Saat sambutan Dies Natalis IPB ke 58, Presiden Joko Widodo meminta IPB untuk menjadi pelopor inovasi. Beliau sadar betul bahwa kemajuan sebuah bangsa hanya terwujud ketika ada kemajuan inovasi. Hasil studi juga membuktikan bahwa Global Innovation Index (GII) berkorelasi positif dengan PDB/Kapita suatu negara: semakin tinggi PDB/kapita suatu negara maka semakin tinggi nilai GII nya. Karena itu sangatlah mudah menebak apakah suatu negara akan maju pesat ekonominya atau tidak. Lihat saja perkembangan inovasi di dalamnya.
Ketika iklim inovasi kondusif, dan aneka inovasi bermunculan secara konsisten, maka sudah dapat diduga ada harapan bahwa bangsa tersebut akan menjadi bangsa besar. Sebaliknya kita juga bisa menduga sebuah bangsa yang iklim inovasinya tidak kondusif dan tidak ada lompatan-lompatan inovasi, maka sulit masuk akal untuk mengatakan bahwa bangsa tersebut akan cepat maju. Dengan demikian inovasi bisa menjadi indikator paling mudah tentang prospek sebuah bangsa di masa depan.
Pada saat Pidato Dies Natalis IPB tersebut, saya kembali menggarisbawahi permintaan menjadi pelopor inovasi. Namun, saya berangkat dari pemahaman terhadap tiga disrupsi yang kita alami dalam waktu bersamaan, yaitu perubahan iklim, revolusi industri 4.0, dan pandemi covid-19. Disrupsi ini telah membuat kegamangan global. Ini adalah hal yang sama sekali baru dan belum pernah terjadi sebelumnya. Tidak ada pengalaman untuk menghadapi ketiga disrupsi ini. Semua bangsa sedang belajar.
Karena itu tidak berlebihan bila dikatakan bahwa ketiga disrupsi ini membuat kita berada dalam satu garis start bersama semua negara. Karena berada dalam satu garis start, maka siapa yang cepat berlari akan memenangkan pertarungan.
Persoalannya apakah kita bisa cepat berlari mengalahkan kecepatan negara lain yang juga pasti akan berlari? Apakah kondisi fisik kita seprima fisik negara-negara maju? Apakah pengalaman masa lalu akan menentukan kecepatan kita berlari hari ini dan masa depan?
Kita mungkin berpandangan bahwa meski masa depan yang kita hadapi sama sekali baru, namun harus diakui bahwa pengalaman masa lalu tetap berpengaruh. Seperti, negara maju didominasi petani 3.0, dan negara berkembang didominasi petani 1.0. Maka jarak menuju 4.0 lebih dekat dari 3.0 daripada 1.0. Artinya lebih mudah bagi petani negara maju untuk menjadi 4.0 dari pada petani negara berkembang.
Namun perhitungan matematika sederhana tersebut kadang tidak berlaku di era disrupsi ini. Buktinya, Nokia yang sudah sangat mapan dan punya bekal masa lalu yang kuat ternyata dalam waktu yang cepat kalah sama Apple dan Smartphone berbasis android lainnya yang sama sekali tidak punya masa lalu. Disrupsi ini mengajarkan kita bahwa yang menentukan adalah kecepatan belajar (learning agility) dan bertindak dalam merespon perubahan. Bila petani 3.0 memiliki kecepatan belajar yang lebih rendah dari petani 2.0 maka petani 2.0 bisa menyalip dan sampai lebih cepat sebagai petani 4.0. Tak selamanya yang besar itu akan bertahan, dan tak selamanya yang kecil itu selalu marjinal. Sekali lagi, semua tergantung dari kecepatan belajar dalam merespon perubahan.
Kecepatan belajar ini adalah soal mindset. Studi McKinsey menunjukkan bahwa faktor utama prestasi akademik siswa di 72 negara ternyata bukan faktor guru, orang tua, sekolah, melainkan mindset siswa itu sendiri. Mindset siswa yang diiringi motivasi kuat serta kepercayaan diri yang tangguh akan berpengaruh pada kecepatan belajar.
Orang yang memiliki kecepatan belajar umumnya optimis, kreatif, dan penuh imajinasi. Karena itu, kecepatan belajar ini merupakan modal penting bagi seorang pelopor inovasi. Mengapa ?
Karena tugas pelopor inovasi adalah menciptakan hal baru (future practice) yang memerlukan sikap keingintahuan yang tinggi, sehingga belajar, berpikir, mencoba, dan berimajinasi adalah hal yang selalu dilakukan. Inovasi baru hanya bisa ditemukan dengan landasan optimisme dan keberanian melangkah. Mengapa perlu keberanian?
Tentu karena inovasi adalah langkah perubahan, dan setiap perubahan membawa implikasi. Seseorang bisa menjadi pelopor inovasi kalau percaya diri dan siap dengan resiko atas hasil inovasinya.
Setiap orang bisa menjadi pepolor inovasi, karena setiap orang dianugerahi modal dasar yang sama: jiwa raga dan waktu. Karena perbedaan sebenarnya hanya soal kemampuan mengelola jiwa raga melalui proses belajar, dan kecepatan merebut waktu melalui kecepatan belajar. Namun kemampuan tersebut sangat tergantung pada kemauan (willpower), dan kekuatan kemauan umumnya ditentukan oleh mindset. Karena itu, mindset menjadi kunci. Mindset yang bagaimana yang menjadi kunci? Yakni mindset masa depan
(future mindset).
Mindset masa depan adalah kerangka pandang, keinginan dan dorongan diri untuk menjadi bagian dari masa depan dengan mempersiapkan diri termasuk berinovasi yang berorientasi pada future practice. Seperti kata Peter Fisk dalam tulisannya berjudul Winning with a Future Mindset, orang yang memiliki future mindset terus mencoba memahami bahwa perubahan dunia telah berjadi begitu cepat sehingga sadar perlunya visi baru. Mereka juga selalu menginspirasi orang lain dengan optimisme dan lebih fokus pada peluang, bukan resiko. Mereka adalah future hacker, atau peretas masa depan, yang terus berkelana menemukan masa depan yang lalu diterjemahkan ke dalam langkah-langkah dari mulai ide, percobaan, dan pemanfaatan sumberdaya yang ada.
Mindset masa depan umumnya dimiliki seorang inovator atau ideas connector, kata Peter. Merujuk pada kata-kata mutiara Da Vinci bahwa inovasi adalah tentang membuat hubungan-hubungan yang tidak biasa, yaitu menghubungkan orang baru, mitra baru, kemampuan baru, dan ide baru. Singkat kata yang punya mindset masa depan umumnya visioner, penuh ide, optimis, berani, kreatif dan inovatif.
Jadi mindset masa depan dan pelopor inovasi adalah seperti dua sisi mata uang. Para pelopor inovasi adalah pemilik mindset masa depan. Mereka tidak takut perubahan, namun justru ingin menjadi trend setter perubahan. Mereka inilah yang tidak ingin ketinggalan di masa depan, namun justru ingin menjadi bagian dari masa depan, dan bahkan ingin menciptakan masa depan. Karena itu, kita harus mulai melangkah untuk itu, meretas masa depan.
Bogor, 4 September 2021
(dimuat di Media Indonesia, 6 September 2021)
https://m.mediaindonesia.com/opini/430799/future-mindset-dan-pelopor-inovasi
FUTURE MINDSET DAN PELOPOR INOVASI
- IPB Press
- Sep 07, 2021
Saat sambutan Dies Natalis IPB ke 58, Presiden Joko Widodo meminta IPB untuk menjadi pelopor inovasi. Beliau sadar betul bahwa kemajuan sebuah bangsa hanya terwujud ketika ada kemajuan inovasi. Hasil studi juga membuktikan bahwa Global Innovation Index (GII) berkorelasi positif dengan PDB/Kapita suatu negara: semakin tinggi PDB/kapita suatu negara maka semakin tinggi nilai GII nya. Karena itu sangatlah mudah menebak apakah suatu negara akan maju pesat ekonominya atau tidak. Lihat saja perkembangan inovasi di dalamnya.
Ketika iklim inovasi kondusif, dan aneka inovasi bermunculan secara konsisten, maka sudah dapat diduga ada harapan bahwa bangsa tersebut akan menjadi bangsa besar. Sebaliknya kita juga bisa menduga sebuah bangsa yang iklim inovasinya tidak kondusif dan tidak ada lompatan-lompatan inovasi, maka sulit masuk akal untuk mengatakan bahwa bangsa tersebut akan cepat maju. Dengan demikian inovasi bisa menjadi indikator paling mudah tentang prospek sebuah bangsa di masa depan.
Pada saat Pidato Dies Natalis IPB tersebut, saya kembali menggarisbawahi permintaan menjadi pelopor inovasi. Namun, saya berangkat dari pemahaman terhadap tiga disrupsi yang kita alami dalam waktu bersamaan, yaitu perubahan iklim, revolusi industri 4.0, dan pandemi covid-19. Disrupsi ini telah membuat kegamangan global. Ini adalah hal yang sama sekali baru dan belum pernah terjadi sebelumnya. Tidak ada pengalaman untuk menghadapi ketiga disrupsi ini. Semua bangsa sedang belajar.
Karena itu tidak berlebihan bila dikatakan bahwa ketiga disrupsi ini membuat kita berada dalam satu garis start bersama semua negara. Karena berada dalam satu garis start, maka siapa yang cepat berlari akan memenangkan pertarungan.
Persoalannya apakah kita bisa cepat berlari mengalahkan kecepatan negara lain yang juga pasti akan berlari? Apakah kondisi fisik kita seprima fisik negara-negara maju? Apakah pengalaman masa lalu akan menentukan kecepatan kita berlari hari ini dan masa depan?
Kita mungkin berpandangan bahwa meski masa depan yang kita hadapi sama sekali baru, namun harus diakui bahwa pengalaman masa lalu tetap berpengaruh. Seperti, negara maju didominasi petani 3.0, dan negara berkembang didominasi petani 1.0. Maka jarak menuju 4.0 lebih dekat dari 3.0 daripada 1.0. Artinya lebih mudah bagi petani negara maju untuk menjadi 4.0 dari pada petani negara berkembang.
Namun perhitungan matematika sederhana tersebut kadang tidak berlaku di era disrupsi ini. Buktinya, Nokia yang sudah sangat mapan dan punya bekal masa lalu yang kuat ternyata dalam waktu yang cepat kalah sama Apple dan Smartphone berbasis android lainnya yang sama sekali tidak punya masa lalu. Disrupsi ini mengajarkan kita bahwa yang menentukan adalah kecepatan belajar (learning agility) dan bertindak dalam merespon perubahan. Bila petani 3.0 memiliki kecepatan belajar yang lebih rendah dari petani 2.0 maka petani 2.0 bisa menyalip dan sampai lebih cepat sebagai petani 4.0. Tak selamanya yang besar itu akan bertahan, dan tak selamanya yang kecil itu selalu marjinal. Sekali lagi, semua tergantung dari kecepatan belajar dalam merespon perubahan.
Kecepatan belajar ini adalah soal mindset. Studi McKinsey menunjukkan bahwa faktor utama prestasi akademik siswa di 72 negara ternyata bukan faktor guru, orang tua, sekolah, melainkan mindset siswa itu sendiri. Mindset siswa yang diiringi motivasi kuat serta kepercayaan diri yang tangguh akan berpengaruh pada kecepatan belajar.
Orang yang memiliki kecepatan belajar umumnya optimis, kreatif, dan penuh imajinasi. Karena itu, kecepatan belajar ini merupakan modal penting bagi seorang pelopor inovasi. Mengapa ?
Karena tugas pelopor inovasi adalah menciptakan hal baru (future practice) yang memerlukan sikap keingintahuan yang tinggi, sehingga belajar, berpikir, mencoba, dan berimajinasi adalah hal yang selalu dilakukan. Inovasi baru hanya bisa ditemukan dengan landasan optimisme dan keberanian melangkah. Mengapa perlu keberanian?
Tentu karena inovasi adalah langkah perubahan, dan setiap perubahan membawa implikasi. Seseorang bisa menjadi pelopor inovasi kalau percaya diri dan siap dengan resiko atas hasil inovasinya.
Setiap orang bisa menjadi pepolor inovasi, karena setiap orang dianugerahi modal dasar yang sama: jiwa raga dan waktu. Karena perbedaan sebenarnya hanya soal kemampuan mengelola jiwa raga melalui proses belajar, dan kecepatan merebut waktu melalui kecepatan belajar. Namun kemampuan tersebut sangat tergantung pada kemauan (willpower), dan kekuatan kemauan umumnya ditentukan oleh mindset. Karena itu, mindset menjadi kunci. Mindset yang bagaimana yang menjadi kunci? Yakni mindset masa depan
(future mindset).
Mindset masa depan adalah kerangka pandang, keinginan dan dorongan diri untuk menjadi bagian dari masa depan dengan mempersiapkan diri termasuk berinovasi yang berorientasi pada future practice. Seperti kata Peter Fisk dalam tulisannya berjudul Winning with a Future Mindset, orang yang memiliki future mindset terus mencoba memahami bahwa perubahan dunia telah berjadi begitu cepat sehingga sadar perlunya visi baru. Mereka juga selalu menginspirasi orang lain dengan optimisme dan lebih fokus pada peluang, bukan resiko. Mereka adalah future hacker, atau peretas masa depan, yang terus berkelana menemukan masa depan yang lalu diterjemahkan ke dalam langkah-langkah dari mulai ide, percobaan, dan pemanfaatan sumberdaya yang ada.
Mindset masa depan umumnya dimiliki seorang inovator atau ideas connector, kata Peter. Merujuk pada kata-kata mutiara Da Vinci bahwa inovasi adalah tentang membuat hubungan-hubungan yang tidak biasa, yaitu menghubungkan orang baru, mitra baru, kemampuan baru, dan ide baru. Singkat kata yang punya mindset masa depan umumnya visioner, penuh ide, optimis, berani, kreatif dan inovatif.
Jadi mindset masa depan dan pelopor inovasi adalah seperti dua sisi mata uang. Para pelopor inovasi adalah pemilik mindset masa depan. Mereka tidak takut perubahan, namun justru ingin menjadi trend setter perubahan. Mereka inilah yang tidak ingin ketinggalan di masa depan, namun justru ingin menjadi bagian dari masa depan, dan bahkan ingin menciptakan masa depan. Karena itu, kita harus mulai melangkah untuk itu, meretas masa depan.
Bogor, 4 September 2021
(dimuat di Media Indonesia, 6 September 2021)
https://m.mediaindonesia.com/opini/430799/future-mindset-dan-pelopor-inovasi