ipbprinting - Memajukan UKM Indonesia

Legacy

img-
Bagikan:
  • IPB Press    Jun 21, 2021

Saat kita ditanya bekal apa yang sudah kita siapkan untuk menuju kematian? Maka kita akan mengatakan bahwa ibadah kepada Allah Swt secara intensif dan berkualitas akan menjadi bekal kita. Lalu apa lagi? Ternyata Rasulullah SAW dalam sebuah hadits sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah pernah mengatakan, "Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 (perkara) : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak saleh ". Disinilah kita baru mengenal ada dua dimensi bekal, yaitu bekal ibadah (vertikal) dan bekal muamalah (horisontal). Bekal vertikal yang bersifat individual adalah produk dari hubungan dengan Allah (hablu minallah). Bekal horizontal yang bersifat sosial adalah produk hubungan dengan manusia (hablu minannaas). Hadits tersebut semakin memperkuat bahwa bekal horisontal pun juga penting, bahkan membuat bekal terus bertambah secara berkelanjutan (sustainable). Mengapa berkelanjutan? Karena bekal itu akan terus mengalir dan terakumulasi dengan bekal lain yang sudah kita bawa. Sampai kapan?

 

Tentu bekal akan terus mengalir selama kehidupan ini masih ada dan juga selama bekal tersebut memiliki daya manfaat tinggi untuk orang lain. Jadi singkat kata, bagi yang meninggal dunia ada bekal yang langsung dibawa, dan ada tabungan bekal yang masih ditinggalkan di dunia yang insya Allah nanti akan menjadi tambahan bekal di akhirat. Tabungan bekal yang suatu saat kita tinggalkan inilah yang kita sebut "legacy". Legacy adalah jejak-jejak kita di dunia yang memiliki daya manfaat untuk orang lain dan masyarakat. Hadits di atas mengajarkan kita untuk terus membuat legacy. Ada dua hal saja yang kita bahas. Pertama, amal jariyah adalah aksi menciptakan nilai tambah secara berkelanjutan (sustainable) , yaitu amal yang memiliki dimensi kemanfaatan baik jangka pendek, menengah dan panjang untuk masyarakat. Aktivitas wakaf, memberi sedekah, membuka atau memberi lapangan kerja, memberi beasiswa, mendirikan sekolah, tempat ibadah, membantu fakir miskin, dan seterusnya adalah bentuk amal yang berpotensi jariyah (mengalir).

 

Amal jariyah tidak selalu berdimensi finansial, bahkan menanam pohon pun bisa kita masukkan ke dalam daftar amal jariyah, karena memiliki nilai tambah secara ekologis. Amal jariyah juga bisa berdimensi non material seperti memberi ide, pemikiran, motivasi, dan tenaga, Bagi orang yang memiliki kekuasaan maka keputusan atau kebijakan bisa menjadi bentuk amal jariyah non-material mana kala memberi multiplier effect kemaslahatan kepada publik. Semakin banyak orang yang menerima manfaat dan semakin lama manfaat itu dirasakan, maka berarti nilai tambah yang diciptakan semakin berkualitas. Dengan melihat dimensi-dimensi amal jariyah tersebut, maka amal jariyah tidak dimonopoli oleh orang berduit saja. Siapa pun bisa berbuat amal, asal ikhlas dan memiliki daya manfaat untuk orang lain dan masyarakat.

 

Kedua, ilmu yang bermanfaat juga termasuk yang membuat bekal mengalir. Hal ini karena ilmu bisa menciptakan nilai tambah secara lebih masif, sistemik, dan membawa multiplier effect untuk perbaikan kehidupan, termasuk semakin mendekatkan kita pada Yang Maha Berilmu. Ilmu disini tidak semata ilmu pengetahuan formal tetapi juga tacit knowledge yang dimiliki siapapun karena pengalamannya. Peradaban di dunia tercipta karena : (a) ada orang yang berilmu, (b) ada orang yang selalu mentransfer ilmu ke orang lain, dan (c) ada orang yang selalu mengamalkan ilmunya. Pendidikan adalah institusi untuk membuat ilmu makin berkembang, karena pertukaran ilmu terus terjadi. Kedekatan antara pendidikan dan kehidupan nyata akan memberi kesempatan agar ilmu dapat diamalkan sehingga membuat ilmu makin bermanfaat. Peradaban makin berkembang karena meningkatnya daya manfaat ilmu yang kita amalkan.

 

Karena itu kita bayangkan betapa besar potensi tabungan bekal dosen, guru, dan orang berilmu lainnya kalau kita terus menebar ilmu yang bermanfaat. Mengisi kuliah dengan sepenuh hati, ikhlas mencurahkan ilmunya kepada mahasiswa sehingga mahasiswa makin berilmu, menulis artikel dan buku yang menginspirasi, menghasilkan inovasi yang mengubah dunia, atau mendampingi desa dengan inovasi-inovasi, merupakan contoh kecil aksi membuat ilmu makin bermanfaat. Saat pandemi Covid-19 ini, tantangan kita semua untuk bisa menciptakan legacy baru, berupa ilmu yang bermanfaat untuk mengatasi Covid-19.

 

Lalu legacy apa yang akan kita ciptakan sehingga menjadi bekal pahala yang terus mengalir sampai kehidupan ini berakhir? Sekali lagi, kita mesti siapkan amal jariyah yang memiliki daya manfaat jangka panjang, dan pada saat yang sama kita amalkan ilmu kita untuk transformasi kehidupan lebih baik. Amal dan ilmu itulah pilar peradaban, dan kita semua dilahirkan di muka bumi ditugaskan untuk membangun peradaban dunia yan lebih baik. Peradaban yang baik adalah sebuah ekosistem kebahagiaan. Bukankah kita selalu berdoa untuk kebahagiaan dunia dan akhirat?

 

Mari kita berkolaborasi menciptakan legacy baru. Rasanya makin sulit bagi kita menciptakan legacy baru yang bernilai tambah tinggi secara sendirian. Mari saling membantu, bahu membahu, dan gotong royong untuk proyek legacy sehingga kebahagiaan di dunia dan akhirat bisa kita rasakan secara kolektif.

 

Bogor, 17 April 2020

img-

Legacy

  • IPB Press
  • Jun 21, 2021
Bagikan:

Saat kita ditanya bekal apa yang sudah kita siapkan untuk menuju kematian? Maka kita akan mengatakan bahwa ibadah kepada Allah Swt secara intensif dan berkualitas akan menjadi bekal kita. Lalu apa lagi? Ternyata Rasulullah SAW dalam sebuah hadits sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah pernah mengatakan, "Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 (perkara) : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak saleh ". Disinilah kita baru mengenal ada dua dimensi bekal, yaitu bekal ibadah (vertikal) dan bekal muamalah (horisontal). Bekal vertikal yang bersifat individual adalah produk dari hubungan dengan Allah (hablu minallah). Bekal horizontal yang bersifat sosial adalah produk hubungan dengan manusia (hablu minannaas). Hadits tersebut semakin memperkuat bahwa bekal horisontal pun juga penting, bahkan membuat bekal terus bertambah secara berkelanjutan (sustainable). Mengapa berkelanjutan? Karena bekal itu akan terus mengalir dan terakumulasi dengan bekal lain yang sudah kita bawa. Sampai kapan?

 

Tentu bekal akan terus mengalir selama kehidupan ini masih ada dan juga selama bekal tersebut memiliki daya manfaat tinggi untuk orang lain. Jadi singkat kata, bagi yang meninggal dunia ada bekal yang langsung dibawa, dan ada tabungan bekal yang masih ditinggalkan di dunia yang insya Allah nanti akan menjadi tambahan bekal di akhirat. Tabungan bekal yang suatu saat kita tinggalkan inilah yang kita sebut "legacy". Legacy adalah jejak-jejak kita di dunia yang memiliki daya manfaat untuk orang lain dan masyarakat. Hadits di atas mengajarkan kita untuk terus membuat legacy. Ada dua hal saja yang kita bahas. Pertama, amal jariyah adalah aksi menciptakan nilai tambah secara berkelanjutan (sustainable) , yaitu amal yang memiliki dimensi kemanfaatan baik jangka pendek, menengah dan panjang untuk masyarakat. Aktivitas wakaf, memberi sedekah, membuka atau memberi lapangan kerja, memberi beasiswa, mendirikan sekolah, tempat ibadah, membantu fakir miskin, dan seterusnya adalah bentuk amal yang berpotensi jariyah (mengalir).

 

Amal jariyah tidak selalu berdimensi finansial, bahkan menanam pohon pun bisa kita masukkan ke dalam daftar amal jariyah, karena memiliki nilai tambah secara ekologis. Amal jariyah juga bisa berdimensi non material seperti memberi ide, pemikiran, motivasi, dan tenaga, Bagi orang yang memiliki kekuasaan maka keputusan atau kebijakan bisa menjadi bentuk amal jariyah non-material mana kala memberi multiplier effect kemaslahatan kepada publik. Semakin banyak orang yang menerima manfaat dan semakin lama manfaat itu dirasakan, maka berarti nilai tambah yang diciptakan semakin berkualitas. Dengan melihat dimensi-dimensi amal jariyah tersebut, maka amal jariyah tidak dimonopoli oleh orang berduit saja. Siapa pun bisa berbuat amal, asal ikhlas dan memiliki daya manfaat untuk orang lain dan masyarakat.

 

Kedua, ilmu yang bermanfaat juga termasuk yang membuat bekal mengalir. Hal ini karena ilmu bisa menciptakan nilai tambah secara lebih masif, sistemik, dan membawa multiplier effect untuk perbaikan kehidupan, termasuk semakin mendekatkan kita pada Yang Maha Berilmu. Ilmu disini tidak semata ilmu pengetahuan formal tetapi juga tacit knowledge yang dimiliki siapapun karena pengalamannya. Peradaban di dunia tercipta karena : (a) ada orang yang berilmu, (b) ada orang yang selalu mentransfer ilmu ke orang lain, dan (c) ada orang yang selalu mengamalkan ilmunya. Pendidikan adalah institusi untuk membuat ilmu makin berkembang, karena pertukaran ilmu terus terjadi. Kedekatan antara pendidikan dan kehidupan nyata akan memberi kesempatan agar ilmu dapat diamalkan sehingga membuat ilmu makin bermanfaat. Peradaban makin berkembang karena meningkatnya daya manfaat ilmu yang kita amalkan.

 

Karena itu kita bayangkan betapa besar potensi tabungan bekal dosen, guru, dan orang berilmu lainnya kalau kita terus menebar ilmu yang bermanfaat. Mengisi kuliah dengan sepenuh hati, ikhlas mencurahkan ilmunya kepada mahasiswa sehingga mahasiswa makin berilmu, menulis artikel dan buku yang menginspirasi, menghasilkan inovasi yang mengubah dunia, atau mendampingi desa dengan inovasi-inovasi, merupakan contoh kecil aksi membuat ilmu makin bermanfaat. Saat pandemi Covid-19 ini, tantangan kita semua untuk bisa menciptakan legacy baru, berupa ilmu yang bermanfaat untuk mengatasi Covid-19.

 

Lalu legacy apa yang akan kita ciptakan sehingga menjadi bekal pahala yang terus mengalir sampai kehidupan ini berakhir? Sekali lagi, kita mesti siapkan amal jariyah yang memiliki daya manfaat jangka panjang, dan pada saat yang sama kita amalkan ilmu kita untuk transformasi kehidupan lebih baik. Amal dan ilmu itulah pilar peradaban, dan kita semua dilahirkan di muka bumi ditugaskan untuk membangun peradaban dunia yan lebih baik. Peradaban yang baik adalah sebuah ekosistem kebahagiaan. Bukankah kita selalu berdoa untuk kebahagiaan dunia dan akhirat?

 

Mari kita berkolaborasi menciptakan legacy baru. Rasanya makin sulit bagi kita menciptakan legacy baru yang bernilai tambah tinggi secara sendirian. Mari saling membantu, bahu membahu, dan gotong royong untuk proyek legacy sehingga kebahagiaan di dunia dan akhirat bisa kita rasakan secara kolektif.

 

Bogor, 17 April 2020