Ketika SMP saya pernah membaca buku kecil karya Abul A'la Al Maududi yang menceritakan tentang kematian. Buku itulah yang menginspirasi saya untuk menulis refleksi ringan ini. Kehidupan adalah ibarat sebuah taman, yang berisi aneka tanaman dengan komposisi beragam, tergantung pada pencipta taman itu. Supaya taman terlihat indah, kadang ada tangkai yang harus dipotong. Kadang dedaunan juga harus dipangkas. Kadang ada tanaman berbunga yang harus dicabut. Mengapa tanaman berbunga indah harus dicabut sementara rumput tetap dibiarkan tumbuh ?
Kalau kita menjadi bunga, barangkali pertanyaan seperti itulah yang akan muncul. Sebagai bunga, kita tidak bisa melihat komposisi tanaman dalam taman itu. Sebagai rumput kita pun tak pernah tahu mengapa masih dipertahankan. Tentu hanya sang pencipta taman itu yang paling memahami komposisi terbaik. Sebuah komposisi terbaik tidak selalu disumbang oleh bunga. Ternyata dalam konteks sebuah komposisi, rumput pun bisa merupakan kontributor keindahan.
Pencipta taman bisa menikmati keindahan taman ketika melihat dari atas, dengan sudut pandang luas. Sementara bunga dan rumput tak pernah mampu melihat dari atas, karena terlalu sempitnya sudut pandang yang mereka miliki dan posisinya yang selalu di bawah melekat dengan tanah. Tuhan lah pencipta taman kehidupan. Tuhan lah yang tahu komposisi terbaik sebuah taman kehidupan. Kita semua sebagai bagian kecil unsur pembentuk taman tidak pernah mampu membayangkan desain taman seperti apa yang sedang Dia rancang untuk kita.
Yang bisa kita lakukan adalah percaya bahwa Tuhan Maha Tahu tentang komposisi terbaik untuk kita. Kepercayaan inilah sebagai dasar keikhlasan kita untuk menerima keputusan apapun dari Sang Pencipta taman kehidupan. Termasuk keputusan bahwa ada beberapa bunga yang ternyata harus diambil terlebih dahulu meninggalkan kita semua. Yang harus kita yakini adalah bahwa Tuhan mengambilnya karena cinta dan pada saat yang sama kita harus yakini pula bahwa taman yang ditinggalkan bunga-bunga itu adalah taman dengan komposisi baru terbaik yang Dia rancang. Prasangka baik bahwa Tuhan sedang membuat desain terbaik itulah yang harus terus kita jaga. Terus berikhtiar dilandasi sikap percaya, ikhlas, dan berprasangka baik pada keputusan Allah Swt itulah yang mestinya menjadi modal ketenangan dan kebahagiaan hidup di dunia.
Bogor, 11 April 2020
Taman Kehidupan
- IPB Press
- Jun 16, 2021
Ketika SMP saya pernah membaca buku kecil karya Abul A'la Al Maududi yang menceritakan tentang kematian. Buku itulah yang menginspirasi saya untuk menulis refleksi ringan ini. Kehidupan adalah ibarat sebuah taman, yang berisi aneka tanaman dengan komposisi beragam, tergantung pada pencipta taman itu. Supaya taman terlihat indah, kadang ada tangkai yang harus dipotong. Kadang dedaunan juga harus dipangkas. Kadang ada tanaman berbunga yang harus dicabut. Mengapa tanaman berbunga indah harus dicabut sementara rumput tetap dibiarkan tumbuh ?
Kalau kita menjadi bunga, barangkali pertanyaan seperti itulah yang akan muncul. Sebagai bunga, kita tidak bisa melihat komposisi tanaman dalam taman itu. Sebagai rumput kita pun tak pernah tahu mengapa masih dipertahankan. Tentu hanya sang pencipta taman itu yang paling memahami komposisi terbaik. Sebuah komposisi terbaik tidak selalu disumbang oleh bunga. Ternyata dalam konteks sebuah komposisi, rumput pun bisa merupakan kontributor keindahan.
Pencipta taman bisa menikmati keindahan taman ketika melihat dari atas, dengan sudut pandang luas. Sementara bunga dan rumput tak pernah mampu melihat dari atas, karena terlalu sempitnya sudut pandang yang mereka miliki dan posisinya yang selalu di bawah melekat dengan tanah. Tuhan lah pencipta taman kehidupan. Tuhan lah yang tahu komposisi terbaik sebuah taman kehidupan. Kita semua sebagai bagian kecil unsur pembentuk taman tidak pernah mampu membayangkan desain taman seperti apa yang sedang Dia rancang untuk kita.
Yang bisa kita lakukan adalah percaya bahwa Tuhan Maha Tahu tentang komposisi terbaik untuk kita. Kepercayaan inilah sebagai dasar keikhlasan kita untuk menerima keputusan apapun dari Sang Pencipta taman kehidupan. Termasuk keputusan bahwa ada beberapa bunga yang ternyata harus diambil terlebih dahulu meninggalkan kita semua. Yang harus kita yakini adalah bahwa Tuhan mengambilnya karena cinta dan pada saat yang sama kita harus yakini pula bahwa taman yang ditinggalkan bunga-bunga itu adalah taman dengan komposisi baru terbaik yang Dia rancang. Prasangka baik bahwa Tuhan sedang membuat desain terbaik itulah yang harus terus kita jaga. Terus berikhtiar dilandasi sikap percaya, ikhlas, dan berprasangka baik pada keputusan Allah Swt itulah yang mestinya menjadi modal ketenangan dan kebahagiaan hidup di dunia.
Bogor, 11 April 2020