kecemasan, dan ketakutan akan menurunkan daya tahan tubuh. Sebaliknya mental positif, imajinasi positif dan optimisme akan menyumbang kekuatan tubuh. Begitu pula kondisi masyarakat, yang semestinya diperkuat dengan semangat dan ide-ide optimistik sehingga ketahanan sosial akan semakin tinggi. Ketahanan sosial akan menjadi pilar dalam melawan sumber-sumber ketidakpastian, seperti Covid-19 ini. Karena itu berbagai upaya teknis mengatasi Covid-19 harus dilengkapi dengan penguatan modal sosial.
Ketiga, membangun kekuatan kolaborasi. Menghadapi ketidakpastian tidak bisa sendiri-sendiri. Ketidakpastian bisa berubah menjadi kepastian kalau kolaborasi seluruh komponen tercipta. Menghadapi Covid-19 dokter tidak bisa sendiri, perlu ahli biofarmaka, ahli kesehatan masyarakat, ahli bioinformatika, perawat, dokter hewan, ahli komunikasi, psikolog, ekonom, dan lain sebagainya. Pemerintah pusat juga tidak bisa sendiri, perlu pemprov, pemkot, pemkab, DPR RI, BPK, Polri, TNI, akademisi, LSM, tokoh agama, dan swasta. Kolaborasi adalah cara menyatukan potensi dan kekuatan, apalagi dalam dunia yang penuh kompleksitas dimana masalah tidaklah mengandung satu variable lagi tapi multi variabel. Menghadapi masalah yang multi variabel dan terkait satu sama lain memerlukan kolaborasi yang lebih kuat. Contoh yang baik adalah inisiasi BRIN untuk memperkuat konsorsium riset Covid-19, dimana IPB berkolaborasi dengan UI berusaha menemukan obat herbal untuk mengatasi Covid-19. Persisnya adalah riset dalam bidang bioinformatika untuk menemukan bahan herbal sebagai kandidat potensial untuk antivirus bagi coronavirus melalui analisis big data dan machine learning serta metode pemodelan molekuler. IPB pun di dalamnya terdiri dari para ahli lintas disiplin ilmu dari Pusat Studi Biofarmaka dan Departemen Ilmu Komputer. Saatnya riset interdisiplin dan transdisiplin semakin diperkuat, dan lagi-lagi memerlukan prasyarat kolaborasi.
Keempat, siap dengan fleksibilitas. Rumus menghadapi ketidakpastian adalah fleksibilitas. Salah seorang pakar pernah mengatakan "strategy is a journey". Tidak ada strategi yang sifatnya permanen, lebih-lebih di era VUCA ini. Strategi bisa berubah di tengah jalan. Perubahan yang begitu cepat memerlukan fleksibilitas. Apa yang sekarang kita lakukan melalui pembelajaran jarak jauh akibat kebijakan kampus close down akibat Covid-19 adalah bentuk fleksibilitas. Pakemnya mahasiswa masuk ruangan kelas, dosen berdiri di kelas dengan LCD dan papan tulis dengan jadwal yang ketat. Semua harus synchronous. Namun, saat ini kita dipaksa untuk berubah dengan pola pembelajaran yang sama sekali berbeda. Kegiatan belajar mengajar bisa synchronous atau asynchronous. Tidak perlu papan tulis dan Tidak perlu LCD. Yang diperlukan adalah akses internet. Ini tidak mudah karena pola bisa berubah tapi learning outcome harus tercapai. Sebelum ada kasus Covid-19, introduksi blended learning dilihat sebelah mata. Bahkan tidak sedikit yang menentang. Namun kini mau tidak mau dan suka tidak suka pola online harus dilakukan. Begitu pula kampus terpaksa close down dan dosen dan tenaga kependidikan bekerja dari rumah. Kini dipaksa rapat secara online. Rapat tidak lagi harus kumpul di satu ruangan. Rapat bisa dimana saja dan kapan saja. Jadi fleksibilitas yang kita alami sekarang adalah by accident dan bukan by design. Namun demikian, dalam konteks ini, hikmah yang bisa diambil dari kasus Covid-19 adalah kerelaan kita semua untuk berada dalam dunia yang fleksibel.
Keempat kata kunci di atas adalah upaya minimal untuk menghadapi ketidakpastian. Keempat hal tersebut harus dilengkapi dengan skill manajemen risiko. Risiko adalah potensi masalah yang akan muncul di kemudian hari. Karena itu identifikasi risiko menjadi penting agar dipersiapkan langkah-langkah untuk menjamin bahwa tujuan dan target bisa kita capai. Pencapaian tujuan dan target ini adalah ikhtiar mewujudkan kepastian. Namun demikian, kepastian dan stabilitas bersifat relatif dan sementara. Bukan tidak mungkin muncul sumber-sumber baru ketidakpastian karena memang hal ini bukan hal yang bisa kontrol. Apapun bentuk dan sumber ketidakpastian, yang penting adalah kesiapan kita untuk selalu optimis menghadapinya dan mampu mentransformasi ketidakpastian menjadi kepastian. Optimisme ini penting, karena Tuhan akan bertindak sesuai prasangka hambaNya.
Bogor, 27 Maret 2020
Saya ucapkan selamat kepada Bapak/Ibu Dosen IPB yang akan memulai tugas mulia melaksanakan kegiatan perkuliahan semester genap pada 20 Januari 2020. Marilah kita beri muatan lebih perkuliahan dengan tidak sekedar menyampaikan dan menjelaskan teks materi kuliah, tetapi juga menginspirasi mahasiswa. Kata pepatah, the great teacher is inspiring. Menginspirasi berarti menggugah mahasiswa utk semakin bersemangat untuk belajar, berpikir dan berbuat sesuatu untuk kemaslahatan. Semakin kita mampu menginspirasi, semakin cinta mahasiswa pada ilmu yang kita ajarkan, dan semakin cinta mahasiswa pada perkuliahan kita. Kecintaan mahasiswa pada perkuliahan kita adalah pintu untuk membuat mereka menjadi powerful agile learner, sebagaimana yang kita inginkan dari Kurikulum baru IPB 2020 atau K2020.
Menjadi pembelajar yang lincah dan tangguh adalah bekal penting menghadapi perubahan dan ketidakpastian. Hanya orang yang bermental pembelajar yang akan bisa adaptif terhadap perubahan. Ilmu terus berkembang dan hanya pembelajar yang tangguh yang akan terus dapat mengikuti perkembangan ilmu, dan bahkan bisa menjadi penentu kecenderungan ilmu pengetahuan. Kata Stephen Covey, "teruslah menggergaji, tapi jangan lupa mengasahnya" Ilmu dan skill yang kita gunakan suatu saat akan tumpul di saat volatilitas perubahan terjadi, kecuali bila kita mampu terus mengasahnya. Mengasah adalah ciri pembelajar. Bangsa-bangsa besar sepanjang sejarah masa lalu dan masa depan selalu bertumpu pada kekuatan warganya yang pembelajar, dan kampus pun lalu menjadi pilar. Semakin besar sebuah bangsa akan selalu dicirikan dengan semakin banyaknya kampus-kampus hebat. Tak mungkin inovasi Korea Selatan dan Tiongkok bisa melesat secepat ini tanpa kekuatan kampus-kampusnya yang berisi para pembelajar hebat.
Dengan menuntut mahasiswa menjadi pembelajar mestinya juga menuntut kita sebagai dosen untuk menjadi pembelajar. Kata Ki Hajar Dewantara, "Ing ngarso sung tulodho". Di depan kita harus memberi teladan. Spirit pembelajar butuh keteladanan, dan bagi mahasiswa dosen lah sumber keteladanan. Keteladanan yang paling sederhana adalah kedisiplinan dosen, seperti masuk ruang kuliah tepat waktu. Keteladanan berikutnya adalah keteladanan sebagai pembelajar: (a) selalu update isi buku, jurnal, inovasi, dan riset terbaru, (b) selalu update metode pembelajaran terkini, (c) selalu update perkembangan situasi teraktual baik lokal, nasional, maupun global, dan (d) selalu berusaha memberi solusi atas tantangan situasi baru tersebut. Memberi keteladanan adalah memberi inspirasi. Keteladanan sebagai pembelajar adalah inspirasi yang luar biasa.
Dosen pembelajar adalah dosen kontekstual, selalu mencermati perkembangan konteks dan memahami posisi di titik ordinat mana kita berdiri dalam peta situasi perubahan yang ada. Sementara itu sebaliknya dosen tekstual adalah dosen yang hanya menyampaikan teks tanpa sentuhan relevansi terhadap realitas yang ada. Tentu yang lebih kita butuhkan adalah dosen kontekstual karena merangsang mahasiswa untuk turut memahami konteks masalah, sehingga perkuliahan akan lebih terasa manfaatnya untuk kehidupan. Perkuliahan yang bersentuhan dengan realitas bisa menjadi bagian dari proses mencari solusi atas masalah yang ada. MIT adalah kampus hebat di USA yang kini mulai mengarahkan materi perkuliahannya untuk memecahkan masalah. MIT sadar bahwa complex problem solving adalah skill yang harus dimiliki mahasiswa menghadapi VUCA.
Selanjutnya dosen pembelajar adalah dosen transformatif, yang selalu belajar dan berpikir tentang perubahan dan bahkan selalu ingin menjadi pelaku perubahan. Karena itu, dosen pembelajar sesungguhnya adalah penggerak kehidupan. Semoga perkuliahan semester genap ini dapat kita isi dengan semangat baru untuk menghasilkan para mahasiswa pembelajar dan sekaligus menjadikan diri kita sebagai dosen pembelajar.
Salam Pembelajar !
Bogor, 19 Januari 2020
Optimisme dalam membangun bangsa adalah keharusan karena akan memberi energi positif dalam berpikir dan bertindak. Optimisme kini mulai mengalir dan momentumnya adalah 2045 persis 100 tahun Indonesia merdeka. Diperkirakan Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia dengan PDB USD 7,3 Triliun dan pendapatan perkapita USD 25 ribu. Tidak dipungkiri, saat ini kita belum dalam kondisi ideal. Dalam banyak indikator ternyata kita masih di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya. Indeks inovasi global Indonesia berada di urutan 85, bandingkan dengan Singapura (8), Malaysia (35), Thailand (43), Vietnam (42), Filipina (54) dan Brunei (71). Pada 2019 Indeks daya saing global kita di urutan 50 dunia dan urutan keempat di Asia Tenggara di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand. Indeks ketahanan pangan Global 2019 kita nomor 62 dunia dan kelima di Asia Tenggara.
Dalam Food Sustainability Index (FSI) tahun 2018, Indonesia mendapat skor 59,1, tertinggal dari Ethiopia 68,5 yang dulu kita kenal sebagai daerah kelaparan. Food Loss and Waste atau FLW (kehilangan dan pemborosan pangan) kita juga tergolong tinggi. Menurut FAO, FLW kita sekitar 300 kg/kapita/tahun dan tergolong nomor 2 di dunia, setelah Arab Saudi. FLW telah menjadi perhatian dunia karena sepertiga produksi pangan dunia hilang dan mengalami pemborosan. Sebenarnya dengan mengatasi FLW ini saja, maka ketersediaan pangan kita akan meningkat. Belum lagi kalau kita melihat indeks kelaparan global versi IFPRI bahwa skor indeks kita sebesar 21 dan skor negara maju kurang dari 5. Pada tahun 1992 skor kita 35,8 dan selama 22 tahun hingga tahun 2016 turun 12,9%, atau dirata-rata turun 0,6 poin pertahun. Bila tidak ada usaha khusus yang sistematis dan serius, dengan penurunan 0.6 pertahun maka diperlukan waktu 27 tahun untuk sama dengan negara maju. Tentu kita mengapresiasi langkah pemerintah untuk mengatasi masalah stunting, karena stunting ini menjadi variabel penting dalam indeks kelaparan global. Bila masalah ini ditangani dengan kerja ekstra keras, maka waktu yang diperlukan untuk setara negara maju akan lebih cepat lagi. Fakta-fakta tersebut di atas mestinya tidak membuat kita berkecil hati. Fakta-fakta tersebut mestinya membuat kita makin serius untuk memikirkan masa depan bangsa ini.
Dunia manapun sedang mengalami kegalauan tersendiri karena yang dihadapi adalah ketidakpastian. Inggris galau karena ketidakpastian masa depannya pasca keputusannya tentang Brexit. Singapura galau karena ketidakpastian yang akan muncul pasca beroperasinya Terusan Kra proyek Thailand dan Tiongkok yang berpotensi akan membunuh Pelabuhan Singapura. Dengan melewati Terusan tersebut bisa menghemat sekitar 1200 km dibandingkan jalur konvensional. Amerika Serikat juga dihantui dinamika politik internal yang bisa membuat ketidakpastian. Negara-negara produsen elektronik galau akibat disrupsi inovasi yang membuat produknya menjadi obsolete.
VUCA dan SDM UNGGUL
Memang kita hidup di era VUCA yang penuh dengan guncangan perubahan disertai ketidakpastian dan situasi yang makin kompleks. Wajar bila kemudian VUCA disebut-sebut akan membuat kita fragile. Namun demikian fragility akibat VUCA tersebut dapat kita konversi menjadi agility bila kita siap dengan skill baru, antara lain menciptakan kekuatan visi baru tentang masa depan, kreativitas, risk literacy, complex problem solving, fleksibilitas, dan kolaborasi. Sebut saja studi Mc Kinsey (2019) yang menunjukkan bahwa di Indonesia ada 23 juta pekerjaan yang akan digantikan mesin akibat otomatisasi. Namun pada saat yang sama 27 juta hingga 46 juta pekerjaan baru akan tercipta. Artinya, VUCA tetap membuka peluang bagi orangorang yang adaptif. Pertanyaannya bagaimana posisi perguruan tinggi di Indonesia di tengah keharusan optimisme namun dengan fakta-fakta yang membuat kita miris serta situasi VUCA yang membingungkan? Secara sederhana postulatnya adalah Indonesia maju butuh SDM unggul dan untuk SDM unggul butuh perguruan tinggi. Namun apakah perguruan tinggi atau kampus menjamin akan menghasilkan SDM unggul? Apa itu SDM unggul? SDM unggul adalah yang adaptif terhadap perubahan. Charles Darwin mengingatkan kita bahwa spesies yang bisa bertahan bukanlah yang terkuat dan terpintar tetapi yang responsif terhadap perubahan. Responsif terhadap perubahan mensyaratkan sejumlah softskill seperti kemampuan belajar cepat, kelincahan, fleksibilitas, dan future mindset.
Perubahan hampir selalu membawa kebaruan. Menghadapi kebaruan butuh belajar cepat sehingga butuh mental sebagai pembelajar yang lincah. Future mindset menarik garis ke depan dengan penuh keyakinan bahwa perubahan adalah keniscayaan. Future mindset selalu siap dan sigap menghadapi perubahan dan ketidakpastian. Namun kecepatan dan kelincahan juga diperlukan menghadapi volatilitas. Ketidakpastian harus dihadapi dengan kolaborasi. Ke depan, Inovasi yang dahsyatpun umumnya yang berbasis kolaborasi. Kita tak mungkin sendiri-sendiri menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian itu. Kolaborasi memungkinkan terjadinya akumulasi potensi untuk menjadi kekuatan baru. Namun kolaborasi yang kuat akan tercipta bila didasari oleh rasa saling percaya yang tinggi. Masyarakat di negara maju dicirikan dengan high trust society, sebagaimana studi Fukuyama. Unsur penting dalam membangun high trust society adalah integritas, dan integritas akan muncul dari kejujuran. Hal ini selaras dengan hasil riset T. Stanley yang menyebutkan bahwa dari 100 faktor yang membuat orang sukses ternyata IQ berada di urutan ke 21, sekolah di sekolah favorit di urutan 23, dan lulus dengan nilai terbaik berada di urutan 30. Faktor yang menempati urutan 5 besar adalah: kejujuran, disiplin, skill interpersonal yang baik, dukungan dari pasangan hidup, dan bekerja lebih keras dari orang lain. Jadi menghadapi masa depan memerlukan integritas yang kuat, dan dengan demikian SDM unggul dicirikan integritas yang kuat, soft skill yang bagus, dan hardskill yang tangguh. Bagaimana kampus mampu mencetak karakteristik SDM unggul dengan kekuatan skill dan integritas seperti di atas? Apakah kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik menjadi faktor penting?
KEBEBASAN AKADEMIK
Kampus memiliki kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik. Kebebasan akademik adalah modal pokok bagi kampus untuk tumbuh berkembang dan menghasilkan SDM unggul. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 pasal 9 ayat 1, Kebebasan Akademik adalah kebebasan sivitas akademika dalam Pendidikan Tinggi untuk mendalami dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi secara pertanggung jawab. Kebebasan mimbar akademik adalah kewenangan yang dimiliki oleh profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu, cabang ilmu, atau bidang yang dikajinya.
Kebebasan Akademik dan kebebasan mimbar akademik akan menjadi atmosfer krusial untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis. Kreativitas dan berpikir kritis tersebut adalah skill yang diperlukan di era VUCA ini. Kreativitas kini menjadi modal yang tak terbatas dan sangat menentukan. Sebagaimana dikatakan Jack Ma bahwa kompetisi mendatang adalah kompetisi berbasis kreativitas dan imajinasi. Dulu orang berkompetisi berbasis pada seberapa banyak modal finansial yang dimiliki. Namun kini kondisi sudah berubah dan modal finansial, pengetahuan dan aset sudah dikalahkan modal kreativitas. Hampir semua Unicorn baru yang muncul dan lalu mengalahkan perusahaan-perusahaan konvensional adalah karena berbekal kreativitas yang tinggi. Jadi, kreativitas akan menjadi instrumen penting dalam mobilitas vertikal seseorang.
Begitu pula, berpikir kritis adalah modal penting menghadapi ambiguitas yang kini terjadi. Era sekarang dibanjiri dengan informasi yang memang makin terbuka. Setiap orang semakin mudah mengakses informasi. Di tengah banjir informasi yang dapat disebarkan oleh siapapun dan kapan pun, serta banyak aliran baru dan bahkan konsep-konsep baru yang bermunculan, diperlukan kemampuan berpikir kritis untuk menyaringnya. Bagaimana kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik mampu menciptakan kreativitas dan berpikir kritis? Ukuran kehidupan kampus adalah rasionalitas. Sebagai lumbung rasionalitas, maka kampus membuka kesempatan kepada siapapun di dalamnya untuk berpikir untuk menghasilkan pemikiran baru dan maupun berpikir untuk merespons pemikiran lain. Interaksi rasional di dalam kampus terjadi karena yang diperbincangkan adalah sains dan teknologi. Sains dan teknologi bertumpu pada rasionalitas. Sains dan teknologi semakin berkembang di saat kreativitas dan kemampuan berpikir kritis diagungkan, dan itu bisa terjadi bila rasionalitas juga diagungkan. Rasionalitas adalah steering media yang membuat kampus tetap eksis. Kampus hidup karena rasionalitas tumbuh subur dan mendapat tempat terhormat. Semakin maju kampus biasanya semakin banyak alokasi waktu orang-orang di dalamnya untuk mempertukarkan pikiran-pikiran rasionalnya.
Apa hubungan antara kebebasan akademik dan demokrasi? Kebebasan akademik itu sebenarnya salah satu bentuk demokrasi secara mikro. Kampus dituntut demokratis karena memang sejatinya kampus dibesarkan dengan cara-cara demokratis. Betapa tidak, yang diagungkan adalah rasionalitas dan ekspresi apapun sepanjang memenuhi standar rasionalitas sangat dimungkinkan di kampus. Disinilah yang membedakan “demokrasi” di kampus dengan demokrasi secara makro di luar kampus. Tradisi “demokratis” dengan ciri kebebasan akademik di atas membuat kampus memiliki ciri pokok, yaitu rasional. Rasionalitas kampus menjadi pembentuk watak kampus berikutnya yaitu independen. Independensi inilah yang kemudian membuat kampus semakin bernilai atau tidak. Semakin independen sebuah kampus, artinya semakin mengagungkan rasionalitasnya. Sebaliknya semakin tidak independen sebuah kampus, biasanya rasionalitas semakin ditanggalkan dan diganti dengan ikatan kepentingan sebagaimana berlaku dalam dunia politik praktis. Kehidupan rasional di kampus adalah modal bagi kampus dalam memposisikan diri dalam demokrasi. Banyak orang berkepentingan terhadap kampus. Namun politisi yang negarawan tidak akan pernah melakukan langkah-langkah yang merusak marwah kampus sebagai garda terdepan penjaga rasionalitas dan akal sehat. Kaum negarawan akan terus mempertahankan kampus sebagai aset demokrasi. Kebebasan akademik dan mimbar akademik yang kuat akan memperkokoh independensi kampus dari tarikan-tarikan kepentingan politik praktis. Independensi dan idealisme tersebut adalah modal kampus dalam menjaga kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik. Namun apakah kebebasan akademik merupakan bentuk kebebasan sebebas-bebasnya tanpa tujuan?
TRANSISI DEMOKRASI
Kebebasan akademik harus diletakkan dalam kepentingan bangsa ke depan. Kebebasan akademik merupakan instrumen demokrasi yang seharusnya melahirkan gagasan dan tindakan yang mengekspresikan sistem yang menjamin terwujudkan kesejahteran dan keadilan bagi seluruh rakyat. Dalam kerangka ini, ada sejumlah langkah yang harus kita lakukan.
Pertama, harus dipahami struktur ekonomi dan demografi kita. Ekonomi pedesaan beserta penduduk di dalamnya yang berbasis agro-maritim masih menjadi penciri. Berbicara demokrasi berarti berbicara tentang mayoritas penduduk beserta ciri-ciri ekonominya. Tak bisa dipungkiri bahwa petani, nelayan, peternak, masyarakat sekitar hutan dan masyarakat pedesaan lainnya masih dominan. Dengan potensi sumberdaya alam yang melimpah disertai dengan karakteristik demografi yang seperti itu, tidak ada jalan lain selain harus memperkuat sektor agromaritim Indonesia. Membangun ekonomi berbasis pelaku mayoritas itulah salah satu ciri demokrasi ekonomi.
Kedua, harus dipahami bahwa demokrasi harus dilakukan secara bertahap. Saat ini nampak bahwa demokrasi politik lebih dominan dari demokrasi ekonomi. Padahal yang saat ini diperlukan adalah demokrasi ekonomi karena langsung berhubungan dengan kepentingan kebutuhan rakyat. Dengan demikian, demokrasi ekonomi harus terus diupayakan dengan memperkuat basis pelaku mayoritas yakni agro-maritim. Upaya penguatan sektor agro-maritim dimulai dengan mengatasi ketimpangan agraria dengan memberi akses kepada pelakupelaku agro-maritim terhadap sumber-sumber agraria, baik tanah maupun air. Namun demikian akses pada sumber-sumber agraria ini harus diiringi dengan access reform, yaitu teknologi, modal, pasar, dan SDM. Ini bisa terjadi bila kita menempatkan agro-maritim sebagai rezim “produksi”, dan bukan rezim “perdagangan” semata. Rezim produksi akan mengkondisikan terciptanya nilai tambah dari hasil proses produksi yang dilakukan oleh rakyat. Sementara itu rezim “perdagangan” lebih fokus pada aspek ketersediaan barang dan tidak peduli dari mana barang itu berasal. Disinilah rezim “perdagangan” rentan terhadap praktek perburuan rente yang tidak jarang memberi dampak negatif bagi terwujudnya keadilan. Anehnya rezim “perdagangan” semakin subur di era demokrasi, sehingga muncul fenomena seperti diungkapkan Giddens (1999) tentang paradox democracy. Paradox democracy muncul akibat kekecewaan dan ketidakpuasan rakyat terhadap demokrasi, karena demokrasi yang sudah mapan ditunggangi elit yang memanfaatkan kewenangan yang merugikan banyak pihak.
Ketiga, harus dipahami bahwa sangat kuat harapan publik kepada kampus dalam kerangka demokrasi ekonomi. Kampus diharapkan hadir dengan inovasi-inovasi unggul yang menjawab kebutuhan pasar. Dengan Revolusi Industri 4.0, maka kampus pun dituntut mampu hadir dengan inovasi 4.0 yang menjadi solusi bagi masyarakat, industri dan pemerintah. Lahirnya Inovasi 4.0 unggul dengan aplikasi IoT, kecerdasan buatan, drone, blockchain, dan robotic harus dimulai dari strategi riset yang baik. Kampus harus mulai mengembangkan riset-riset transformatif yang berorientasi pada perubahan. Dalam kerangka demokrasi ekonomi dimana ekonomi rakyat harus kuat, maka kampus harus memiliki keberpihakan. Keberpihakan ini akan kuat bila kita memiliki nasionalisme yang kuat. Tugas memperkuat nasionalisme dalam inovasi ini sekaligus menjawab pertanyaan:” Inovasi untuk siapa?” Inovasi harus berpihak. Inovasi 4.0 haruslah inovasi yang membumi dan bermanfaat bagi rakyat luas pelaku di akar rumput. Inovasi yang memberdayakan ini akan memperkuat basis ekonomi rakyat yang pada akhirnya memberikan kontribusi pada kematangan demokrasi politik.
Keempat, harus dipahami bahwa Indonesia masih dalam transisi demokrasi. Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, ternyata kita masih fokus pada prosedur demokrasi dan belum sampai pada substansi. Nilai-nilai demokrasi tidak saja belum dimiliki rakyat kebanyakan tetapi juga para elit. Tidak puasnya elit yang kalah dalam Pilkada yang kemudian menyulut kerusuhan di berbagai daerah adalah bukti belum matangnya kita berdemokrasi. Dalam era transisi ini, maka kampus memegang peran penting. Tidak seperti kampus di negara maju yang sudah tidak lagi diperlukan perannya dalam demokrasi karena peran tersebut sudah bisa dimainkan oleh masyarakat luas, di dunia ketiga seperti Indonesia justru sebaliknya. Kampus dengan independensinya sangat ditunggu-tunggu. Kampus ditunggu perannya sebagai penengah ketika polarisasi sosial meluas. Kampus ditunggu perannya sebagai penyejuk ketika suasana ruang publik memanas. Kampus ditunggu perannya sebagai agen kontrol sosial ketika lembaga resmi pengontrol kurang berdaya. Kampus ditunggu perannya sebagai kontributor pemikiran kebijakan pembangunan ketika kebijakan diambil tidak berbasis akal sehat lagi. Namun peran kampus ini harus dipahami semua pihak, sehingga bukan hanya tugas akademisi saja untuk menjaga kampus, tapi juga tugas pemerintah dan politisi untuk turut menjaga marwah kampus.
PENUTUP
Kampus dengan kebebasan akademiknya semakin ditantang untuk menghadapi perubahan. Era disrupsi tengah kita hadapi, dan kita harus ambil salah satu dari dua pilihan: to disrupt atau to be disrupted. Semoga kampus kembali terlibat dalam proses sejarah sehingga selalu mencetak sejarah baru di Indonesia.
Bogor, 27 Desember 2019
Hari ini 15 Desember 2019 genap dua tahun saya menjadi Rektor IPB. Alhamdulillah Allah SWT memberi kesempatan dan kekuatan untuk menjalani tugas mulia ini. Terima kasih kepada Pimpinan IPB periode-periode sebelumnya yang telah memberikan fondasi kuat untuk IPB terus berinovasi dan berkembang. Terima kasih seluruh civitas akademika IPB yang tulus mengabdi dan kerja keras untuk IPB terus berprestasi. Modal inovasi dan prestasi ini penting untuk IPB agar terus menginspirasi, dan menjadi modal untuk berlari mewujudkan visi. Dua tahun memang terlalu singkat untuk memenuhi seluruh ekspektasi. Namun dua tahun juga terlalu lama kalau transformasi belum juga dieksekusi. Apapun juga dua tahun telah terjadi dan ijinkan saya sejenak melakukan refleksi dengan kelebihan dan kekurangan yang ada.
Kata pakar, tugas leader adalah knows the way, shows the way, dan goes the way. Di sinilah visi menjadi keniscayaan karena visi lah yang akan menuntun IPB berlari. Menjadi techno-socio enterpreneurial university adalah visi jangka panjang IPB. Tugas kita membuat visi jangka pendek sebagai bagian dari tahapan mewujudkan visi jangka panjang. Visi jangka pendek juga harus mampu merespon isu jangka pendek. Singkat kata, kita putuskan visi jangka pendek IPB (2019-2023) dibungkus dalam satu kata, yaitu IPB 4.0. Ini tidak lain sebagai respons terhadap era baru VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity) yang dipicu oleh revolusi industri 4.0 yang benar-benar telah mendisrupsi. Pilihan IPB hanya satu: to disrupt or to be disrupted? Kita putuskan to disrupt. Kita harus menjadi trend setter perubahan. Keputusan harus diambil cepat, karena sekarang kecepatan adalah variabel sama pentingnya dengan kepintaran. Karena itu strategi dan program harus mencerminkan visi IPB 4.0.
Pertama, visi IPB 4.0 telah kita terjemahkan dalam Renstra yang terukur dan jelas kaitan antar inisiatif program dalam peta strategi yang holistik. Kita rumuskan inisiatif IPB Green, IPB Biz, dan IPB Net untuk memperkuat IPB Smart, yang selanjutnya dapat mewujudkan IPB Excel, IPB Edu, dan IPB Lead, yang akhirnya mencapai IPB share yaitu kontribusi IPB untuk bangsa. Kedua, telah kita lakukan transformasi digital untuk meningkatkan digital capability dan membuat semua komponen IPB menjadi connected. Syarat untuk berlari adalah akurasi, presisi, dan kecepatan, karena itu teknologi digital menjadi keniscayaan yang tak bisa ditawar lagi. Alhamdulillah penyempurnaan infrastruktur digital dan integrasi sistem informasi berjalan baik, sehingga urusan keuangan, akademik, SDM, dan kemahasiswaan menjadi terintegrasi. Hal Ini lalu memudahkan agar terbaca dalam berbagai platform aplikasi digital yang bisa diakses melalui telpon pintar. Dosen, tendik, dan mahasiswa IPB cukup buka IPB Mobile for students, IPB Mobile for staffs, IPB Mobile for lecturers untuk tahu data real time yang berkaitan urusannya dengan IPB. Dilanjutkan dengan IPB Mobile for alumni dan for parents agar orang tua bisa memantau aktivitas akademik dan data-data putra-putri nya yang kuliah di IPB. Ada lagi IPB Today berisi berita harian IPB, IPB Innovations berisi info seluruh inovasi IPB, dan terakhir IPB DigiTani platform untuk petani berkonsultasi ke pakar IPB. Dalam hal koneksi internet, IPB telah menetapkan IPB Access sebagai pintu tunggal akses internet dalam jaringan di lingkungan IPB dan terkoneksi dengan eduroam yg terhubung otomatis dg jaringan di lebih dari 100 lembaga di berbagai negara. Sistem informasi manajemen (SIM), dari 16 SIM tahun 2017 menjadi 50 SIM 2019 dengan fitur yg semakin mudah dinikmati oleh civa IPB. Kapasitas internet bandwidh juga terus ditambah. Hasilnya IPB mendapat penghargaan Keterbukaan informasi publik dari Wapres dan KIP 2018 dan 2019.
Ketiga, transformasi manajemen menuju corporate culture melalui penyempurnaan sistem kinerja, sistem remunerasi dan insentif, sistem karir, pelayanan administrasi dan kesehatan, dan integrasi sistem keuangan. Manajemen Keuangan IPB didukung sistem keuangan terintegrasi berbasis IT. Alokasi anggaran untuk sistem remunerasi semakin besar, sehingga faktor pengali terus ditingkatkan dari Rp 1400 menjadi Rp 2000 dan tahun depan dapat dinaikan lagi menjadi Rp 2200. Sebentar lagi kenaikan pangkat bersifat online dan akreditasi online pun segera berjalan. Hal ini agar dosen tidak banyak disibukkan urusan administratif. Hasilnya, IPB selalu mendapat status WTP, juga prestasi juara 1 dosen berprestasi nasional bidang sains dan juara 2 bidang humaniora, serta juara 2 Tendik berprestasi nasional 2019. Kita telah mendirikan Student Service Center (SSC) untuk integrasi seluruh pelayanan akademik dan kemahasiswaan secara online dan offline. Hasilnya, SSC IPB terpilih sebagai Gold Winner Pelayanan Informasi publik terbaik dari Asosiasi Humas Indonesia 2019.
Keempat, telah kita susun konsep IPB AGRO-MARITIM 4.0 sebagai pandangan resmi IPB tentang 4.0 dan menjadi acuan dalam pendidikan dan penelitian IPB. Saat ini telah dirumuskan pula peta jalan riset Agro Maritim 4.0 sehingga riset-riset IPB bisa lebih terukur hasilnya dan mampu menjawab tantangan 4.0 hingga 5 tahun mendatang. Dengan konsep inipun kerjasama internasional dengan Belanda, USA, Australia, Jerman, Inggris, Tiongkok, dan Korea Selatan kita arahkan untuk Agro Maritim 4.0. Penghargaan yang diterima dalam riset adalah Peringkat pertama PTN Mitra peneliti asing terbaik 2018 dari menristekdikti dan peringkat 2 perguruan tinggi kategori penelitian terbaik.
Kelima, dalam Pendidikan IPB 4.0 telah kita mulai : a) reorientasi kurikulum yang diterapkan saat ini untuk dikembangkan menjadi kurikulum pendidikan K2020 dengan konsep tandem antara hard skill dan soft skill untuk menghasilkan lulusan dengan karakter powerful agile learner . Dalam rangka mewujudkannya telah disiapkan 609 dosen atau 50% dosen untuk siap blended learning sekaligus sebagian diantaranya diberi penyegaran mengenai Heutagogi, b) pembukaan kelas internasional, c) pembukaan prodi-prodi baru kekinian seperti Logistik AGRO-MARITIM, d) pembukaan jalur Ketua OSIS untuk masuk IPB, e) pembukaan asrama kepemimpinan, dan bersama HA IPB mengembangkan mentoring leader, f) pendidikan bela negara, g) talent mapping dan pelatihan wajib 7 habits mahasiswa baru sehingga pembinaan mahasiswa lebih terarah, dan h) pembangunan Entrepreneurship Center untuk mahasiswa serta penyiapan Start Up School, i) Mulai tahun 2019 IPB juga menerbitkan SKPI (Surat Keterangan Pendamping Ijazah) yang menjelaskan kecakapan yang dimiliki oleh lulusan selain kecakapan akademik. Hasilnya, IPB Juara umum kedua dalam Pekan Ilmiah mahasiswa nasional 2019, juara umum Kewirausahaan Mahasiswa Indonesia, juara 1 mahasiswa berprestasi nasional, Meraih puluhan penghargaan internasional di berbagai kesempatan seperti IFT, Paduan Suara di Swiss, Irlandia, Polandia dan berbagai penghargaan di bidang saintek di China, Rusia, Jepang, dan berbagai negara lainnya.
Keenam, telah kita dirikan TANI Center untuk memaksimalkan layanan prima IPB secara online melalui aplikasi DigiTani dan offline kepada petani, peternak, dan pembudidaya ikan dan diiringi dengan program Dosen Mengabdi untuk melayani dan menginspirasi masyarakat. Pembukaan Botani Mart yang menyediakan aneka bibit unggul dan inovasi IPB lainnya untuk pasar publik. Serambi Botani juga kita buka selain di mall-mall besar juga di bandara Internasional Soekarno Hatta sebagai flag carrier IPB.
Ketujuh, Kita jadikan Agribusiness Technology Park (ATP) IPB menjadi etalase Digital Agriculture yang sekaligus untuk tempat riset, bisnis, dan wisata, dengan menyediakan aneka smart green house untuk buah-buahan, sayuran dan bibit ikan. Hasilnya, di ATP ini kita lakukan pemberdayaan petani sekitar kampus dan hasilnya produk-produk petani tersebut sudah masuk ke 31 supermarket di Bogor.
Kedelapan, kita resmikan Science Techno Park IPB di taman kencana dengan kekuatan Center for Collaborative Research untuk melayani industri, manajemen inovasi, disertai program Inkubator untuk melayani usaha kecil dan menengah, serta aplikasi IPB Innovation dan Klik IPB sbg aplikasi mobile untuk permohonan Kekayaan Intelektual yg dikelola IPB. Hasilnya, kita mendapatkan Anugerah Widyapadhi no 1 tahun 2018, anugerah WidyaKrida no 1 dan Shinta Award No 1 (paten terbanyak) dari menristekdikti tahun 2019, sehingga IPB sering dikenal sebagai Kampus terbaik dalam inovasi.
Kesembilan, melakukan rebranding IPB agar lebih mudah dikenal secara global dengan mengubah Bogor Agricultural University menjadi IPB University, dan membuat moto baru IPB menjadi "Inspiring Innovation With Integrity". Rebranding juga kita dorong dengan aplikasi IPB TODAY yang berisi berita harian IPB. Hasilnya, a) Peringkat 1 penghargaan pemberitaan terbaik dari Menkominfo dan b) Silver Winner website terbaik versi Asosiasi Humas Indonesia.
Akhirnya, 2018-2019 dalam perangkingan dunia dan nasional IPB mendapat posisi sebagai berikut:
- Peringkat 74 dunia World University Rangking versi QS by subject Agriculture dan Forestry
- Peringkat 12 di Asia dalam WUR versi QS by subject Agriculture dan Forestry
- Peringkat 40 dunia The most Sustainable University versi UIGreen metric
- Peringkat 3 PTN terbaik di Indonesia dalam klusterisasi PT oleh menristekdikti
- Peringkat 2 Nasional dalam WUR THE subject life sciences
- Peringkat 132 Asian University Ranking versi QS overall
- Peringkat 601+ dalam WUR versi QS 2019 overall, naik 150 peringkat dari tahun 2017 yang berada di urutan 751+.
Rangking bukan tujuan, tapi akibat, yakni akibat dari proses transformasi yang kita lakukan. Oleh Karena itu, fokuslah pada kerja prestatif, langkah transformatif, dan semangat kolaboratif dengan tekad untuk kemajuan kita semua. Tentu kita bersyukur dengan capaian di atas, namun masih banyak PR yang harus kita tuntaskan.
Insya Allah kita bisa lebih berprestasi. Kuncinya kita jaga terus integritas, kita dorong terus inovasi, dan kita tebarkan terus inspirasi. Namun yang lebih penting lagi adalah bahwa IPB harus terus memberi manfaat untuk kemajuan bangsa, dunia, dan umat manusia sehingga memenuhi ekspektasi publik. Sekali lagi terima kasih kepada seluruh kolega pimpinan berbagai level, civitas akademika IPB, segenap tendik dan tenaga penunjang serta mahasiswa. Semoga dukungan kerja keras Bapak/Ibu semua tergolong amal soleh yang diridhoi Allah SWT. Amin YRA. Mohon maaf sebesar-besarnya bila banyak ekspektasi masih belum sepenuhnya dapat terwujud dalam dua tahun ini. Insya Allah kami akan bekerja keras mewujudkannya di tahun-tahun berikutnya
Bogor, 15 Desember 2019
Kata orang, ada orang yang tenar karena media. Ada juga orang yang besar karena karya. Bisa juga orang tenar dan besar karena dua-duanya. Hari pahlawan telah kita peringati. Apakah pahlawan dikenang karena tenarnya di media ataukah dikenang karena karyanya? Karya tidak saja merujuk pada produk yang tangible. Karya bisa merujuk pada pikiran dan tindakan. Karya disebut besar kalau membawa perubahan menuju kemajuan. Pahlawan kemerdekaan memiliki karya besar berupa pikiran dan tindakan dalam rangka perjuangan kemerdekaan. Ada perjuangan melalui gerakan massa baik bersenjata atau tidak, ada juga berupa gerakan intelektual dan gerakan ekonomi. Sekarang bukan lagi era perjuangan kemerdekaan. Sekarang adalah era mensyukuri kemerdekaan. Mensyukuri kemerdekaan yang terbaik adalah dengan karya yang menyejarah. Karya yang menyejarah akan selalu menginspirasi. Seperti apa sosok pahlawan atau hero era baru ini? . Menurut KBBI, hero berarti orang yang dihormati karena keberanian, atau orang yang dikagumi karena kecakapan dan prestasi. Menurut Oxford Dictionaries, hero adalah "a person who is admired for their courage, outstanding achievements, or noble qualities ". Semua orang bisa menjadi hero. Kuncinya adalah keberanian, prestasi yang luar biasa dan membawa manfaat untuk orang lain.
Bicara tentang hero jadi teringat sosok guru besar IPB yang bernama Prof Bambang HERO Saharjo. Kebetulan pada namanya ada kata "Hero". Nama bukan tanpa sebab. Bisa jadi orang tua beliau memang menginginkan putranya menjadi "Hero". Nama adalah doa. Kini orang tua beliau bisa tersenyum bahagia bahwa sebagian doanya terkabul. Bagi pejuang lingkungan, kini Prof Bambang menjadi "Hero". Perjuangannya yang konsisten dalam meneliti kebakaran hutan kini diakui dunia. Baru-baru saja beliau mendapat penghargaan bergengsi John Maddox Prize 2019 di Inggris, dengan menyisihkan 206 calon dari 38 negara. Penghargaan diberikan karena dedikasinya meneliti satu topik bertahun-tahun dan hasil penelitiannya pun banyak menjadi bahan kebijakan. Inilah penelitian transformatif, yakni penelitian yang berdampak. Penelitian transformatif selalu ada keberpihakan dan tidak bebas nilai. Karena dampak itulah beliau mendapat penghargaan. Penghargaan adalah akibat, bukan tujuan. Karena itu penghargaan ada di ujung hilir, yang sulit dicapai tanpa perjuangan keras di hulu. Ancaman kriminalisasi berkali-kali ia dapatkan. Namun kegigihan dalam meneliti tak putus di jalan, kegigihan yang bersimbiosis dengan keberanian. Kata pepatah, "No pain, no gain".
Di IPB masih banyak "Hero" lain, baik yang muncul di permukaan maupun yang masih bertahan bekerja dalam kesunyian. Ada Dr. Hajrial Aswiddinnoor yang menemukan varietas IPB 3S sebagai varietas unggul dengan produktivitas bisa mencapai 11 ton/hektar lebih. Ada juga bapak Kamir R Brata penemu teknologi biopori yang kini sudah dipraktekkan dimana-mana. Inovasinya sangat bermanfaat untuk kelestarian lingkungan. Masih banyak lagi nama-nama lain yang sungguh berprestasi dan memberi nilai tambah pada kehidupan. Para hero di dunia umumnya lahir tanpa desain. Hero adalah predikat dari orang lain. Mereka tumbuh mengalir secara alamiah, tanpa rekayasa. Mereka bekerja lebih keras dari orang lain. Mereka bekerja dengan passion yang tinggi. Mereka jarang mengatakan dirinya hebat. Orang lainlah yang mengatakan hebat karena telah merasakan betapa karyanya bermanfaat.
Hero adalah reputasi, yaitu nama baik yang tercipta karena orang lain mengakuinya. Orang lain telah merasakan manfaat karyanya. Akhirnya, hero adalah investasi, yang karena karyanya memberi manfaat untuk orang lain, maka secara tak terduga akan banyak gain yang didapat kelak. Gain bisa tangible atau intangible. Tuhan tidak akan tinggal diam kepada orang yang telah memberi manfaat untuk orang lain. Hirarki manfaat akan menentukan seberapa besar gain yang didapat. Hirarkinya bermula dari hero untuk diri sendiri, hero untuk keluarga, hero untuk sahabat, hero untuk organisasi, hero untuk masyarakat, hero untuk bangsa, hingga hero untuk dunia. Namun demikian, hero sejati tak pernah memikirkan gain untuk dirinya. Hero sejati tak pernah memikirkan karyanya sebagai investasi. Hero sejati selalu ingin mempersembahkan karyanya penuh aura keikhlasan. Hero berkarya untuk kemajuan bersama. Di kampus, akan makin banyak hero bermunculan. Kuncinya adalah karya inovasi yang menginspirasi. Kuncinya ada pada orientasi kebenaran, bukan ketenaran. Karena itulah kata-kata mutiara dari Pak Andi Hakim Nasoetion patut kita ingat kembali: " Carilah kebenaran, bukan ketenaran, maka bertemulah keduanya".
Hongkong, 27 November 2019
Selamat hari Sumpah Pemuda. Momentum ini penting untuk menggali nilai-nilai perjuangan para pemuda di awal abad 20. Keikhlasan mereka melepas baju daerah dan etnisitas untuk bersatu menjadi Indonesia memiliki nilai yang tak terhingga. Bertumpah darah yang satu, berbangsa yang satu dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Bukan barang yang mudah untuk bisa terus merawat persatuan di tengah kebhinnekaan seperti ini selama 91 tahun. Ada yang menarik saat komedian Ari Kriting datang ke IPB dan menegaskan bahwa merawat kebhinnekaan tidak mudah. Negara maju saja belum tentu mampu melakukan hal itu. Amerika hingga tahun 1960-an masih rasis. Hak ekslusif kulit putih tidak dimiliki kulit hitam atau Afrika Amerika, Amerika asli dan warga Hispanik.
Baru setelah Martin Luther King Jr. membakar 250 ribu orang yang berkumpul di depan Lincoln Memorial pada 28 Agustus 1963 dengan pidatonya yang terkenal " I have a dream ", maka rasisme Amerika mulai memudar. Isinya kira-kira seperti ini: "Aku bermimpi di mana pada suatu hari nanti keempat anakku akan tinggal di sebuah negara yang tidak menilai seseorang berdasarkan warna kulitnya tetapi berdasarkan karakter ". Di Indonesia, kesadaran berbangsa dengan kesetaraan etnisitas sudah tumbuh sejak 1928. Amerika baru mulai sadar tahun 1960 an.
Mendorong ekonomi tumbuh tidak sesulit mendorong keragaman etnis terawat dalam persatuan. Inilah prestasi Indonesia meski secara ekonomi tidak semaju tapi sukses merawat kebhinnekaan. Merawat kebhinnekaan adalah merawat manusia dan inilah sebetulnya peradaban agung. Yakni peradaban yang mengagungkan nilai kemanusiaan. Hanya dengan nilai kemanusiaan yang tinggi maka merawat kebhinnekaan bisa sukses. Hanya dengan kemanusiaan yang tinggi toleransi bisa terjaga. Inilah hebatnya Indonesia yang rakyatnya terus memanusiakan manusia yang membuat kita tetap bersatu. Kita harus bangga dengan keikhlasan kita semua untuk terus bersatu. Yugoslavia akhirnya tercerai berai. Uni Soviet pun harus mengalami nasib serupa. Padahal jumlah etnis mereka tak seberapa dibandingkan dengan kita.
Persatuan berbasis kebhinnekaan adalah modal sosial yang amat penting. Basis Modal sosial ini adalah trust. Artinya kita bersatu karena kita saling percaya meski berbeda etnis dan budaya termasuk beda bahasa, beda kesenian, beda norma-norma sosial, beda sistem pengetahuan dan beda sistem kepercayaan (belief). Karena itu menjaga trust ini adalah agenda terpenting bangsa Indonesia saat ini. Trust yang terpenting adalah trust untuk saling membesarkan. Tercipta interdependensi antar kita. Tercipta jejaring antar kita. Tercipta persaudaraan antar kita. Untuk mengikat agar trust terus terjaga dan kita harus bersama-sama dalam bingkai persatuan bangsa adalah Pancasila. Pancasila adalah konsensus bersama tentang nilai yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa ada konsensus bersama melalui Pancasila sulit bagi kita untuk bersatu. Hal ini karena Pancasila adalah pengikat trust antar kita sehingga kita punya acuan nilai yang sama untuk hidup bersama dan terus bersatu.
Merawat kebhinnekaan adalah ajaran alam. Sejenak kita lihat bagaimana alam semesta bekerja. Kerja alam mestinya bisa menjadi inspirasi dan pelajaran bagi kehidupan manusia dan kebudayaannya. Menurut ahli filsafat Capra, ada 5 prinsip ekologi yaitu diversitas atau beragam, interdependensi, berjejaring, holistik dan fleksibel . Alam telah mengajarkan ciri-ciri itu agar alam tetap survive. Lima prinsip ekologi itu bisa menjadi sumber kebudayaan. Mestinya manusia juga meniru bagaimana prinsip-prinsip kerja alam itu, sehingga manusia bisa mengakui keragaman, membangun interdependensi, berjejaring, berwawasan holistik dan terus beradaptasi terhadap dinamika perubahan yang ada agar manusia bisa bertahan hidup. Kalau ada manusia tidak mengakui keragaman, tidak mau saling tergantung, tidak mau berjejaring dengan komunitas yang serba beda, artinya manusia tersebut telah menyalahi kodrat alam.
Itulah mengapa IPB sejak dulu memiliki kebijakan merekrut calon mahasiswa dari seluruh penjuru tanah air melalui jalur undangan tanpa tes. Tidak lain karena IPB menyadari bahwa kesetaraan akses pendidikan tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia adalah sebuah keniscayaan dalam merawat kebhinnekaan. Meski secara historis ada trust untuk bersatu tapi kalau tidak dirawat dengan menjamin kesetaraan akses pada pendidikan, ekonomi, dan politik maka sangatlah berbahaya bagi trust itu sendiri. Disinilah keadilan harus ditegakkan, yakni keadilan akses. Keadilan inilah yang akan merawat trust antar kita. Keadilan inilah yang akan membuat kita masih merasa bersaudara.
IPB pun lalu mengembangkan spirit kebhinnekaan dengan sistem asrama 1 tahun sehingga kehidupan multibudaya bisa terbangun. Komunikasi lintas budaya juga semakin lancar. Sejak awal mahasiswa dididik untuk mengenal dan menghargai multi budaya. Acara tahunan kemahasiswaan berupa Gebyar Nusantara oleh BEM KM IPB serta Festival Budaya Nusantara oleh mahasiswa Sekolah Vokasi IPB adalah cerminan kesadaran mahasiswa tentang pentingnya merawat kebhinnekaan. Pada momentum itulah seluruh organisasi mahasiswa daerah (Omda) di IPB menampilkan aneka budaya dalam seni, busana dan kuliner khas daerah. Tidak lain acara ini untuk membangun apresiasi keragaman budaya. Inilah komitmen mahasiswa IPB untuk terus memperkuat persatuan bangsa dengan merawat kebhinnekaan. Semestinya tidak berlebihan bila dengan kebijakan rekrutmen mahasiswa untuk seluruh nusantara dan kehidupan multibudaya di kampus seperti di atas kita ingin IPB menjadi Kampus Kebhinnekaan. Meski dalam skala yang masih kecil, inilah sumbangan IPB untuk terus merawat kebhinnekaan. Inilah lilin-lilin kecil yang terus IPB nyalakan. Sekecil apapun lilin yang kita nyalakan hari ini akan terus ada harapan kelak kita akan menerangi dunia.
Bogor 26 Oktober 2019
Marhaban Ya Ramadhan. Bagaimana kita memaknai hikmah puasa secara multi dimensi? Setidaknya ada empat dimensi penting hasil menjalankan ibadah puasa Ramadhan baik pada level individual maupun sosial yaitu dimensi spiritual intelligence, physical intelligence, emotional intelligence, dan social intelligence.
Pertama, adalah dimensi spiritual intelligence, yang menekankan pentingnya hubungan ilahiah yang bersifat transendental. Landasan puasa adalah keimanan dan memang puasa diperintahkan hanya kepada orang-orang yang beriman sehingga bunyi QS Al Baqarah 183 adalah "Yaa Ayyuhalladzi na aamanu" dan bukan "yaa ayyuhal muslimun". Karena itu niat berpuasa pun mestinya berbasis pada keimanan. Sebagaimana Hadist Nabi yang mengatakan "Barangsiapa berpuasa karena iman dan ikhlas maka akan diampuni dosa2nya terdahulu". Jadi iman menjadi modal utama puasa, dan puasa juga ditujukan untuk menambah keimanan. Dengan puasa maka modal iman akan terus bertambah. Mekanisme pertambahan keimanan tersebut tercermin dari tuntutan intensitas ibadah selama bulan Ramadhan : perbanyakan sholat sunnah, tadarus al quran, i'tikaf, dan dzikir. Tidak lain pertambahan keimanan ini adalah bagian dari proses menuju status taqwa, yakni status yang dikejar oleh setiap mukmin yang berpuasa. Karena status inilah yang tertinggi di mata Allah SWT.
Kedua, dimensi physical intelligence, yang menekankan benefit orang berpuasa secara biologis. Secara biologis, berpuasa sangat menyehatkan karena puasa 30 hari secara tidak langsung merupakan aktivitas detox yang penting bagi tubuh kita. Ahli kesehatan dan gizi manapun menempatkan puasa sebagai aktivitas fungsional menunjang kesehatan tubuh. Namun demikian tubuh sehat bukanlah segalanya. Tubuh sehat adalah salah satu prasyarat agar jiwa juga sehat, sebagaimana pepatah di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Bagaimana puasa menumbuhkan jiwa yang sehat?
Ketiga, dimensi self control dan emotional intelligence. Hakikat puasa adalah pengendalian diri. Puasa melatih orang untuk mampu mengendalikan diri baik dalam aspek nafsu maupun emosi. Kontrol terhadap nafsu biologis makin dilatih, seperti pembatasan secara syariah tentang konsumsi makanan dan minuman. Kontrol terhadap nafsu ekonomis juga dilatih, seperti perintah perbanyakan sedekah. Sementara itu kontrol terhadap emosi juga dilatih, seperti menahan marah, sabar, dan mampu mengelola emosi sehingga berdampak pada perilakunya terhadap orang lain. Inilah yang dimaksud dengan kuatnya emotional intelligence, yang menurut Cardon terdiri dari kuatnya self awareness, self management, empathy, dan relationship management. Ujung dari kuatnya emotional intelligence adalah good interpersonal skill. Dengan demikian puasa melatih untuk mengelola emosi diri yang selanjutnya dapat menciptakan hubungan sosial yang baik.
Keempat, adalah dimensi social intelligence bahwa orang yang berpuasa makin meningkat kecerdasan dalam membangun kehidupan sosial. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Emotional intelligence yang didapat dari puasa dapat menjadi bekal bagi menguatnya social intelligence. Namun ada sisi lain yang perlu dikaji dalam social intelligence ini, yakni tentang kepercayaan (trust). Ada keyakinan orang berpuasa itu jujur. Karena memang puasa memaksa orang berkata benar dan melatih kejujuran. Secara individual, kejujuran akan berujung pada kesuksesan seseorang sebagaimana hasil penelitian Stanley yang menempatkan kejujuran sebagai faktor nomor satu dari 100 faktor penentu kesuksesan di dunia kerja. Sementara itu secara sosial, kejujuran berujung kepada terciptanya kepercayaan. Karena asumsi jujurnya orang yang berpuasa, maka pada bulan puasa secara umum tingkat kepercayaan orang lain kepada orang yang sedang berpuasa akan meningkat. Dengan semakin banyak orang berpuasa mestinya semakin banyak orang dapat dipercaya. Dengan semakin banyak nya orang yang dapat dipercaya maka semakin mencirikan terciptanya high trust society yakni masyarakat dengan rasa saling percaya yang tinggi. Inilah yang oleh Francis Fukuyama menjadi modal sosial penting bagi kemajuan bangsa. Menurut Fukuyama bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki modal sosial tinggi, yakni high trust society seperti Jepang, jerman dan negara maju lainnya. Dengan demikian puasa bisa memberi andil bagi terciptanya high trust society dan kemudian membuat bangsa menjadi lebih maju. Persoalannya adalah apakah suasana bulan puasa yang penuh dengan saling percaya tersebut dapat diteruskan pada 11 bulan berikutnya? Bila jawabannya ya maka tesis bahwa puasa dapat meningkatkan kemajuan bangsa akan terbukti.
Dimensi social intelligence yang diperkuat dengan kemampuan kita membangun trust society di atas, semakin diperkaya dengan spirit solidaritas sosial dengan memberi kepada orang membutuhkan. Puasa melatih orang untuk peduli sesama. Mekanisme zakat, infak, dan sedekah (ZIS) selama bulan puasa adalah instrumen utamanya. Ditambah lagi dengan mekanisme fidyah bagi yang tidak berpuasa karena alasan tertentu semakin memperlihatkan dimensi sosial puasa. Dengan demikian puasa tidak saja memperkuat social intelligence dengan high trust society tetapi juga anti kesenjangan. Semangat anti kesenjangan ini akan makin efektif bila seluruh mekanisme ZIS terinstitusionalisasi dengan baik. Dengan hikmah puasa pada empat dimensi di atas semoga semakin membuat kita yakin bahwa perintah puasa dapat menciptakan kita sebagai manusia seutuhnya yang sehat spiritual, jiwa, raga dan sehat secara sosial.
Bogor, 5 Mei 2019
(Materi disampaikan pada Tausiyah di Masjid Al Hurriyah Kampus IPB Dramaga)
Mengapa perlu melakukan rebranding?
Branding ibarat sebuah kehidupan, yaitu proses yang tidak pernah berhenti. Dalam perjalanannya, kita perlu berhenti sejenak dan mengevaluasi ‘kesehatan brand’ yang diperjuangkan selama ini, dengan menguji seberapa berartinya brand tersebut di mata stakeholders.
Ada berbagai pendekatan untuk mengevaluasi kesehatan brand. Ada cara 'jalan pintas' versus 'penelusuran secara seksama'. Oleh karena layanan dalam pendidikan tinggi ini bersifat jasa yang mempunyai multiple stakeholder, maka jalan pintas tidak direkomendasikan. Pendekatan Ethnography Marketing yang dipilih dalam riset dalam rangka rebranding ini merupakan jalan panjang penelusuran untuk memahami konsumen secara holistik dari berbagai sudut dan perspektif.
Dalam hal ini, IPB melalui profesional telah melakukan rangkaian penelusuran data primer maupun sekunder dengan berbagai teknik yaitu workshop internal dengan tokoh kunci, wawancara mendalam dengan future students, orang tua, guru-guru di sekolah, dan melibatkan tokoh kunci di institusi, baik dalam diskusi terpisah secara individu maupun diskusi terfokus dalam kelompok.
Hasil kajian ilmiah tentang perubahan brand IPB tersebut sudah disampaikan dalam berbagai pertemuan dengan stakeholder, termasuk dalam rapat Senat Akademik. Nama IPB University dan tagline baru ini sudah disahkan oleh Majelis Wali Amanat (MWA) IPB melalui Keputusan No 7/IT3.MWA/OT/2019 Tentang Pengesahan Rebranding Dengan Nama IPB University.
Sejak kapan inisiasi perubahan nama dilakukan?
- Pada masa Rektor Prof.Dr.Ir. Andi Hakim Nasution ” (1978-1987), sudah tercetus rencana perubahan nama menjadi Universitas Ilmu Pengetahuan Bogor, disingkat “Universitas IPB”.
- Di masa Rektor Prof.Dr.Ir. Aman Wirakartakusumah (1998-2002), sudah dilakukam kajian untuk perubahan menjadi universitas.
- Di masa Rektor Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto (2007-2017), disampaikan mandat berupa Ketetapan Majelis Wali Amanat (MWA) kepada Rektor untuk melakukan pengkajian perubahan nama.
- Pada masa Rektor Dr. Arif Satria, sejak tahun 2018 telah dilakukan kajian perubahan nama dalam bingkai rebranding.
Tahapan apa saja yang sudah dilakukan IPB untuk mendapatkan brand baru yang lebih komunikatif?
- Internal Insights: Pengumpulan insight dari stakeholder internal.
- External Insight: Pengumpulan insight dengan wawancara dari stakeholder eksternal.
- Menerjemahkan insight yang didapat untuk repositioning dan renaming.
- Sosialisasi brand baru ke stakeholder internal dan eksternal.
- Secara bertahap mengimplementasikan brand baru ke dalam berbagai produk marketing communication (website, buku profil, kartu nama, merchandise, dan lain-lain).
Apakah motto/tagline IPB juga berubah?
Ya. Motto/tagline yang sebelumnya adalah “Mencari dan Memberi yang Terbaik (Searching and Serving the Best)” dirasakan sudah menjadi sebuah keharusan dan kekuatan Institusi. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat, maka IPB University merasakan kebutuhan untuk memiliki janji baru yang lebih distinctive, berbeda dari universitas lain. Hasil riset dan diskusi dengan para stakeholder kunci diperoleh sebuah rangkaian kata janji baru yaitu: “Inspiring Innovation with Integrity” (versi pendek), dan versi panjangnya adalah “Inspiring Innovation with Integrity in Agriculture, Ocean, Biosciences for a Sustainable World”.
Motto/tagline ini memberikan penegasan terhadap diferensiasi dibandingkan perguruan tinggi lain:
- Inspiring: mencerahkan, memberikan ide
- Innovation: inovasi yang handal, bisa digunakan dan diterapkan
- Integrity: pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat (nilai-nilai moral tinggi)
Ketiga kata kunci ini telah diaplikasikan dalam pengembangan keilmuan di aspek pertanian, kelautan, biosains untuk mewujudkan kehidupan yang berkelanjutan.
Apakah nama IPB University juga akan digunakan dalam dokumen resmi seperti ijazah, transkrip, dokumen kepegawaian dan sebagainya?
Seluruh dokumen resmi yang terkait dengan negara, tetap akan menggunakan nama “Institut Pertanian Bogor” sebagai nama resmi institusi sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 66 Tahun 2013 tentang Statuta Institut Pertanian Bogor. Namun untuk kepentingan komunikasi internal dan marketing communication akan digunakan sebutan “IPB University”.
Bagaimana dengan dokumen-dokumen untuk keperluan internasional seperti akreditasi, jurnal, dan lain-lain?
Seluruh dokumen yang terkait dengan keperluan internasional, per 1 Juli 2019 sudah harus menggunakan nama “IPB University”. Pengenalan nama baru ini di tingkat global akan melalui proses transisi. Selama masa transisi, penulisan afiliasi lembaga dalam penulisan karya ilmiah atau manuscript jurnal internasional menjadi: IPB University (Bogor Agricultural University). Cara penulisan seperti ini juga akan dipakai dalam proses-proses pengumpulan data perankingan dunia dan indeksasi Scopus.
Mengapa kata “University” dipilih untuk menggantikan kata “Institut” yang selama ini sudah melekat di IPB?
Sejak lama telah berlangsung dualisme dalam terjemahan Institut Pertanian Bogor ke dalam Bahasa Inggris. Walaupun terjemahan yang lebih sesuai adalah “Bogor Agricultural Institute”, namun sudah lama IPB menggunakan “Bogor Agricultural University”. Bahkan ada juga yang menuliskan sebagai Institut Pertanian Bogor. Perbedaan ini seringkali membuahkan kebingungan dalam penulisannya sebagai afiliasi lembaga dalam jurnal internasional.
Alasan mengapa dipilih kata University, diawali dari pemikiran bahwa telah lama IPB berkembang dan menawarkan program studi yang lebih banyak dan luas dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, nama “IPB University” sebagai brand akan membangun asosiasi yang lebih luas dan menjanjikan value lebih tinggi.
Nama singkat juga akan memberikan ruang lebih luas untuk berasosiasi dengan hal-hal yang bersifat kekinian dan modern. Saat ini IPB tidak hanya merupakan singkatan, tetapi juga sebagai sebuah brand. Ada sejumlah corporate brand yang menempuh strategi ini untuk tidak hanya memberikan simplicity dalam pengucapannya, tetapi juga agar lebih solid dalam exposure dan menjelaskan janji brand-nya. Untuk itulah yang dilakukan adalah mengubah brand “Bogor Agricultural University” menjadi “IPB University”.
Saya teringat pesan ringan tentang syukur dalam sebuah kultum Ust Syafii Antonio usai sholat Subuh di Mesjid Andalusia setahun yang lalu. Kita bersyukur ketika mendapat rezeki yang banyak dan jabatan yang baik. Itulah kenikmatan dunia yang secara manusiawi kita inginkan. Harta dan tahta adalah nikmat "tangible", sebuah nikmat material yang nyata. Namun sudahkah kita selalu mensyukuri nikmat-nikmat lain yang "intangible"? Nikmat "intangible" adalah nikmat Allah yang sering kita anggap tidak nyata sehingga sering kita lupakan. Apakah kita selalu bersyukur diberi otak yang sehat sehingga daya ingat, kemampuan berpikir, dan fungsi perintah kepada seluruh organ tubuh berjalan baik? Ketika otak mengalami cedera amat sedikit saja akan bedampak sistemik. Peredaran darah yang lancar adalah anugerah yang luar biasa. Bayangkan kalau sedikit saja tersumbat, apa yang terjadi? Kita diberi nikmat mata untuk penglihatan. Kita diberi nikmat telinga untuk pendengaran. Kita diberi nikmat mulut untuk bicara dan juga menjadi pintu makan minum. Kita diberi hidung untuk penciuman. Itu semua adalah adalah kenikmatan yang tak ternilai harganya, namun seringkali kita menganggap biasa-biasa saja.
Namun ketika kita sehat walafiat seringkali kita lupa bahwa seolah-olah itu semua bukanlah sebuah nikmat. Seolah tubuh yang secara biologis sempurna fungsinya adalah hal yang biasa saja, bukan nikmat yang luar biasa. Kita akan merasakan semua itu menjadi nikmat yang luar biasa itu pada saat kita sakit. Pada saat sakit, Kita baru merasakan bahwa sehat itu adalah anugerah yang tak ternilai harganya. Apakah kita harus menunggu sakit baru dulu untuk merasakan nikmatnya sehat?
Kini Covid-19 menghantui kita semua. Kita semua menjadi paranoid. Kita mati-matian mencari info sana-sini tentang gejala Covid-19. Badan meriang sedikit saja kita panik. Mungkin bencana ini adalah cara Allah Swt mengingatkan kita betapa kesehatan itu adalah kenikmatan "intangible" yang harus selalu kita syukuri. Mungkin ini adalah cara Allah Swt untuk mengingatkan bahwa kesehatan adalah nikmat yang tak ternilai harganya. Diberi sakit ringan mungkin itu adalah peringatan ringan. Diberi pandemi Covid-19 mungkin adalah peringatan besar agar kita semakin mensyukuri kenikmatan yang "intangible" ini. Kita diperingatkan mungkin karena kita selama ini fokus memperhatikan nikmat-nikmat "tangible" saja.
Semoga kita kembali menjadi orang-orang yang bersyukur dan selalui dianugerahi kesehatan. Amin YRA
Bogor, 8 April 2020
Kepada seluruh Civitas akademika IPB, saya terus mendoakan agar kita semua selalu dalam kondisi sehat walafiat, dan kita semua menjadi bagian dari solusi atas masalah Covid-19 yang saat ini melanda dunia. Kita doakan saudara-saudara kita yang sedang kurang sehat segera sehat kembali, semoga krisis Covid-19 segera berlalu dan kita semua dapat mengambil hikmah dari semua ini. Kesehatan adalah modal biologis terpenting yang membuat kita bisa terus berkarya menjadi orang yang bermanfaat.
Saat ini kita memang dalam kondisi darurat sehingga terpaksa harus menjalankan Work From Home (WFH) IPB sejak 17 Maret 2020. WFH adalah suatu kebiasaan baru, dan saya menyampaikan apresiasi serta ucapan terima kasih kepada seluruh pimpinan unit kerja, dosen dan tendik yang terus menjalankan tugas mulia meski dari rumah. Khusus kepada petugas di bidang kesehatan, sistem informasi, keamanan, dan sarana prasarana, laboratorium, dan para tendik di beberapa unit kerja yang sebagian masih bertugas di dalam kampus patut kita apresiasi dan sampaikan terima kasih sebesar-besarnya. Sebagian masih menjalankan tugas di kampus agar keamanan kampus tetap terjaga dan memastikan fasilitas serta fungsi pelayanan berjalan dengan baik. Salah satu isu WFH adalah bagaimana meningkatkan produktivitas dan efektivitas waktu saat ada di rumah secara penuh selama lebih dari 15 hari ini. Karena itu ijinkan saya berbagi pemikiran yang sebenarnya merupakan nasihat untuk diri saya sendiri, atau setidaknya refresh apa yang sebenarnya sudah kita ketahui.
Dalam kaitan mengelola waktu ini saya teringat buku Seven Habits of Highly Effective People karya Stephen R. Covey. Menurut Covey ada empat kuadran kategori kegiatan dilihat dari sisi penting (important) dan gentingnya (urgent) kegiatan tersebut. "Penting" menunjuk pada kesesuaian pencapaian visi hidup atau visi organisasi kita. "Genting" menunjuk pada mendesak tidaknya kegiatan tersebut dilakukan. Kuadran I berisi kegiatan yang genting dan penting. Kuadran II berisi kegiatan yang tidak genting tapi penting. Kuadran III berisi kegiatan yang genting dan tidak penting. Kuadran IV berisi kegiatan tidak genting dan tidak penting. Kira-kira mayoritas kegiatan kita berada di kuadran yang mana?
Tentu yang paling kita hindari adalah Kuadran IV, yaitu kegiatan yang tidak penting dan tidak genting, seperti menggosip, bermain medsos berlama-lama yang tidak perlu, dan aneka kegiatan mubazir lainnya. Kalau mayoritas kegiatan kita dalam zona ini artinya kita tidak produktif sama sekali. Inilah yang sering disebut menyia-nyiakan waktu. Ada dua kemungkinan kita berada di Zona IV ini : (a) tidak punya visi hidup atau (b) punya visi tapi tidak punya kemampuan manajemen pribadi.
Sebaliknya kalau mayoritas waktu kita habiskan untuk kegiatan di Kuadran I yakni penting dan genting maka yang terjadi adalah stres, lelah, dan krisis. Karena kita dituntut melakukan kegiatan penting namun harus dilakukan sesegera mungkin. Seperti, kegiatan membawa pasien ke rumah sakit : penting dan genting sekaligus. Kita sering merasakan di Kuadran I saat mengerjakan sesuatu yang dikejar deadline. Menunda pekerjaan pada Kuadran I tentu akan mendatangkan masalah. Pada situasi di Kuadran I, kita tidak akan sempat berpikir sesuatu yang strategis dan jangka panjang. Sebaliknya kita akan berada dalam tekanan tinggi untuk menuntaskan kegiatan sesegera mungkin dalam irama kegentingan. Istilah "SKS" atau sistem kebut semalam juga sebenarnya menggambarkan situasi Kuadran I ini.
Covey merekomendasikan kita berada dalam Kuadran II yaitu penting tapi tidak genting. Berada dalam zona ini kita fokus pada kegiatan-kegiatan yang strategis dan selaras dengan pencapaian visi hidup atau visi organisasi kita namun tidak dalam tekanan kegentingan yang tinggi. Contohnya, adalah kegiatan ibadah, merumuskan perencanaan, meningkatkan keahlian, menggali peluang-peluang, review, memikirkan strategi, olah raga, membangun relasi dan jejaring, dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Olah raga dilakukan dengan gembira dan relaks akan membuat tubuh kita semakin sehat. Olah raga penting dan kita selalu mengalokasikan waktu cukup secara reguler. Olah raga tidak ada hubungannya dengan deadline. Kesehatan ini menjadi penting untuk menopang tugas-tugas kita.
Bagi kita selaku dosen contoh konkritnya adalah mempersiapkan materi kuliah, menyiapkan proposal riset, menulis artikel publikasi nasional maupun internasional. Kita sekarang melalui WFH punya relatif banyak waktu sehingga kita dapat mengerjakan itu semua dalam posisi tidak terburu-buru. Kini adalah saatnya kita mereview lagi hasil-hasil riset kita dan menuliskannya dalam bentuk artikel yang memperkaya keilmuan atau mencerahkan publik. Saya percaya kita memiliki materi yang cukup untuk ditulis. Saatnya kita mempersiapkan kuliah online sebaik-baiknya sehingga ketercapaian learning outcome terjamin. Saatnya kita menyiapkan proposal riset dengan ide-ide brilian untuk memecahkan masalah masyarakat. Saatnya kita memikirkan arah IPB 4.0 dan jalan mewujudkannya, termasuk mengisi kerangka besar K2020 sebagai upaya penyempurnaan kurikulum yang adaptif terhadap perubahan disruptif. WFH adalah kesempatan memadu aktivitas penting strategis dengan terus memperkuat kehangatan keluarga. Ingat kata Stanley, bahwa dari 100 faktor sukses ternyata yang menjadi urutan ke-4 adalah dukungan dari pasangan hidup. Intinya, WFH adalah kesempatan kita untuk berlatih fokus pada aktivitas-aktivitas Kuadran II.
Menurut Covey, orang yang fokus pada Kuadran II ini adalah ciri orang proaktif. Orang proaktif tidak membiarkan dunia eksternal mengendalikannya sehingga ia merasa dalam tekanan deadline dan irama kegentingan sebagaimana di Kuadran I dan III. Ciri proaktif antara lain memiliki tujuan dan visi hidup, inisiatif bertindak dan bergerak maju, dan fokus pada lingkaran pengaruh diri keluar. Orang proaktif selalu bertanggungjawab atas keputusannya sendiri dan tidak menyalahkan keadaan atau orang lain. "If you 're proactive, you don't have to wait for circumstances or other people to create perspective expanding experiences. You can conciously create your own", kata Covey. Sebaliknya orang reaktif fokus pada lingkaran pengaruh luar terhadap pikiran dan tindakan diri, sehingga ketika menemui masalah orang reaktif sering menyalahkan keadaan dan orang lain.
Istilah proaktif ala Covey mirip dengan aktif ala Erich Fromm. Menurut Erich Fromm, sebaiknya kita menjadi orang aktif dan bukan orang sibuk. Aktif dan sibuk sama-sama menghabiskan waktu. Lalu apa bedanya ? Bedanya, aktif menunjukkan aktivitas yang dilakukan melalui penjiwaan, atau bekerja dengan passion tinggi. Biasanya aktivitas yang selaras dengan visi akan membuat kita lebih menjiwai. Sebaliknya sibuk adalah aktivitas menghabiskan waktu tanpa penjiwaan atau passion. Kesibukan seperti itu akan menimbulkan alienasi diri. Persis seperti orang yang mengerjakan kegiatan tidak penting, yang tidak selaras dengan visi dan tujuan.
Mari terus latihan agar kita mampu mengelola waktu dengan dominasi kegiatan di Kuadran II, sekaligus latihan untuk menjadi pribadi yang proaktif. Latihan adalah proses pembelajaran. Menjadi manusia pembelajar akan terus diisi dengan latihan-latihan, dan orang proaktif akan selalu tertarik berlatih untuk berbenah diri untuk perbaikan lingkaran pengaruh. Orang proaktif sadar betul bahwa ia adalah pemimpin untuk dirinya sendiri sehingga dialah yang paling berwenang mengambil keputusan untuk masa depannya. Kata pakar, orang proaktif tidak pernah memberi cek kosong kepada orang lain untuk menentukan masa depannya.
Bogor, 1 April 2020
Saat ini kita merasakan apa itu ketidakpastian. Covid-19 yang menjadi pandemik global benar-benar membuat penjuru dunia dihantui ketidakpastian. Kecemasan kolektif terus meningkat. Kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi hari ini dan kejutan-kejutan lain di waktu mendatang. Ketidakpastian terjadi ketika kita tidak mampu memprediksi tindakan-tindakan kita. Tugas kita adalah membuat ketidakpastian menjadi kepastian. Kapasitas dan kapabilitas adalah kunci mentransformasi ketidakpastian menjadi kepastian. Ketidakpastian akan berlangsung lama di kala sesuatu itu baru dan kita tidak punya pengetahuan tentangnya.Sebaliknya ketidakpastian segera berlalu di kala kita memilliki pengetahuan dan kemampuan menghadapinya. Ini persis rumus menghadapi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) yang harus diubah menjadi VUCA (Vision, Understanding, Clarity, Agility). Satu kata kunci menghadapi ketidakpastian adalah dengan "Understanding", yang tentu menuntut sejumlah informasi dan pengetahuan sehingga kita bisa memprediksi apa yang akan terjadi.
Covid-19 adalah sumber ketidakpastian. Orang tahu virus ini, namun belum tahu vaksin untuk mengatasinya. Inilah pemicu kecemasan atas ketidakpastian ke depan. Disinilah kita dituntut untuk cepat paham apa dan mengapa terjadi. Kecepatan pemahaman ini akan menentukan kecepatan kita menciptakan kepastian. Karena itu ada beberapa kata kunci yang penting untuk kita kembangkan menghadapi ketidakpastian pasca Covid-19 ini.
Pertama, menjadi pembelajar yang lincah (agile learner). Untuk mendapatkan "understanding", simaklah kata-kata futurolog Alvin Toffler, "the illiterate of the 21st century will not be those cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn". Menghadapi dunia yang volatile seperti ini diperlukan kelincahan tersendiri sebagai pembelajar. Orang bermental pembelajar yang lincah akan cepat tahu apa yang terjadi dan cepat memberi solusi. Pembelajar yang lincah akan memiliki growth mindset dan bukan fixed mindset. Konsep growth mindset menggambarkan cara berpikir yang terus tumbuh berkembang mengikuti perkembangan situasi, termasuk keberanian meninggalkan cara berpikir lama. Karena yang dihadapi adalah situasi baru maka harus disikapi dengan cara berpikir baru. Sebaliknya fixed mindset menggambarkan stagnasi cara berpikir karena tidak ada perubahan cara berpikir ketika menghadapi situasi yang berubah dengan cepat. Jadi, cara berpikir lama dipaksakan untuk melihat sesuatu yang baru yang tentu kurang pas. Ibarat orang sekarang memaksakan disket ke orang lain di kala semua orang sudah menggunakan cloud. Fixed mindset tidak berkembang sementara cakupan dan kedalaman masalah selalu berkembang.
Kita beruntung karena kini para ilmuwan banyak yang telah menjadi pembelajar yang lincah. Dalam waktu 3 bulan, banyak penemuan baru untuk atasi Covid-19. Padahal Covid-19 adalah baru. Pembelajar yang biasa-biasa saja tidak akan mampu secepat ini. Pembelajar yang lincah adalah pembelajar yang selalu respon terhadap perubahan. Menurut Charles Darwin orang seperti itulah yang akan bisa bertahan. Darwin mengatakan, "It is not the strongest species that survive, nor the most intelligent, but the ones who are most responsive to change". Pembelajar yang lincah berpotensi menjadi kelompok inovator yang siap merespon perubahan. Inilah yang saat ini menjadi inti dari perubahan kurikulum IPB 2020 (K2020) yang diharapkan menghasilkan banyak pembelajar yang lincah.
Kedua, mental pembelajar adalah modal untuk membentuk masyarakat pembelajar, yang dicirikan suasana saling menginspirasi. Inspirasi adalah proses menggugah orang lain untuk berpikir dan bertindak. Bayangkan bila kebanyakan orang memiliki ide dan karya yang inspiratif, yang artinya membuat orang lain tergugah melakukan hal yang sama. Bila masyarakat pembelajar terwujud maka bangsa ini akan kaya inovasi, dan inovasi ini modal pemecahan masalah dan pilar penting ekonomi masa depan. Ciri masyarakat pembelajar akan terlihat dari narasi-narasi yang dibangun di media sosial: apakah berisi narasi-narasi inspiratif yang membangun optimisme ataukah berisi narasi-narasi menebar ketakutan dan membangun pesimisme. Tentu masyarakat pembelajar akan cenderung mengisi ruang publik dengan menebar optimisme. Optimisme merupakan energi positif yang mampu mendorong perubahan dari ketidakpastian menuju kepastian.
Dalam situasi pandemik Covid-19 ini semangat untuk saling menyemangati dan menginspirasi sangat diperlukan. Ini merupakan energi sosial yang dahsyat untuk mengatasi Covid-19. Tubuh saja secara biologis sangat tergantung dari mindset dan sugesti. Mindset yang berujung pada pesimisme, kecemasan, dan ketakutan akan menurunkan daya tahan tubuh. Sebaliknya mental positif, imajinasi positif dan optimisme akan menyumbang kekuatan tubuh. Begitu pula kondisi masyarakat, yang semestinya diperkuat dengan semangat dan ide-ide optimistik sehingga ketahanan sosial akan semakin tinggi. Ketahanan sosial akan menjadi pilar dalam melawan sumber-sumber ketidakpastian, seperti Covid-19 ini. Karena itu berbagai upaya teknis mengatasi Covid-19 harus dilengkapi dengan penguatan modal sosial.
Ketiga, membangun kekuatan kolaborasi. Menghadapi ketidakpastian tidak bisa sendiri-sendiri. Ketidakpastian bisa berubah menjadi kepastian kalau kolaborasi seluruh komponen tercipta. Menghadapi Covid-19 dokter tidak bisa sendiri, perlu ahli biofarmaka, ahli kesehatan masyarakat, ahli bioinformatika, perawat, dokter hewan, ahli komunikasi, psikolog, ekonom, dan lain sebagainya. Pemerintah pusat juga tidak bisa sendiri, perlu pemprov, pemkot, pemkab, DPR RI, BPK, Polri, TNI, akademisi, LSM, tokoh agama, dan swasta. Kolaborasi adalah cara menyatukan potensi dan kekuatan, apalagi dalam dunia yang penuh kompleksitas dimana masalah tidaklah mengandung satu variable lagi tapi multi variabel. Menghadapi masalah yang multi variabel dan terkait satu sama lain memerlukan kolaborasi yang lebih kuat. Contoh yang baik adalah inisiasi BRIN untuk memperkuat konsorsium riset Covid-19, dimana IPB berkolaborasi dengan UI berusaha menemukan obat herbal untuk mengatasi Covid-19. Persisnya adalah riset dalam bidang bioinformatika untuk menemukan bahan herbal sebagai kandidat potensial untuk antivirus bagi coronavirus melalui analisis big data dan machine learning serta metode pemodelan molekuler. IPB pun di dalamnya terdiri dari para ahli lintas disiplin ilmu dari Pusat Studi Biofarmaka dan Departemen Ilmu Komputer. Saatnya riset interdisiplin dan transdisiplin semakin diperkuat, dan lagi-lagi memerlukan prasyarat kolaborasi.
Keempat, siap dengan fleksibilitas. Rumus menghadapi ketidakpastian adalah fleksibilitas. Salah seorang pakar pernah mengatakan "strategy is a journey". Tidak ada strategi yang sifatnya permanen, lebih-lebih di era VUCA ini. Strategi bisa berubah di tengah jalan. Perubahan yang begitu cepat memerlukan fleksibilitas. Apa yang sekarang kita lakukan melalui pembelajaran jarak jauh akibat kebijakan kampus close down akibat Covid-19 adalah bentuk fleksibilitas. Pakemnya mahasiswa masuk ruangan kelas, dosen berdiri di kelas dengan LCD dan papan tulis dengan jadwal yang ketat. Semua harus synchronous. Namun, saat ini kita dipaksa untuk berubah dengan pola pembelajaran yang sama sekali berbeda. Kegiatan belajar mengajar bisa synchronous atau asynchronous. Tidak perlu papan tulis dan Tidak perlu LCD. Yang diperlukan adalah akses internet. Ini tidak mudah karena pola bisa berubah tapi learning outcome harus tercapai. Sebelum ada kasus Covid-19, introduksi blended learning dilihat sebelah mata. Bahkan tidak sedikit yang menentang. Namun kini mau tidak mau dan suka tidak suka pola online harus dilakukan. Begitu pula kampus terpaksa close down dan dosen dan tenaga kependidikan bekerja dari rumah. Kini dipaksa rapat secara online. Rapat tidak lagi harus kumpul di satu ruangan. Rapat bisa dimana saja dan kapan saja. Jadi fleksibilitas yang kita alami sekarang adalah by accident dan bukan by design. Namun demikian, dalam konteks ini, hikmah yang bisa diambil dari kasus Covid-19 adalah kerelaan kita semua untuk berada dalam dunia yang fleksibel.
Keempat kata kunci di atas adalah upaya minimal untuk menghadapi ketidakpastian. Keempat hal tersebut harus dilengkapi dengan skill manajemen risiko. Risiko adalah potensi masalah yang akan muncul di kemudian hari. Karena itu identifikasi risiko menjadi penting agar dipersiapkan langkah-langkah untuk menjamin bahwa tujuan dan target bisa kita capai. Pencapaian tujuan dan target ini adalah ikhtiar mewujudkan kepastian. Namun demikian, kepastian dan stabilitas bersifat relatif dan sementara. Bukan tidak mungkin muncul sumber-sumber baru ketidakpastian karena memang hal ini bukan hal yang bisa kontrol. Apapun bentuk dan sumber ketidakpastian, yang penting adalah kesiapan kita untuk selalu optimis menghadapinya dan mampu mentransformasi ketidakpastian menjadi kepastian. Optimisme ini penting, karena Tuhan akan bertindak sesuai prasangka hambaNya.
Bogor, 27 Maret 2020
Saya ucapkan selamat kepada Bapak/Ibu Dosen IPB yang akan memulai tugas mulia melaksanakan kegiatan perkuliahan semester genap pada 20 Januari 2020. Marilah kita beri muatan lebih perkuliahan dengan tidak sekedar menyampaikan dan menjelaskan teks materi kuliah, tetapi juga menginspirasi mahasiswa. Kata pepatah, the great teacher is inspiring. Menginspirasi berarti menggugah mahasiswa utk semakin bersemangat untuk belajar, berpikir dan berbuat sesuatu untuk kemaslahatan. Semakin kita mampu menginspirasi, semakin cinta mahasiswa pada ilmu yang kita ajarkan, dan semakin cinta mahasiswa pada perkuliahan kita. Kecintaan mahasiswa pada perkuliahan kita adalah pintu untuk membuat mereka menjadi powerful agile learner, sebagaimana yang kita inginkan dari Kurikulum baru IPB 2020 atau K2020.
Menjadi pembelajar yang lincah dan tangguh adalah bekal penting menghadapi perubahan dan ketidakpastian. Hanya orang yang bermental pembelajar yang akan bisa adaptif terhadap perubahan. Ilmu terus berkembang dan hanya pembelajar yang tangguh yang akan terus dapat mengikuti perkembangan ilmu, dan bahkan bisa menjadi penentu kecenderungan ilmu pengetahuan. Kata Stephen Covey, "teruslah menggergaji, tapi jangan lupa mengasahnya" Ilmu dan skill yang kita gunakan suatu saat akan tumpul di saat volatilitas perubahan terjadi, kecuali bila kita mampu terus mengasahnya. Mengasah adalah ciri pembelajar. Bangsa-bangsa besar sepanjang sejarah masa lalu dan masa depan selalu bertumpu pada kekuatan warganya yang pembelajar, dan kampus pun lalu menjadi pilar. Semakin besar sebuah bangsa akan selalu dicirikan dengan semakin banyaknya kampus-kampus hebat. Tak mungkin inovasi Korea Selatan dan Tiongkok bisa melesat secepat ini tanpa kekuatan kampus-kampusnya yang berisi para pembelajar hebat.
Dengan menuntut mahasiswa menjadi pembelajar mestinya juga menuntut kita sebagai dosen untuk menjadi pembelajar. Kata Ki Hajar Dewantara, "Ing ngarso sung tulodho". Di depan kita harus memberi teladan. Spirit pembelajar butuh keteladanan, dan bagi mahasiswa dosen lah sumber keteladanan. Keteladanan yang paling sederhana adalah kedisiplinan dosen, seperti masuk ruang kuliah tepat waktu. Keteladanan berikutnya adalah keteladanan sebagai pembelajar: (a) selalu update isi buku, jurnal, inovasi, dan riset terbaru, (b) selalu update metode pembelajaran terkini, (c) selalu update perkembangan situasi teraktual baik lokal, nasional, maupun global, dan (d) selalu berusaha memberi solusi atas tantangan situasi baru tersebut. Memberi keteladanan adalah memberi inspirasi. Keteladanan sebagai pembelajar adalah inspirasi yang luar biasa.
Dosen pembelajar adalah dosen kontekstual, selalu mencermati perkembangan konteks dan memahami posisi di titik ordinat mana kita berdiri dalam peta situasi perubahan yang ada. Sementara itu sebaliknya dosen tekstual adalah dosen yang hanya menyampaikan teks tanpa sentuhan relevansi terhadap realitas yang ada. Tentu yang lebih kita butuhkan adalah dosen kontekstual karena merangsang mahasiswa untuk turut memahami konteks masalah, sehingga perkuliahan akan lebih terasa manfaatnya untuk kehidupan. Perkuliahan yang bersentuhan dengan realitas bisa menjadi bagian dari proses mencari solusi atas masalah yang ada. MIT adalah kampus hebat di USA yang kini mulai mengarahkan materi perkuliahannya untuk memecahkan masalah. MIT sadar bahwa complex problem solving adalah skill yang harus dimiliki mahasiswa menghadapi VUCA.
Selanjutnya dosen pembelajar adalah dosen transformatif, yang selalu belajar dan berpikir tentang perubahan dan bahkan selalu ingin menjadi pelaku perubahan. Karena itu, dosen pembelajar sesungguhnya adalah penggerak kehidupan. Semoga perkuliahan semester genap ini dapat kita isi dengan semangat baru untuk menghasilkan para mahasiswa pembelajar dan sekaligus menjadikan diri kita sebagai dosen pembelajar.
Salam Pembelajar !
Bogor, 19 Januari 2020
Optimisme dalam membangun bangsa adalah keharusan karena akan memberi energi positif dalam berpikir dan bertindak. Optimisme kini mulai mengalir dan momentumnya adalah 2045 persis 100 tahun Indonesia merdeka. Diperkirakan Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia dengan PDB USD 7,3 Triliun dan pendapatan perkapita USD 25 ribu. Tidak dipungkiri, saat ini kita belum dalam kondisi ideal. Dalam banyak indikator ternyata kita masih di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya. Indeks inovasi global Indonesia berada di urutan 85, bandingkan dengan Singapura (8), Malaysia (35), Thailand (43), Vietnam (42), Filipina (54) dan Brunei (71). Pada 2019 Indeks daya saing global kita di urutan 50 dunia dan urutan keempat di Asia Tenggara di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand. Indeks ketahanan pangan Global 2019 kita nomor 62 dunia dan kelima di Asia Tenggara.
Dalam Food Sustainability Index (FSI) tahun 2018, Indonesia mendapat skor 59,1, tertinggal dari Ethiopia 68,5 yang dulu kita kenal sebagai daerah kelaparan. Food Loss and Waste atau FLW (kehilangan dan pemborosan pangan) kita juga tergolong tinggi. Menurut FAO, FLW kita sekitar 300 kg/kapita/tahun dan tergolong nomor 2 di dunia, setelah Arab Saudi. FLW telah menjadi perhatian dunia karena sepertiga produksi pangan dunia hilang dan mengalami pemborosan. Sebenarnya dengan mengatasi FLW ini saja, maka ketersediaan pangan kita akan meningkat. Belum lagi kalau kita melihat indeks kelaparan global versi IFPRI bahwa skor indeks kita sebesar 21 dan skor negara maju kurang dari 5. Pada tahun 1992 skor kita 35,8 dan selama 22 tahun hingga tahun 2016 turun 12,9%, atau dirata-rata turun 0,6 poin pertahun. Bila tidak ada usaha khusus yang sistematis dan serius, dengan penurunan 0.6 pertahun maka diperlukan waktu 27 tahun untuk sama dengan negara maju. Tentu kita mengapresiasi langkah pemerintah untuk mengatasi masalah stunting, karena stunting ini menjadi variabel penting dalam indeks kelaparan global. Bila masalah ini ditangani dengan kerja ekstra keras, maka waktu yang diperlukan untuk setara negara maju akan lebih cepat lagi. Fakta-fakta tersebut di atas mestinya tidak membuat kita berkecil hati. Fakta-fakta tersebut mestinya membuat kita makin serius untuk memikirkan masa depan bangsa ini.
Dunia manapun sedang mengalami kegalauan tersendiri karena yang dihadapi adalah ketidakpastian. Inggris galau karena ketidakpastian masa depannya pasca keputusannya tentang Brexit. Singapura galau karena ketidakpastian yang akan muncul pasca beroperasinya Terusan Kra proyek Thailand dan Tiongkok yang berpotensi akan membunuh Pelabuhan Singapura. Dengan melewati Terusan tersebut bisa menghemat sekitar 1200 km dibandingkan jalur konvensional. Amerika Serikat juga dihantui dinamika politik internal yang bisa membuat ketidakpastian. Negara-negara produsen elektronik galau akibat disrupsi inovasi yang membuat produknya menjadi obsolete.
VUCA dan SDM UNGGUL
Memang kita hidup di era VUCA yang penuh dengan guncangan perubahan disertai ketidakpastian dan situasi yang makin kompleks. Wajar bila kemudian VUCA disebut-sebut akan membuat kita fragile. Namun demikian fragility akibat VUCA tersebut dapat kita konversi menjadi agility bila kita siap dengan skill baru, antara lain menciptakan kekuatan visi baru tentang masa depan, kreativitas, risk literacy, complex problem solving, fleksibilitas, dan kolaborasi. Sebut saja studi Mc Kinsey (2019) yang menunjukkan bahwa di Indonesia ada 23 juta pekerjaan yang akan digantikan mesin akibat otomatisasi. Namun pada saat yang sama 27 juta hingga 46 juta pekerjaan baru akan tercipta. Artinya, VUCA tetap membuka peluang bagi orangorang yang adaptif. Pertanyaannya bagaimana posisi perguruan tinggi di Indonesia di tengah keharusan optimisme namun dengan fakta-fakta yang membuat kita miris serta situasi VUCA yang membingungkan? Secara sederhana postulatnya adalah Indonesia maju butuh SDM unggul dan untuk SDM unggul butuh perguruan tinggi. Namun apakah perguruan tinggi atau kampus menjamin akan menghasilkan SDM unggul? Apa itu SDM unggul? SDM unggul adalah yang adaptif terhadap perubahan. Charles Darwin mengingatkan kita bahwa spesies yang bisa bertahan bukanlah yang terkuat dan terpintar tetapi yang responsif terhadap perubahan. Responsif terhadap perubahan mensyaratkan sejumlah softskill seperti kemampuan belajar cepat, kelincahan, fleksibilitas, dan future mindset.
Perubahan hampir selalu membawa kebaruan. Menghadapi kebaruan butuh belajar cepat sehingga butuh mental sebagai pembelajar yang lincah. Future mindset menarik garis ke depan dengan penuh keyakinan bahwa perubahan adalah keniscayaan. Future mindset selalu siap dan sigap menghadapi perubahan dan ketidakpastian. Namun kecepatan dan kelincahan juga diperlukan menghadapi volatilitas. Ketidakpastian harus dihadapi dengan kolaborasi. Ke depan, Inovasi yang dahsyatpun umumnya yang berbasis kolaborasi. Kita tak mungkin sendiri-sendiri menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian itu. Kolaborasi memungkinkan terjadinya akumulasi potensi untuk menjadi kekuatan baru. Namun kolaborasi yang kuat akan tercipta bila didasari oleh rasa saling percaya yang tinggi. Masyarakat di negara maju dicirikan dengan high trust society, sebagaimana studi Fukuyama. Unsur penting dalam membangun high trust society adalah integritas, dan integritas akan muncul dari kejujuran. Hal ini selaras dengan hasil riset T. Stanley yang menyebutkan bahwa dari 100 faktor yang membuat orang sukses ternyata IQ berada di urutan ke 21, sekolah di sekolah favorit di urutan 23, dan lulus dengan nilai terbaik berada di urutan 30. Faktor yang menempati urutan 5 besar adalah: kejujuran, disiplin, skill interpersonal yang baik, dukungan dari pasangan hidup, dan bekerja lebih keras dari orang lain. Jadi menghadapi masa depan memerlukan integritas yang kuat, dan dengan demikian SDM unggul dicirikan integritas yang kuat, soft skill yang bagus, dan hardskill yang tangguh. Bagaimana kampus mampu mencetak karakteristik SDM unggul dengan kekuatan skill dan integritas seperti di atas? Apakah kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik menjadi faktor penting?
KEBEBASAN AKADEMIK
Kampus memiliki kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik. Kebebasan akademik adalah modal pokok bagi kampus untuk tumbuh berkembang dan menghasilkan SDM unggul. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 pasal 9 ayat 1, Kebebasan Akademik adalah kebebasan sivitas akademika dalam Pendidikan Tinggi untuk mendalami dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi secara pertanggung jawab. Kebebasan mimbar akademik adalah kewenangan yang dimiliki oleh profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu, cabang ilmu, atau bidang yang dikajinya.
Kebebasan Akademik dan kebebasan mimbar akademik akan menjadi atmosfer krusial untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis. Kreativitas dan berpikir kritis tersebut adalah skill yang diperlukan di era VUCA ini. Kreativitas kini menjadi modal yang tak terbatas dan sangat menentukan. Sebagaimana dikatakan Jack Ma bahwa kompetisi mendatang adalah kompetisi berbasis kreativitas dan imajinasi. Dulu orang berkompetisi berbasis pada seberapa banyak modal finansial yang dimiliki. Namun kini kondisi sudah berubah dan modal finansial, pengetahuan dan aset sudah dikalahkan modal kreativitas. Hampir semua Unicorn baru yang muncul dan lalu mengalahkan perusahaan-perusahaan konvensional adalah karena berbekal kreativitas yang tinggi. Jadi, kreativitas akan menjadi instrumen penting dalam mobilitas vertikal seseorang.
Begitu pula, berpikir kritis adalah modal penting menghadapi ambiguitas yang kini terjadi. Era sekarang dibanjiri dengan informasi yang memang makin terbuka. Setiap orang semakin mudah mengakses informasi. Di tengah banjir informasi yang dapat disebarkan oleh siapapun dan kapan pun, serta banyak aliran baru dan bahkan konsep-konsep baru yang bermunculan, diperlukan kemampuan berpikir kritis untuk menyaringnya. Bagaimana kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik mampu menciptakan kreativitas dan berpikir kritis? Ukuran kehidupan kampus adalah rasionalitas. Sebagai lumbung rasionalitas, maka kampus membuka kesempatan kepada siapapun di dalamnya untuk berpikir untuk menghasilkan pemikiran baru dan maupun berpikir untuk merespons pemikiran lain. Interaksi rasional di dalam kampus terjadi karena yang diperbincangkan adalah sains dan teknologi. Sains dan teknologi bertumpu pada rasionalitas. Sains dan teknologi semakin berkembang di saat kreativitas dan kemampuan berpikir kritis diagungkan, dan itu bisa terjadi bila rasionalitas juga diagungkan. Rasionalitas adalah steering media yang membuat kampus tetap eksis. Kampus hidup karena rasionalitas tumbuh subur dan mendapat tempat terhormat. Semakin maju kampus biasanya semakin banyak alokasi waktu orang-orang di dalamnya untuk mempertukarkan pikiran-pikiran rasionalnya.
Apa hubungan antara kebebasan akademik dan demokrasi? Kebebasan akademik itu sebenarnya salah satu bentuk demokrasi secara mikro. Kampus dituntut demokratis karena memang sejatinya kampus dibesarkan dengan cara-cara demokratis. Betapa tidak, yang diagungkan adalah rasionalitas dan ekspresi apapun sepanjang memenuhi standar rasionalitas sangat dimungkinkan di kampus. Disinilah yang membedakan “demokrasi” di kampus dengan demokrasi secara makro di luar kampus. Tradisi “demokratis” dengan ciri kebebasan akademik di atas membuat kampus memiliki ciri pokok, yaitu rasional. Rasionalitas kampus menjadi pembentuk watak kampus berikutnya yaitu independen. Independensi inilah yang kemudian membuat kampus semakin bernilai atau tidak. Semakin independen sebuah kampus, artinya semakin mengagungkan rasionalitasnya. Sebaliknya semakin tidak independen sebuah kampus, biasanya rasionalitas semakin ditanggalkan dan diganti dengan ikatan kepentingan sebagaimana berlaku dalam dunia politik praktis. Kehidupan rasional di kampus adalah modal bagi kampus dalam memposisikan diri dalam demokrasi. Banyak orang berkepentingan terhadap kampus. Namun politisi yang negarawan tidak akan pernah melakukan langkah-langkah yang merusak marwah kampus sebagai garda terdepan penjaga rasionalitas dan akal sehat. Kaum negarawan akan terus mempertahankan kampus sebagai aset demokrasi. Kebebasan akademik dan mimbar akademik yang kuat akan memperkokoh independensi kampus dari tarikan-tarikan kepentingan politik praktis. Independensi dan idealisme tersebut adalah modal kampus dalam menjaga kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik. Namun apakah kebebasan akademik merupakan bentuk kebebasan sebebas-bebasnya tanpa tujuan?
TRANSISI DEMOKRASI
Kebebasan akademik harus diletakkan dalam kepentingan bangsa ke depan. Kebebasan akademik merupakan instrumen demokrasi yang seharusnya melahirkan gagasan dan tindakan yang mengekspresikan sistem yang menjamin terwujudkan kesejahteran dan keadilan bagi seluruh rakyat. Dalam kerangka ini, ada sejumlah langkah yang harus kita lakukan.
Pertama, harus dipahami struktur ekonomi dan demografi kita. Ekonomi pedesaan beserta penduduk di dalamnya yang berbasis agro-maritim masih menjadi penciri. Berbicara demokrasi berarti berbicara tentang mayoritas penduduk beserta ciri-ciri ekonominya. Tak bisa dipungkiri bahwa petani, nelayan, peternak, masyarakat sekitar hutan dan masyarakat pedesaan lainnya masih dominan. Dengan potensi sumberdaya alam yang melimpah disertai dengan karakteristik demografi yang seperti itu, tidak ada jalan lain selain harus memperkuat sektor agromaritim Indonesia. Membangun ekonomi berbasis pelaku mayoritas itulah salah satu ciri demokrasi ekonomi.
Kedua, harus dipahami bahwa demokrasi harus dilakukan secara bertahap. Saat ini nampak bahwa demokrasi politik lebih dominan dari demokrasi ekonomi. Padahal yang saat ini diperlukan adalah demokrasi ekonomi karena langsung berhubungan dengan kepentingan kebutuhan rakyat. Dengan demikian, demokrasi ekonomi harus terus diupayakan dengan memperkuat basis pelaku mayoritas yakni agro-maritim. Upaya penguatan sektor agro-maritim dimulai dengan mengatasi ketimpangan agraria dengan memberi akses kepada pelakupelaku agro-maritim terhadap sumber-sumber agraria, baik tanah maupun air. Namun demikian akses pada sumber-sumber agraria ini harus diiringi dengan access reform, yaitu teknologi, modal, pasar, dan SDM. Ini bisa terjadi bila kita menempatkan agro-maritim sebagai rezim “produksi”, dan bukan rezim “perdagangan” semata. Rezim produksi akan mengkondisikan terciptanya nilai tambah dari hasil proses produksi yang dilakukan oleh rakyat. Sementara itu rezim “perdagangan” lebih fokus pada aspek ketersediaan barang dan tidak peduli dari mana barang itu berasal. Disinilah rezim “perdagangan” rentan terhadap praktek perburuan rente yang tidak jarang memberi dampak negatif bagi terwujudnya keadilan. Anehnya rezim “perdagangan” semakin subur di era demokrasi, sehingga muncul fenomena seperti diungkapkan Giddens (1999) tentang paradox democracy. Paradox democracy muncul akibat kekecewaan dan ketidakpuasan rakyat terhadap demokrasi, karena demokrasi yang sudah mapan ditunggangi elit yang memanfaatkan kewenangan yang merugikan banyak pihak.
Ketiga, harus dipahami bahwa sangat kuat harapan publik kepada kampus dalam kerangka demokrasi ekonomi. Kampus diharapkan hadir dengan inovasi-inovasi unggul yang menjawab kebutuhan pasar. Dengan Revolusi Industri 4.0, maka kampus pun dituntut mampu hadir dengan inovasi 4.0 yang menjadi solusi bagi masyarakat, industri dan pemerintah. Lahirnya Inovasi 4.0 unggul dengan aplikasi IoT, kecerdasan buatan, drone, blockchain, dan robotic harus dimulai dari strategi riset yang baik. Kampus harus mulai mengembangkan riset-riset transformatif yang berorientasi pada perubahan. Dalam kerangka demokrasi ekonomi dimana ekonomi rakyat harus kuat, maka kampus harus memiliki keberpihakan. Keberpihakan ini akan kuat bila kita memiliki nasionalisme yang kuat. Tugas memperkuat nasionalisme dalam inovasi ini sekaligus menjawab pertanyaan:” Inovasi untuk siapa?” Inovasi harus berpihak. Inovasi 4.0 haruslah inovasi yang membumi dan bermanfaat bagi rakyat luas pelaku di akar rumput. Inovasi yang memberdayakan ini akan memperkuat basis ekonomi rakyat yang pada akhirnya memberikan kontribusi pada kematangan demokrasi politik.
Keempat, harus dipahami bahwa Indonesia masih dalam transisi demokrasi. Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, ternyata kita masih fokus pada prosedur demokrasi dan belum sampai pada substansi. Nilai-nilai demokrasi tidak saja belum dimiliki rakyat kebanyakan tetapi juga para elit. Tidak puasnya elit yang kalah dalam Pilkada yang kemudian menyulut kerusuhan di berbagai daerah adalah bukti belum matangnya kita berdemokrasi. Dalam era transisi ini, maka kampus memegang peran penting. Tidak seperti kampus di negara maju yang sudah tidak lagi diperlukan perannya dalam demokrasi karena peran tersebut sudah bisa dimainkan oleh masyarakat luas, di dunia ketiga seperti Indonesia justru sebaliknya. Kampus dengan independensinya sangat ditunggu-tunggu. Kampus ditunggu perannya sebagai penengah ketika polarisasi sosial meluas. Kampus ditunggu perannya sebagai penyejuk ketika suasana ruang publik memanas. Kampus ditunggu perannya sebagai agen kontrol sosial ketika lembaga resmi pengontrol kurang berdaya. Kampus ditunggu perannya sebagai kontributor pemikiran kebijakan pembangunan ketika kebijakan diambil tidak berbasis akal sehat lagi. Namun peran kampus ini harus dipahami semua pihak, sehingga bukan hanya tugas akademisi saja untuk menjaga kampus, tapi juga tugas pemerintah dan politisi untuk turut menjaga marwah kampus.
PENUTUP
Kampus dengan kebebasan akademiknya semakin ditantang untuk menghadapi perubahan. Era disrupsi tengah kita hadapi, dan kita harus ambil salah satu dari dua pilihan: to disrupt atau to be disrupted. Semoga kampus kembali terlibat dalam proses sejarah sehingga selalu mencetak sejarah baru di Indonesia.
Bogor, 27 Desember 2019
Hari ini 15 Desember 2019 genap dua tahun saya menjadi Rektor IPB. Alhamdulillah Allah SWT memberi kesempatan dan kekuatan untuk menjalani tugas mulia ini. Terima kasih kepada Pimpinan IPB periode-periode sebelumnya yang telah memberikan fondasi kuat untuk IPB terus berinovasi dan berkembang. Terima kasih seluruh civitas akademika IPB yang tulus mengabdi dan kerja keras untuk IPB terus berprestasi. Modal inovasi dan prestasi ini penting untuk IPB agar terus menginspirasi, dan menjadi modal untuk berlari mewujudkan visi. Dua tahun memang terlalu singkat untuk memenuhi seluruh ekspektasi. Namun dua tahun juga terlalu lama kalau transformasi belum juga dieksekusi. Apapun juga dua tahun telah terjadi dan ijinkan saya sejenak melakukan refleksi dengan kelebihan dan kekurangan yang ada.
Kata pakar, tugas leader adalah knows the way, shows the way, dan goes the way. Di sinilah visi menjadi keniscayaan karena visi lah yang akan menuntun IPB berlari. Menjadi techno-socio enterpreneurial university adalah visi jangka panjang IPB. Tugas kita membuat visi jangka pendek sebagai bagian dari tahapan mewujudkan visi jangka panjang. Visi jangka pendek juga harus mampu merespon isu jangka pendek. Singkat kata, kita putuskan visi jangka pendek IPB (2019-2023) dibungkus dalam satu kata, yaitu IPB 4.0. Ini tidak lain sebagai respons terhadap era baru VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity) yang dipicu oleh revolusi industri 4.0 yang benar-benar telah mendisrupsi. Pilihan IPB hanya satu: to disrupt or to be disrupted? Kita putuskan to disrupt. Kita harus menjadi trend setter perubahan. Keputusan harus diambil cepat, karena sekarang kecepatan adalah variabel sama pentingnya dengan kepintaran. Karena itu strategi dan program harus mencerminkan visi IPB 4.0.
Pertama, visi IPB 4.0 telah kita terjemahkan dalam Renstra yang terukur dan jelas kaitan antar inisiatif program dalam peta strategi yang holistik. Kita rumuskan inisiatif IPB Green, IPB Biz, dan IPB Net untuk memperkuat IPB Smart, yang selanjutnya dapat mewujudkan IPB Excel, IPB Edu, dan IPB Lead, yang akhirnya mencapai IPB share yaitu kontribusi IPB untuk bangsa. Kedua, telah kita lakukan transformasi digital untuk meningkatkan digital capability dan membuat semua komponen IPB menjadi connected. Syarat untuk berlari adalah akurasi, presisi, dan kecepatan, karena itu teknologi digital menjadi keniscayaan yang tak bisa ditawar lagi. Alhamdulillah penyempurnaan infrastruktur digital dan integrasi sistem informasi berjalan baik, sehingga urusan keuangan, akademik, SDM, dan kemahasiswaan menjadi terintegrasi. Hal Ini lalu memudahkan agar terbaca dalam berbagai platform aplikasi digital yang bisa diakses melalui telpon pintar. Dosen, tendik, dan mahasiswa IPB cukup buka IPB Mobile for students, IPB Mobile for staffs, IPB Mobile for lecturers untuk tahu data real time yang berkaitan urusannya dengan IPB. Dilanjutkan dengan IPB Mobile for alumni dan for parents agar orang tua bisa memantau aktivitas akademik dan data-data putra-putri nya yang kuliah di IPB. Ada lagi IPB Today berisi berita harian IPB, IPB Innovations berisi info seluruh inovasi IPB, dan terakhir IPB DigiTani platform untuk petani berkonsultasi ke pakar IPB. Dalam hal koneksi internet, IPB telah menetapkan IPB Access sebagai pintu tunggal akses internet dalam jaringan di lingkungan IPB dan terkoneksi dengan eduroam yg terhubung otomatis dg jaringan di lebih dari 100 lembaga di berbagai negara. Sistem informasi manajemen (SIM), dari 16 SIM tahun 2017 menjadi 50 SIM 2019 dengan fitur yg semakin mudah dinikmati oleh civa IPB. Kapasitas internet bandwidh juga terus ditambah. Hasilnya IPB mendapat penghargaan Keterbukaan informasi publik dari Wapres dan KIP 2018 dan 2019.
Ketiga, transformasi manajemen menuju corporate culture melalui penyempurnaan sistem kinerja, sistem remunerasi dan insentif, sistem karir, pelayanan administrasi dan kesehatan, dan integrasi sistem keuangan. Manajemen Keuangan IPB didukung sistem keuangan terintegrasi berbasis IT. Alokasi anggaran untuk sistem remunerasi semakin besar, sehingga faktor pengali terus ditingkatkan dari Rp 1400 menjadi Rp 2000 dan tahun depan dapat dinaikan lagi menjadi Rp 2200. Sebentar lagi kenaikan pangkat bersifat online dan akreditasi online pun segera berjalan. Hal ini agar dosen tidak banyak disibukkan urusan administratif. Hasilnya, IPB selalu mendapat status WTP, juga prestasi juara 1 dosen berprestasi nasional bidang sains dan juara 2 bidang humaniora, serta juara 2 Tendik berprestasi nasional 2019. Kita telah mendirikan Student Service Center (SSC) untuk integrasi seluruh pelayanan akademik dan kemahasiswaan secara online dan offline. Hasilnya, SSC IPB terpilih sebagai Gold Winner Pelayanan Informasi publik terbaik dari Asosiasi Humas Indonesia 2019.
Keempat, telah kita susun konsep IPB AGRO-MARITIM 4.0 sebagai pandangan resmi IPB tentang 4.0 dan menjadi acuan dalam pendidikan dan penelitian IPB. Saat ini telah dirumuskan pula peta jalan riset Agro Maritim 4.0 sehingga riset-riset IPB bisa lebih terukur hasilnya dan mampu menjawab tantangan 4.0 hingga 5 tahun mendatang. Dengan konsep inipun kerjasama internasional dengan Belanda, USA, Australia, Jerman, Inggris, Tiongkok, dan Korea Selatan kita arahkan untuk Agro Maritim 4.0. Penghargaan yang diterima dalam riset adalah Peringkat pertama PTN Mitra peneliti asing terbaik 2018 dari menristekdikti dan peringkat 2 perguruan tinggi kategori penelitian terbaik.
Kelima, dalam Pendidikan IPB 4.0 telah kita mulai : a) reorientasi kurikulum yang diterapkan saat ini untuk dikembangkan menjadi kurikulum pendidikan K2020 dengan konsep tandem antara hard skill dan soft skill untuk menghasilkan lulusan dengan karakter powerful agile learner . Dalam rangka mewujudkannya telah disiapkan 609 dosen atau 50% dosen untuk siap blended learning sekaligus sebagian diantaranya diberi penyegaran mengenai Heutagogi, b) pembukaan kelas internasional, c) pembukaan prodi-prodi baru kekinian seperti Logistik AGRO-MARITIM, d) pembukaan jalur Ketua OSIS untuk masuk IPB, e) pembukaan asrama kepemimpinan, dan bersama HA IPB mengembangkan mentoring leader, f) pendidikan bela negara, g) talent mapping dan pelatihan wajib 7 habits mahasiswa baru sehingga pembinaan mahasiswa lebih terarah, dan h) pembangunan Entrepreneurship Center untuk mahasiswa serta penyiapan Start Up School, i) Mulai tahun 2019 IPB juga menerbitkan SKPI (Surat Keterangan Pendamping Ijazah) yang menjelaskan kecakapan yang dimiliki oleh lulusan selain kecakapan akademik. Hasilnya, IPB Juara umum kedua dalam Pekan Ilmiah mahasiswa nasional 2019, juara umum Kewirausahaan Mahasiswa Indonesia, juara 1 mahasiswa berprestasi nasional, Meraih puluhan penghargaan internasional di berbagai kesempatan seperti IFT, Paduan Suara di Swiss, Irlandia, Polandia dan berbagai penghargaan di bidang saintek di China, Rusia, Jepang, dan berbagai negara lainnya.
Keenam, telah kita dirikan TANI Center untuk memaksimalkan layanan prima IPB secara online melalui aplikasi DigiTani dan offline kepada petani, peternak, dan pembudidaya ikan dan diiringi dengan program Dosen Mengabdi untuk melayani dan menginspirasi masyarakat. Pembukaan Botani Mart yang menyediakan aneka bibit unggul dan inovasi IPB lainnya untuk pasar publik. Serambi Botani juga kita buka selain di mall-mall besar juga di bandara Internasional Soekarno Hatta sebagai flag carrier IPB.
Ketujuh, Kita jadikan Agribusiness Technology Park (ATP) IPB menjadi etalase Digital Agriculture yang sekaligus untuk tempat riset, bisnis, dan wisata, dengan menyediakan aneka smart green house untuk buah-buahan, sayuran dan bibit ikan. Hasilnya, di ATP ini kita lakukan pemberdayaan petani sekitar kampus dan hasilnya produk-produk petani tersebut sudah masuk ke 31 supermarket di Bogor.
Kedelapan, kita resmikan Science Techno Park IPB di taman kencana dengan kekuatan Center for Collaborative Research untuk melayani industri, manajemen inovasi, disertai program Inkubator untuk melayani usaha kecil dan menengah, serta aplikasi IPB Innovation dan Klik IPB sbg aplikasi mobile untuk permohonan Kekayaan Intelektual yg dikelola IPB. Hasilnya, kita mendapatkan Anugerah Widyapadhi no 1 tahun 2018, anugerah WidyaKrida no 1 dan Shinta Award No 1 (paten terbanyak) dari menristekdikti tahun 2019, sehingga IPB sering dikenal sebagai Kampus terbaik dalam inovasi.
Kesembilan, melakukan rebranding IPB agar lebih mudah dikenal secara global dengan mengubah Bogor Agricultural University menjadi IPB University, dan membuat moto baru IPB menjadi "Inspiring Innovation With Integrity". Rebranding juga kita dorong dengan aplikasi IPB TODAY yang berisi berita harian IPB. Hasilnya, a) Peringkat 1 penghargaan pemberitaan terbaik dari Menkominfo dan b) Silver Winner website terbaik versi Asosiasi Humas Indonesia.
Akhirnya, 2018-2019 dalam perangkingan dunia dan nasional IPB mendapat posisi sebagai berikut:
- Peringkat 74 dunia World University Rangking versi QS by subject Agriculture dan Forestry
- Peringkat 12 di Asia dalam WUR versi QS by subject Agriculture dan Forestry
- Peringkat 40 dunia The most Sustainable University versi UIGreen metric
- Peringkat 3 PTN terbaik di Indonesia dalam klusterisasi PT oleh menristekdikti
- Peringkat 2 Nasional dalam WUR THE subject life sciences
- Peringkat 132 Asian University Ranking versi QS overall
- Peringkat 601+ dalam WUR versi QS 2019 overall, naik 150 peringkat dari tahun 2017 yang berada di urutan 751+.
Rangking bukan tujuan, tapi akibat, yakni akibat dari proses transformasi yang kita lakukan. Oleh Karena itu, fokuslah pada kerja prestatif, langkah transformatif, dan semangat kolaboratif dengan tekad untuk kemajuan kita semua. Tentu kita bersyukur dengan capaian di atas, namun masih banyak PR yang harus kita tuntaskan.
Insya Allah kita bisa lebih berprestasi. Kuncinya kita jaga terus integritas, kita dorong terus inovasi, dan kita tebarkan terus inspirasi. Namun yang lebih penting lagi adalah bahwa IPB harus terus memberi manfaat untuk kemajuan bangsa, dunia, dan umat manusia sehingga memenuhi ekspektasi publik. Sekali lagi terima kasih kepada seluruh kolega pimpinan berbagai level, civitas akademika IPB, segenap tendik dan tenaga penunjang serta mahasiswa. Semoga dukungan kerja keras Bapak/Ibu semua tergolong amal soleh yang diridhoi Allah SWT. Amin YRA. Mohon maaf sebesar-besarnya bila banyak ekspektasi masih belum sepenuhnya dapat terwujud dalam dua tahun ini. Insya Allah kami akan bekerja keras mewujudkannya di tahun-tahun berikutnya
Bogor, 15 Desember 2019
Kata orang, ada orang yang tenar karena media. Ada juga orang yang besar karena karya. Bisa juga orang tenar dan besar karena dua-duanya. Hari pahlawan telah kita peringati. Apakah pahlawan dikenang karena tenarnya di media ataukah dikenang karena karyanya? Karya tidak saja merujuk pada produk yang tangible. Karya bisa merujuk pada pikiran dan tindakan. Karya disebut besar kalau membawa perubahan menuju kemajuan. Pahlawan kemerdekaan memiliki karya besar berupa pikiran dan tindakan dalam rangka perjuangan kemerdekaan. Ada perjuangan melalui gerakan massa baik bersenjata atau tidak, ada juga berupa gerakan intelektual dan gerakan ekonomi. Sekarang bukan lagi era perjuangan kemerdekaan. Sekarang adalah era mensyukuri kemerdekaan. Mensyukuri kemerdekaan yang terbaik adalah dengan karya yang menyejarah. Karya yang menyejarah akan selalu menginspirasi. Seperti apa sosok pahlawan atau hero era baru ini? . Menurut KBBI, hero berarti orang yang dihormati karena keberanian, atau orang yang dikagumi karena kecakapan dan prestasi. Menurut Oxford Dictionaries, hero adalah "a person who is admired for their courage, outstanding achievements, or noble qualities ". Semua orang bisa menjadi hero. Kuncinya adalah keberanian, prestasi yang luar biasa dan membawa manfaat untuk orang lain.
Bicara tentang hero jadi teringat sosok guru besar IPB yang bernama Prof Bambang HERO Saharjo. Kebetulan pada namanya ada kata "Hero". Nama bukan tanpa sebab. Bisa jadi orang tua beliau memang menginginkan putranya menjadi "Hero". Nama adalah doa. Kini orang tua beliau bisa tersenyum bahagia bahwa sebagian doanya terkabul. Bagi pejuang lingkungan, kini Prof Bambang menjadi "Hero". Perjuangannya yang konsisten dalam meneliti kebakaran hutan kini diakui dunia. Baru-baru saja beliau mendapat penghargaan bergengsi John Maddox Prize 2019 di Inggris, dengan menyisihkan 206 calon dari 38 negara. Penghargaan diberikan karena dedikasinya meneliti satu topik bertahun-tahun dan hasil penelitiannya pun banyak menjadi bahan kebijakan. Inilah penelitian transformatif, yakni penelitian yang berdampak. Penelitian transformatif selalu ada keberpihakan dan tidak bebas nilai. Karena dampak itulah beliau mendapat penghargaan. Penghargaan adalah akibat, bukan tujuan. Karena itu penghargaan ada di ujung hilir, yang sulit dicapai tanpa perjuangan keras di hulu. Ancaman kriminalisasi berkali-kali ia dapatkan. Namun kegigihan dalam meneliti tak putus di jalan, kegigihan yang bersimbiosis dengan keberanian. Kata pepatah, "No pain, no gain".
Di IPB masih banyak "Hero" lain, baik yang muncul di permukaan maupun yang masih bertahan bekerja dalam kesunyian. Ada Dr. Hajrial Aswiddinnoor yang menemukan varietas IPB 3S sebagai varietas unggul dengan produktivitas bisa mencapai 11 ton/hektar lebih. Ada juga bapak Kamir R Brata penemu teknologi biopori yang kini sudah dipraktekkan dimana-mana. Inovasinya sangat bermanfaat untuk kelestarian lingkungan. Masih banyak lagi nama-nama lain yang sungguh berprestasi dan memberi nilai tambah pada kehidupan. Para hero di dunia umumnya lahir tanpa desain. Hero adalah predikat dari orang lain. Mereka tumbuh mengalir secara alamiah, tanpa rekayasa. Mereka bekerja lebih keras dari orang lain. Mereka bekerja dengan passion yang tinggi. Mereka jarang mengatakan dirinya hebat. Orang lainlah yang mengatakan hebat karena telah merasakan betapa karyanya bermanfaat.
Hero adalah reputasi, yaitu nama baik yang tercipta karena orang lain mengakuinya. Orang lain telah merasakan manfaat karyanya. Akhirnya, hero adalah investasi, yang karena karyanya memberi manfaat untuk orang lain, maka secara tak terduga akan banyak gain yang didapat kelak. Gain bisa tangible atau intangible. Tuhan tidak akan tinggal diam kepada orang yang telah memberi manfaat untuk orang lain. Hirarki manfaat akan menentukan seberapa besar gain yang didapat. Hirarkinya bermula dari hero untuk diri sendiri, hero untuk keluarga, hero untuk sahabat, hero untuk organisasi, hero untuk masyarakat, hero untuk bangsa, hingga hero untuk dunia. Namun demikian, hero sejati tak pernah memikirkan gain untuk dirinya. Hero sejati tak pernah memikirkan karyanya sebagai investasi. Hero sejati selalu ingin mempersembahkan karyanya penuh aura keikhlasan. Hero berkarya untuk kemajuan bersama. Di kampus, akan makin banyak hero bermunculan. Kuncinya adalah karya inovasi yang menginspirasi. Kuncinya ada pada orientasi kebenaran, bukan ketenaran. Karena itulah kata-kata mutiara dari Pak Andi Hakim Nasoetion patut kita ingat kembali: " Carilah kebenaran, bukan ketenaran, maka bertemulah keduanya".
Hongkong, 27 November 2019
Selamat hari Sumpah Pemuda. Momentum ini penting untuk menggali nilai-nilai perjuangan para pemuda di awal abad 20. Keikhlasan mereka melepas baju daerah dan etnisitas untuk bersatu menjadi Indonesia memiliki nilai yang tak terhingga. Bertumpah darah yang satu, berbangsa yang satu dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Bukan barang yang mudah untuk bisa terus merawat persatuan di tengah kebhinnekaan seperti ini selama 91 tahun. Ada yang menarik saat komedian Ari Kriting datang ke IPB dan menegaskan bahwa merawat kebhinnekaan tidak mudah. Negara maju saja belum tentu mampu melakukan hal itu. Amerika hingga tahun 1960-an masih rasis. Hak ekslusif kulit putih tidak dimiliki kulit hitam atau Afrika Amerika, Amerika asli dan warga Hispanik.
Baru setelah Martin Luther King Jr. membakar 250 ribu orang yang berkumpul di depan Lincoln Memorial pada 28 Agustus 1963 dengan pidatonya yang terkenal " I have a dream ", maka rasisme Amerika mulai memudar. Isinya kira-kira seperti ini: "Aku bermimpi di mana pada suatu hari nanti keempat anakku akan tinggal di sebuah negara yang tidak menilai seseorang berdasarkan warna kulitnya tetapi berdasarkan karakter ". Di Indonesia, kesadaran berbangsa dengan kesetaraan etnisitas sudah tumbuh sejak 1928. Amerika baru mulai sadar tahun 1960 an.
Mendorong ekonomi tumbuh tidak sesulit mendorong keragaman etnis terawat dalam persatuan. Inilah prestasi Indonesia meski secara ekonomi tidak semaju tapi sukses merawat kebhinnekaan. Merawat kebhinnekaan adalah merawat manusia dan inilah sebetulnya peradaban agung. Yakni peradaban yang mengagungkan nilai kemanusiaan. Hanya dengan nilai kemanusiaan yang tinggi maka merawat kebhinnekaan bisa sukses. Hanya dengan kemanusiaan yang tinggi toleransi bisa terjaga. Inilah hebatnya Indonesia yang rakyatnya terus memanusiakan manusia yang membuat kita tetap bersatu. Kita harus bangga dengan keikhlasan kita semua untuk terus bersatu. Yugoslavia akhirnya tercerai berai. Uni Soviet pun harus mengalami nasib serupa. Padahal jumlah etnis mereka tak seberapa dibandingkan dengan kita.
Persatuan berbasis kebhinnekaan adalah modal sosial yang amat penting. Basis Modal sosial ini adalah trust. Artinya kita bersatu karena kita saling percaya meski berbeda etnis dan budaya termasuk beda bahasa, beda kesenian, beda norma-norma sosial, beda sistem pengetahuan dan beda sistem kepercayaan (belief). Karena itu menjaga trust ini adalah agenda terpenting bangsa Indonesia saat ini. Trust yang terpenting adalah trust untuk saling membesarkan. Tercipta interdependensi antar kita. Tercipta jejaring antar kita. Tercipta persaudaraan antar kita. Untuk mengikat agar trust terus terjaga dan kita harus bersama-sama dalam bingkai persatuan bangsa adalah Pancasila. Pancasila adalah konsensus bersama tentang nilai yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa ada konsensus bersama melalui Pancasila sulit bagi kita untuk bersatu. Hal ini karena Pancasila adalah pengikat trust antar kita sehingga kita punya acuan nilai yang sama untuk hidup bersama dan terus bersatu.
Merawat kebhinnekaan adalah ajaran alam. Sejenak kita lihat bagaimana alam semesta bekerja. Kerja alam mestinya bisa menjadi inspirasi dan pelajaran bagi kehidupan manusia dan kebudayaannya. Menurut ahli filsafat Capra, ada 5 prinsip ekologi yaitu diversitas atau beragam, interdependensi, berjejaring, holistik dan fleksibel . Alam telah mengajarkan ciri-ciri itu agar alam tetap survive. Lima prinsip ekologi itu bisa menjadi sumber kebudayaan. Mestinya manusia juga meniru bagaimana prinsip-prinsip kerja alam itu, sehingga manusia bisa mengakui keragaman, membangun interdependensi, berjejaring, berwawasan holistik dan terus beradaptasi terhadap dinamika perubahan yang ada agar manusia bisa bertahan hidup. Kalau ada manusia tidak mengakui keragaman, tidak mau saling tergantung, tidak mau berjejaring dengan komunitas yang serba beda, artinya manusia tersebut telah menyalahi kodrat alam.
Itulah mengapa IPB sejak dulu memiliki kebijakan merekrut calon mahasiswa dari seluruh penjuru tanah air melalui jalur undangan tanpa tes. Tidak lain karena IPB menyadari bahwa kesetaraan akses pendidikan tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia adalah sebuah keniscayaan dalam merawat kebhinnekaan. Meski secara historis ada trust untuk bersatu tapi kalau tidak dirawat dengan menjamin kesetaraan akses pada pendidikan, ekonomi, dan politik maka sangatlah berbahaya bagi trust itu sendiri. Disinilah keadilan harus ditegakkan, yakni keadilan akses. Keadilan inilah yang akan merawat trust antar kita. Keadilan inilah yang akan membuat kita masih merasa bersaudara.
IPB pun lalu mengembangkan spirit kebhinnekaan dengan sistem asrama 1 tahun sehingga kehidupan multibudaya bisa terbangun. Komunikasi lintas budaya juga semakin lancar. Sejak awal mahasiswa dididik untuk mengenal dan menghargai multi budaya. Acara tahunan kemahasiswaan berupa Gebyar Nusantara oleh BEM KM IPB serta Festival Budaya Nusantara oleh mahasiswa Sekolah Vokasi IPB adalah cerminan kesadaran mahasiswa tentang pentingnya merawat kebhinnekaan. Pada momentum itulah seluruh organisasi mahasiswa daerah (Omda) di IPB menampilkan aneka budaya dalam seni, busana dan kuliner khas daerah. Tidak lain acara ini untuk membangun apresiasi keragaman budaya. Inilah komitmen mahasiswa IPB untuk terus memperkuat persatuan bangsa dengan merawat kebhinnekaan. Semestinya tidak berlebihan bila dengan kebijakan rekrutmen mahasiswa untuk seluruh nusantara dan kehidupan multibudaya di kampus seperti di atas kita ingin IPB menjadi Kampus Kebhinnekaan. Meski dalam skala yang masih kecil, inilah sumbangan IPB untuk terus merawat kebhinnekaan. Inilah lilin-lilin kecil yang terus IPB nyalakan. Sekecil apapun lilin yang kita nyalakan hari ini akan terus ada harapan kelak kita akan menerangi dunia.
Bogor 26 Oktober 2019
Marhaban Ya Ramadhan. Bagaimana kita memaknai hikmah puasa secara multi dimensi? Setidaknya ada empat dimensi penting hasil menjalankan ibadah puasa Ramadhan baik pada level individual maupun sosial yaitu dimensi spiritual intelligence, physical intelligence, emotional intelligence, dan social intelligence.
Pertama, adalah dimensi spiritual intelligence, yang menekankan pentingnya hubungan ilahiah yang bersifat transendental. Landasan puasa adalah keimanan dan memang puasa diperintahkan hanya kepada orang-orang yang beriman sehingga bunyi QS Al Baqarah 183 adalah "Yaa Ayyuhalladzi na aamanu" dan bukan "yaa ayyuhal muslimun". Karena itu niat berpuasa pun mestinya berbasis pada keimanan. Sebagaimana Hadist Nabi yang mengatakan "Barangsiapa berpuasa karena iman dan ikhlas maka akan diampuni dosa2nya terdahulu". Jadi iman menjadi modal utama puasa, dan puasa juga ditujukan untuk menambah keimanan. Dengan puasa maka modal iman akan terus bertambah. Mekanisme pertambahan keimanan tersebut tercermin dari tuntutan intensitas ibadah selama bulan Ramadhan : perbanyakan sholat sunnah, tadarus al quran, i'tikaf, dan dzikir. Tidak lain pertambahan keimanan ini adalah bagian dari proses menuju status taqwa, yakni status yang dikejar oleh setiap mukmin yang berpuasa. Karena status inilah yang tertinggi di mata Allah SWT.
Kedua, dimensi physical intelligence, yang menekankan benefit orang berpuasa secara biologis. Secara biologis, berpuasa sangat menyehatkan karena puasa 30 hari secara tidak langsung merupakan aktivitas detox yang penting bagi tubuh kita. Ahli kesehatan dan gizi manapun menempatkan puasa sebagai aktivitas fungsional menunjang kesehatan tubuh. Namun demikian tubuh sehat bukanlah segalanya. Tubuh sehat adalah salah satu prasyarat agar jiwa juga sehat, sebagaimana pepatah di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Bagaimana puasa menumbuhkan jiwa yang sehat?
Ketiga, dimensi self control dan emotional intelligence. Hakikat puasa adalah pengendalian diri. Puasa melatih orang untuk mampu mengendalikan diri baik dalam aspek nafsu maupun emosi. Kontrol terhadap nafsu biologis makin dilatih, seperti pembatasan secara syariah tentang konsumsi makanan dan minuman. Kontrol terhadap nafsu ekonomis juga dilatih, seperti perintah perbanyakan sedekah. Sementara itu kontrol terhadap emosi juga dilatih, seperti menahan marah, sabar, dan mampu mengelola emosi sehingga berdampak pada perilakunya terhadap orang lain. Inilah yang dimaksud dengan kuatnya emotional intelligence, yang menurut Cardon terdiri dari kuatnya self awareness, self management, empathy, dan relationship management. Ujung dari kuatnya emotional intelligence adalah good interpersonal skill. Dengan demikian puasa melatih untuk mengelola emosi diri yang selanjutnya dapat menciptakan hubungan sosial yang baik.
Keempat, adalah dimensi social intelligence bahwa orang yang berpuasa makin meningkat kecerdasan dalam membangun kehidupan sosial. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Emotional intelligence yang didapat dari puasa dapat menjadi bekal bagi menguatnya social intelligence. Namun ada sisi lain yang perlu dikaji dalam social intelligence ini, yakni tentang kepercayaan (trust). Ada keyakinan orang berpuasa itu jujur. Karena memang puasa memaksa orang berkata benar dan melatih kejujuran. Secara individual, kejujuran akan berujung pada kesuksesan seseorang sebagaimana hasil penelitian Stanley yang menempatkan kejujuran sebagai faktor nomor satu dari 100 faktor penentu kesuksesan di dunia kerja. Sementara itu secara sosial, kejujuran berujung kepada terciptanya kepercayaan. Karena asumsi jujurnya orang yang berpuasa, maka pada bulan puasa secara umum tingkat kepercayaan orang lain kepada orang yang sedang berpuasa akan meningkat. Dengan semakin banyak orang berpuasa mestinya semakin banyak orang dapat dipercaya. Dengan semakin banyak nya orang yang dapat dipercaya maka semakin mencirikan terciptanya high trust society yakni masyarakat dengan rasa saling percaya yang tinggi. Inilah yang oleh Francis Fukuyama menjadi modal sosial penting bagi kemajuan bangsa. Menurut Fukuyama bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki modal sosial tinggi, yakni high trust society seperti Jepang, jerman dan negara maju lainnya. Dengan demikian puasa bisa memberi andil bagi terciptanya high trust society dan kemudian membuat bangsa menjadi lebih maju. Persoalannya adalah apakah suasana bulan puasa yang penuh dengan saling percaya tersebut dapat diteruskan pada 11 bulan berikutnya? Bila jawabannya ya maka tesis bahwa puasa dapat meningkatkan kemajuan bangsa akan terbukti.
Dimensi social intelligence yang diperkuat dengan kemampuan kita membangun trust society di atas, semakin diperkaya dengan spirit solidaritas sosial dengan memberi kepada orang membutuhkan. Puasa melatih orang untuk peduli sesama. Mekanisme zakat, infak, dan sedekah (ZIS) selama bulan puasa adalah instrumen utamanya. Ditambah lagi dengan mekanisme fidyah bagi yang tidak berpuasa karena alasan tertentu semakin memperlihatkan dimensi sosial puasa. Dengan demikian puasa tidak saja memperkuat social intelligence dengan high trust society tetapi juga anti kesenjangan. Semangat anti kesenjangan ini akan makin efektif bila seluruh mekanisme ZIS terinstitusionalisasi dengan baik. Dengan hikmah puasa pada empat dimensi di atas semoga semakin membuat kita yakin bahwa perintah puasa dapat menciptakan kita sebagai manusia seutuhnya yang sehat spiritual, jiwa, raga dan sehat secara sosial.
Bogor, 5 Mei 2019
(Materi disampaikan pada Tausiyah di Masjid Al Hurriyah Kampus IPB Dramaga)
Mengapa perlu melakukan rebranding?
Branding ibarat sebuah kehidupan, yaitu proses yang tidak pernah berhenti. Dalam perjalanannya, kita perlu berhenti sejenak dan mengevaluasi ‘kesehatan brand’ yang diperjuangkan selama ini, dengan menguji seberapa berartinya brand tersebut di mata stakeholders.
Ada berbagai pendekatan untuk mengevaluasi kesehatan brand. Ada cara 'jalan pintas' versus 'penelusuran secara seksama'. Oleh karena layanan dalam pendidikan tinggi ini bersifat jasa yang mempunyai multiple stakeholder, maka jalan pintas tidak direkomendasikan. Pendekatan Ethnography Marketing yang dipilih dalam riset dalam rangka rebranding ini merupakan jalan panjang penelusuran untuk memahami konsumen secara holistik dari berbagai sudut dan perspektif.
Dalam hal ini, IPB melalui profesional telah melakukan rangkaian penelusuran data primer maupun sekunder dengan berbagai teknik yaitu workshop internal dengan tokoh kunci, wawancara mendalam dengan future students, orang tua, guru-guru di sekolah, dan melibatkan tokoh kunci di institusi, baik dalam diskusi terpisah secara individu maupun diskusi terfokus dalam kelompok.
Hasil kajian ilmiah tentang perubahan brand IPB tersebut sudah disampaikan dalam berbagai pertemuan dengan stakeholder, termasuk dalam rapat Senat Akademik. Nama IPB University dan tagline baru ini sudah disahkan oleh Majelis Wali Amanat (MWA) IPB melalui Keputusan No 7/IT3.MWA/OT/2019 Tentang Pengesahan Rebranding Dengan Nama IPB University.
Sejak kapan inisiasi perubahan nama dilakukan?
- Pada masa Rektor Prof.Dr.Ir. Andi Hakim Nasution ” (1978-1987), sudah tercetus rencana perubahan nama menjadi Universitas Ilmu Pengetahuan Bogor, disingkat “Universitas IPB”.
- Di masa Rektor Prof.Dr.Ir. Aman Wirakartakusumah (1998-2002), sudah dilakukam kajian untuk perubahan menjadi universitas.
- Di masa Rektor Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto (2007-2017), disampaikan mandat berupa Ketetapan Majelis Wali Amanat (MWA) kepada Rektor untuk melakukan pengkajian perubahan nama.
- Pada masa Rektor Dr. Arif Satria, sejak tahun 2018 telah dilakukan kajian perubahan nama dalam bingkai rebranding.
Tahapan apa saja yang sudah dilakukan IPB untuk mendapatkan brand baru yang lebih komunikatif?
- Internal Insights: Pengumpulan insight dari stakeholder internal.
- External Insight: Pengumpulan insight dengan wawancara dari stakeholder eksternal.
- Menerjemahkan insight yang didapat untuk repositioning dan renaming.
- Sosialisasi brand baru ke stakeholder internal dan eksternal.
- Secara bertahap mengimplementasikan brand baru ke dalam berbagai produk marketing communication (website, buku profil, kartu nama, merchandise, dan lain-lain).
Apakah motto/tagline IPB juga berubah?
Ya. Motto/tagline yang sebelumnya adalah “Mencari dan Memberi yang Terbaik (Searching and Serving the Best)” dirasakan sudah menjadi sebuah keharusan dan kekuatan Institusi. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat, maka IPB University merasakan kebutuhan untuk memiliki janji baru yang lebih distinctive, berbeda dari universitas lain. Hasil riset dan diskusi dengan para stakeholder kunci diperoleh sebuah rangkaian kata janji baru yaitu: “Inspiring Innovation with Integrity” (versi pendek), dan versi panjangnya adalah “Inspiring Innovation with Integrity in Agriculture, Ocean, Biosciences for a Sustainable World”.
Motto/tagline ini memberikan penegasan terhadap diferensiasi dibandingkan perguruan tinggi lain:
- Inspiring: mencerahkan, memberikan ide
- Innovation: inovasi yang handal, bisa digunakan dan diterapkan
- Integrity: pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat (nilai-nilai moral tinggi)
Ketiga kata kunci ini telah diaplikasikan dalam pengembangan keilmuan di aspek pertanian, kelautan, biosains untuk mewujudkan kehidupan yang berkelanjutan.
Apakah nama IPB University juga akan digunakan dalam dokumen resmi seperti ijazah, transkrip, dokumen kepegawaian dan sebagainya?
Seluruh dokumen resmi yang terkait dengan negara, tetap akan menggunakan nama “Institut Pertanian Bogor” sebagai nama resmi institusi sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 66 Tahun 2013 tentang Statuta Institut Pertanian Bogor. Namun untuk kepentingan komunikasi internal dan marketing communication akan digunakan sebutan “IPB University”.
Bagaimana dengan dokumen-dokumen untuk keperluan internasional seperti akreditasi, jurnal, dan lain-lain?
Seluruh dokumen yang terkait dengan keperluan internasional, per 1 Juli 2019 sudah harus menggunakan nama “IPB University”. Pengenalan nama baru ini di tingkat global akan melalui proses transisi. Selama masa transisi, penulisan afiliasi lembaga dalam penulisan karya ilmiah atau manuscript jurnal internasional menjadi: IPB University (Bogor Agricultural University). Cara penulisan seperti ini juga akan dipakai dalam proses-proses pengumpulan data perankingan dunia dan indeksasi Scopus.
Mengapa kata “University” dipilih untuk menggantikan kata “Institut” yang selama ini sudah melekat di IPB?
Sejak lama telah berlangsung dualisme dalam terjemahan Institut Pertanian Bogor ke dalam Bahasa Inggris. Walaupun terjemahan yang lebih sesuai adalah “Bogor Agricultural Institute”, namun sudah lama IPB menggunakan “Bogor Agricultural University”. Bahkan ada juga yang menuliskan sebagai Institut Pertanian Bogor. Perbedaan ini seringkali membuahkan kebingungan dalam penulisannya sebagai afiliasi lembaga dalam jurnal internasional.
Alasan mengapa dipilih kata University, diawali dari pemikiran bahwa telah lama IPB berkembang dan menawarkan program studi yang lebih banyak dan luas dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, nama “IPB University” sebagai brand akan membangun asosiasi yang lebih luas dan menjanjikan value lebih tinggi.
Nama singkat juga akan memberikan ruang lebih luas untuk berasosiasi dengan hal-hal yang bersifat kekinian dan modern. Saat ini IPB tidak hanya merupakan singkatan, tetapi juga sebagai sebuah brand. Ada sejumlah corporate brand yang menempuh strategi ini untuk tidak hanya memberikan simplicity dalam pengucapannya, tetapi juga agar lebih solid dalam exposure dan menjelaskan janji brand-nya. Untuk itulah yang dilakukan adalah mengubah brand “Bogor Agricultural University” menjadi “IPB University”.